Minggu, 29 Maret 2020

PROFIL




Nama               

: Ratali Zega, S.Pd
 TTL                 

: Dahadano, 15 Maret 1990
Jenis Kelamin 

: Laki-Laki
 Alamat

: Tanayao Desa Banuagea Kec. Tuhemberua Kab.Nias Utara
 Agama

: Kristen Protestan
 Pekerjaan

:  SMKN 2 Tuhemberua (2014-2017)
   Yayasan Gema Sukma Wijaya (2017-Sekarang)
 
  
 Riwayat Pendidikan :




 Email
 WA


: IKIP Gnungsitoli Nias (2014)
  SMA Negeri 1 Tuhemberua (2009)
  SMP NEGERI 1 Tuhemberua (2006)
  SD NEGERI Tanayao (2003)

Ratalizega@gmail.com
0821-6771-2253

Sabtu, 28 Maret 2020

SKRIPSI PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN (S-1)


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
                   Dalam dunia pendidikan saat ini, Pendidikan Agama Kristen telah menjadi salah satu mata pelajaran utama di Sekolah, bukan hanya sekedar pengajaran yang hanya menitip-beratkan pada bidang kognitif saja, melainkan memperkenalkan Allah dalam kehidupan manusia, secara khusus pada siswa-siswi yang dianggap perlu mempunyai pengetahuan, pengertian dan pemahaman yang mendalam  tentang Injil Yesus dengan harapan kelak mereka dapat memiliki kedewasaan dan keteguhan iman di dalam Yesus Kristus, serta mampu mentransformasi nilai-nilai Kristiani dalam kehidupannya sehari-hari. Artinya dengan Pendidikan Agama Kristen siswa-siswi diharapkan memiliki pengetahuan (kognitif), pemahaman dan penghayatan (afektif) dan perubahan tingkah laku, yakni mentransformasi atau mewujudnyatakan nilai-nilai kristiani dalam seluruh aktifitasnya setiap hari (Psikomotorik).
1
                   Pengajaran Pendidikan Agama Kristen di sekolah merupakan salah satu mata pelajaran yang resmi diselenggarakan di sekolah sebagai jalur pendidikan formal. Hal tersebut telah dimuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Bab VI pada bagian kesembilan tentang Pendidikan Keagamaan yang mengatakan,”Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, non formal, dan informal”.[1] Pendidikan keagamaan dimaksud menyangkut Pendidikan Agama Kristen, Pendidikan Agama Katolik, Pendidikan Agama Islam, Pedidikan Agama Hindu dan Pendidikan Agama Budha. Penyelenggaraan kelima bidang pendidikan keagamaan tersebut di sekolah, telah diijinkan oleh pemerintah sebagai pendidikan agama yang dianut oleh warga masyarakat. Lebih lanjut disebut bahwa setiap peserta didik “berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama”.[2] Hal ini menyatakan bahwa dalam penyelenggaraan Pendidikan Agama di sekolah harus memperhatikan keberagaman Agama siswa dan siswi harus dididik sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing. Dengan demikian, maka penyelenggaraan Pendidikan Agama Kristen bagi siswa-siswi yang beragama Kristen di sekolah adalah suatu kegiatan pembelajaran  yang resmi.
                   Pendidikan Agama  Kristen di sekolah diajarkan oleh seorang guru Agama Kristen  yang memiliki keahlian mengajar. Sebagai guru, ia harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, sebagai pengajar  yang mentransfer pengetahuan. Guru dianggap sebagai orang yang mengetahui dan murid atau anak didik dianggap sebagai orang yang tidak mengetahui. Melalui kegiatan belajar mengajar, guru mentransfer seluruh pengetahuan yang dimilikinya kepada siswa, sehingga siswa menjadi tahu tentang apa yang sebelumnya ia tidak ketahui. Kedua, seorang guru adalah sebagai pendidik yang mentransfer nilai-nilai. Dalam hal ini guru harus mampu mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan kepada para siswanya, sehingga mereka memiliki perilaku, sikap dan pertumbuhan yang baik sesuai dengan nilai-nilai kristiani yang diajarkan kepada mereka. Dalam hal ini, guru harus menjadi contoh, teladan, panutan, baik dalam sikap, perkataan maupun perbuatan. Ketiga, guru adalah sebagai penuntun kegiatan belajar mengajar siswa. Dalam  hal ini, guru harus memiliki kemampuan untuk mengenali siswa-siswinya dan kegiatan belajar mereka. Guru harus mampu melakukan pendampingan, penbimbingan, pengarahan bagi siswa dalam mempelajari Pendidikan Agama Kristen.
                   Dari ketiga ciri guru di atas ternyata tidak ada perbedaan antara guru PAK dengan guru umum lainnya di sekolah. Dalam penelitian ini, penulis lebih fokus meneliti peranan guru PAK di sekolah. Peranan inilah yang merupakan keistimewaan dan sekaligus membedakan guru PAK dan guru-guru umum lainnya. Oleh E.G Homring Shausen dan I.H. Enklaar mengatakan bahwa peranan seorang guru PAK adalah sebagai seorang penginjil, sebagai penafsir iman Kristen, sebagai gembala dan pedoman.[3] Guru PAK tidak hanya memberi pengetahuan saja kepada para siswanya,tetapi juga memperkenalkan Tuhan dan kasih-Nya yang menyelamatkan di dalam Yesus Kristus, dengan tujuan supaya para siswa memiliki Pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang Tuhan, menghayati Kasih Allah itu dengan menaruh kepercayaan kepada-Nya serta mampu merefleksikan imannya itu dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan fungsi pendidikan Keagamaan sebagai termuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 yang menyebutkan,”fungsi Pendidikan Keagamaan adalah mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama”.[4]Pendidikan keagamaan, termasuk Pendidikan Agama Kristen tidak hanya berfungsi untuk memberi pemahaman tentang ajaran agama kepada siswa-siswi, tetapi sekaligus menuntut mereka untuk mampu mewujudnyatakan silai-silai ajaran agamanya itu dalam kehidupan sehari-hari ditengah-tengah masyarakat yang pluralis.
                   Hal tersebut sesuai dengan pernyataan C.Rukantari yang menyatakan bahwa “fungsi PAK di sekolah adalah menumbuhkan sikap dan perilaku manusia yang berdasarkan Iman Kristen dalam kehidupan sehari-hari serta membentuk manusia Indonesia yang baik dan bertanggung jawab, yang dapat hidup berdampingan dan menghargai agama lainnya dengan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945“.[5] Rukantari menekankan bahwa siswa-siwi khususnnya yang beragama Kristen harus diajak dalam iman Kristen sehingga mereka dapat hidup dan berperilaku yang baik dalam masyarakat yang majemuk.
                   Menurut Robert R, Boehlke, seorang Guru PAK dalam melaksanakan peranannya demi mencapai fungsi tersebut di atas, Ia harus meneladani Yesus Kristus sewaktu Ia berada di dunia ini. Ia adalah seorang Guru Agung. Yesus disebut sebagai”Rabi”, suatu gelar yang tidak dipakai sembarangan dalam pembicaraan menurut tradisi Yahudi.[6] Rabi berarti Guru, tetapi gelar ini merupakan gelar kehormatan dan dikenakan kepada Yesus karena kefasihan dan kewibawaan-Nya dalam mengajar. Ia tidak hanya mengajar melalui perkataan, tetapi juga dengan sikap dan perilaku-Nya yang sesuai dengan perkataan-Nya. Ia mengajar dalam segala ruang dan waktu, baik di Bait suci, padang gurun, tepi pantai dan segala tempat. Hal ini yang seharusnya ditransformasikan oleh guru PAK di sekolah sebagi lembaga pendidikan formal. 
                   Keberadaan seorang Guru PAK mencerminkan diri sebagai seorang pelayan yang melayani semua orang. Ia melayani siswa-siswinya dengan penuh kasih. Guru PAK harus memiliki rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya. Kesungguhan mengajar, mendidik dan menuntun para siswa dengan pelayanan yang penuh kasih agar menghasilkan perubahan hidup para siswanya. Mereka menjadi senang, rindu untuk mendengar firman Allah serta berkeinginan untuk melakukan nilai-nilai kristiani yang diajarkan kepadanya, karena didorong oleh pelayanan guru PAK yang lemah lembut, adanya kesungguhan dan kesetiaan mengajarkan Firman Allah sekaligus menjadi contoh, panutan atau “model” yang harus diteladani. Aktifitas ini tentu tidak hanya berlangsung di sekolah saja melainkan dalam seluruh aktifitas Guru PAK kapan dan dimana saja ia berada.
                   Guru PAK adalah seorang yang memiliki kualifikasi artinya memiliki kualitas hidup yang patut diteladani. Kualifikasi dimaksud menyangkut kesehatan jasmani dan rohani, moral  yang baik, watak dan temperamen yang patut ditiru, intelektual yang tinggi, motifasi pelayanan yang setia, memiliki talenta (kemampuan) mengajar, bertanggung jawab dan jujur, loyalitas pada tugas yang telah dipercayakan.
                   Selain hal tersebut di atas, harus disadari bahwa menjadi guru PAK adalah suatu tugas panggilan dari Allah. Oleh Robert R.Boehlke, Iris V.Kully, B.S.Sidjabat, E.G.Homrighausen dan I.H. Enklaar menyatakan bahwa menjadi guru PAK adalah memenuhi panggilan Allah untuk menyatakan Injil-Nya yang menyelamatkan. Kesaksian Alkitab menyatakan bahwa Allah sendiri yang telah menjadi pendidik, pengajar dan penuntun bagi manusia. Pengajaran tersebut telah dimulai Allah sejak Ia menempatkan manusia pertama yakni Adam dan Hawa di Taman Eden melalui Firman-Nya dan perbuatan-Nya. Pengajaran tersebut kembali dilanjutkan oleh Yesus Kristus yang memperkenalkan kerajaan Allah kepada manusia.
                   Mengajarkan PAK adalah melaksanakan Amanat Agung Allah. Dalam Kitab Perjanjian Lama, Allah sendiri yang mengamanatkan tugas mengajar itu.”Apa yang Kuperintahkan kepadamu haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun”,(Ulangan 6:6-7). Allah menghendaki supaya setiap orang mengenal, memahami dan menyadari bahwa hanya kepada satu-satunya tujuan hidup. Ia yang telah mengajarkan kepada kita nilai-nilai yang seharusnya kita anut dan lakukan. Dan kemudian tugas mengajar itu diteruskan-Nya kepada orang yang telah mengenali dan menaruh imannya kepada Allah, sehingga melalui Dia semua orang diselamatkan.
                   Amanat Agung tersebut kembali disampaikan oleh Yesus Kristus kepada murid-murid-Nya ketika Ia naik kesurga kata-Nya :”karena itu, pergilah jadikan semua bangsa murid-Ku, dan baptislah mereka dalam Nama Bapak, Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah Aku menyertai kamu senantisa sampai pada akhir zaman”,(Matius 28 :19-20).
                   Dari kedua perikop di atas sangat jelas bahwa Allah sendiri yang memberi tugas mengajar, dan Ia juga sekaligus menjadi inti dari pengajaran tersebut. Pendidikan Agama Kristen tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, melainkan disegala tempat: di rumah, di sekolah, di gereja atau di alam bebas sekalipun, PAK harus diberitakan. Juga dalam segala waktu : baik pada waktu pagi, siang, sore ataupun malam, keadaan suka cita atau duka cita, Pak harus diajarkan, sehingga dengan demikian, maka menurut E.G.Homrighousen dan I.H.Enklaar menyatakan bahwa arti terdalam dari PAK akan tercapai yakni bahwa dengan pendidikan itu, maka segala pelajar, tua dan muda memasuki persekutuan yang hidup dengan Tuhan sendiri yang oleh-Nya dan di dalam Dia mereka terhisap pula pada persekutuan jemaat-Nya yang mengakui dan mempermuliakan nama-Nya disegala waktu dan tempat.[7] Bagi Homrighausen dan Enklaar tidaklah cukup jika seseorang hanya mengakui iman kepada Tuhan tetapi juga harus mampu merefleksikan imannya itu dalam perilakunya disegala tempat dan waktu .
                   Dari uraian di atas nyata bahwa PAK di sekolah sangat berperan dalam pembinaan iman dan perilaku siswa-siswi, disamping pembinaan pemgetahuan dan nilai-nilai- Kristiani, yang kemudian akan dianut oleh siswa-siswi. Dengan PAK siswa-siswi akan mengenal siapa Allah dalam kehidupannya dan mengapa ia harus mengimaninya serta bagaimana ia  harus berperilaku. Peranan ini sangat penting diperhatikan oleh guru PAK. Berdasarkan hal tersebut penulis ingin melakukan penelitian ilmiah dengan judul :” Pentingnya Pengajaran Pendidikan Agama Kristen Pada Pertumbuhan Iman Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 4 Afulu T.A 2016/2017”.

B.  Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian, maka masalah penelitian ini dapat di identifikasi dalam beberapa bagian antara lain :
1.    Minimnya pemahaman siswa tentang pentingnya Pendidikan Agama Kristen
2.    Rendahnya kualitas pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen bagi anak sehingga  pertumbuhan iman siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Afulu masih rendah
3.    Orangtua masih jarang meletakkan dasar-dasar pendidikan yang baik terhadap anak sebagai bekal untuk memperoleh pendidikan di luar keluarga, sehingga tingkat pertumbuhan iman mereka masih rendah.

C.      Rumusan Masalah
            Masalah yang dikaji dalam penelitian ini harus dirumuskan sebagai berikut:
1.         Bagaimana Pemahaman siswa tentang Pendidikan Agama Kristen disekolah?
2.         Bagaimana penerapan Pendidikan Agama Kristen bagi anak sehingga  pertumbuhan iman siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Afulu bisa bertumbuh kembali?
3.         Bagaimana tata cara orangtua meletakkan dasar-dasar pendidikan yang baik terhadap anak sebagai bekal untuk memperoleh pendidikan di luar keluarga?

D. Pembatasan Masalah
       Dalam penelitian ini, penulis membatasi masalah yang akan diteliti, yakni : pentingnya pengajaran Pendidikan Agama Kristen pada pertumbuhan iman siswa di kelas VIII SMP Negeri 4 Afulu dengan jumlah keseluruhan? 30 orang TP.2016/2017.

E. Tujuan Penelitian 
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan:
1.        Untuk mengetahui sejauh mana peranan PAK dalam membina pertumbuhan iman dan perilaku siswa.
2.        Untuk mengetahui bagaimana peranan guru PAK dalam membina pertumbuhan iman dan perilaku siswa melalui mata pelajaran pendidikan agama kristen.
3.        Untuk mengetahui  kesulitan yang dihadapi oleh Guru PAK dalam membina pertumbuhan iman dan perilaku para siswa melalui mata pelajaran PAK di sekolah serta cara penyelesaiannya.

F. Manfaat Penelitian
                   Dengan pelaksanaan penelitian ini, penulis mengharapkan akan memperoleh hasil-hasil penelitian. Dengan adanya hasil yang diperoleh maka akan berguna bagi pengembangan pengetahuan. Selain itu, Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1.    Manfaat teoritis yaitu :
a.    Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran
b.    Sebagai bahan masukan bagi peneliti untuk melakukan variasi mengajar pada mata pelajaran pendidikan agama kristen (PAK) dimasa mendatang
2.    Manfaat praktis yaitu :
a.    Sebagai bahan pertimbangan bagi guru mata pelajaran PAK khususnya di SMP Negeri 4 Afulu
b.    Sebagai bahan masukan bagi guru mata pelajaran PAK  tentang pentingnya melakukan variasi mengajar yaitu dengan menerapkan metode pembelajaran dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
c.    Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti berikutnya dalam melakukan penelitian lanjutan yang relevan dengan penelitian ini.

G. Sistematika Penulisan
     Penulisan proposal skripsi ini akan disusun secara sistematis untuk mengetahui tujuan yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, proposal skripsi ini terdiri dari:  3 (Tiga) bab, yaitu:
BAB I   : Pendahuluan yanng terdiri dari ; latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisan, hipotesis, metode penelitian, teknik penelitian.
BAB II  : Pendidikan Agama Kristen merupakan dasar pembinaan pertumbuhan iman dan  perilaku siswa yang terdiri dari ; pengertian pendidikan agama kristen, keluarga, usia dini, pertumbuhan iman dan perilaku, konteks PAK di sekolah, peranan guru PAK dalam pembelajaran di sekolah, peranan Pendidikan Agama Kristen dalam membina iman dan perilaku siswa yang mencerminkan pertumbuhan iman kristen,
BAB III   :  Metode Penelitian yang terdiri dari ; lokasi penelitian, populasi penelitian, instrumen penelitian, pedoman wawancara (bagi guru-guru PAK), pedoman wawancara (untuk siswa-siswi), pedoman wawancara (untuk wali kelas VIII)
Daftar Pustaka.
        
H. Hipotesis
       Mohamad Ali mendefenisikan hipotesis sebagai” rumusan jawaban sementara yang harus diuji melalui kegiatan penelitian”.[8] Sementara oleh Sumadi Suryabrata mengatakan bahwa hipotesis adalah”Jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya diuji secara empiris”.[9] Lebih lanjut oleh Suharsini Arikunto mendefenisikan hipotesis sebagai “suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul “.[10]
       Berdasarkan defenisi tersebut, Peneliti menyimpulkan bahwa hipotesis adalah suatu rumusan jawaban yang sifatnya sementara dan harus dibuktikan melalui kegiatan penelitian.
       Sehubungan dengan hal tersebut, maka sebagai hipotesis dalam penelitian ini adalah Jika Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen berhasil kepada peserta didik, maka peningkatan pertumbuhan iman  dapat tercapai terhadap  hasil belajar anak siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Afulu T.P 2016/2017”.             






















BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA  BERPIKIR

A.      Rumusan teori
A.1. Pendidikan Agama Kristen (PAK)
13
            Pendidikan Agama Kristen merupakan pengajaran akan nilai- nilai Kristiani, baik menyangkut pokok-pokok ajaran iman, etika dan pergaulan dan sebagainya. Menurut Daniel Nuhamara dalam bukunya yang berjudul Pembimbing Pendidikan Agama Kristen mengatakan bahwa untuk dapat mendefenisikan PAK, maka kita perlu memperhatikan tiga istilah yang terkandung di dalamnya yaitu: Pertama, Pendidikan; Kedua, Agama; dan Ketiga, Kristen. Istilah pendidikan berasal dari bahasa Inggris yaitu ‘Education’,dimana istilah ini juga berasal dari bahasa latin yaitu ‘decure’yang artinya membimbing keluar. Sementara istilah Agama adalah mengarah pada hubungan pribadi seseorang terhadap sesuatu yang ia percaya. Secara etimologi, istilah Agama berasal dati bahasa sansekerta yaitu ‘a’ yang berarti tidak kacau. Jadi, dari defenisi tersebut nyata bahwa dengan agama dapat mengenal kepribadiannya secara utuh, seseorang dapat mengenal hakikatnya dalam dunia ini,. Hal ini secara tegas dikatakan oleh Daniel Nuhamara dengan menyatakan bahwa “ Aktifitas pendidikan agama adalah suatu usaha yang sengaja terhadap dimensi kehidupan yang transenden dengan nama suatu hubungan yang sadar dengan suatu dasar keberadaan yang mutlak (Tuhan/Allah) dipromosikan/dikembangkan dan dimungkinkan untuk diekspresikan/diwujudkan”. Dan istilah Kristen berasal dari kata’Christionai’ yang artinya pengikut Kristus, yakni suatu nama ejekan bagi orang Kristen. Nama ini pertama sekali diperkenalkan di Antiokhia (Bdk. Kisah 11: 26). Namun dalam kenyataannya justru semakin berkembangnya ajaran Kristen tersebut dan semakin bertambah juga kuantitasnya. Dengan sebutan “Kristen” semangat penyebaran injil Kristus semakin kuat dan luas.[11]
            Menurut Tata Gereja, revisi "Pendidikan Agama Kristen adalah usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan peserta didik agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati kasih Allah dalam Yesus Kristus, dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungan hidup".
            Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulannya Pendidikan Agama Kristen merupakan usaha dalam menumbuhkembangkan kemampuan siswa melalui tuntunan Roh Kudus agar bisa memahami Kasih Allah dalam Roh Kudus. Hakikat ini di pusat Pendidikan Agama Kristen SMP menjadi Yesus Kristus. Sumber dan pokok kegiatan Pendidikan Agama Kristen SMP dimanapun dan dalam segala rupa Yesus Kristus. Pendidikan Agama Kristen dilakukan dalam rangka pembinaan agar anak bertumbuh dan berkembang menjadi dewasa dalam imannya, dewasa dalam gereja dan dewasa dalam bermasyarakat.
            Dewasa dalam iman dapat berarti: orang selalu memiliki hubungan erat dengan Tuhan, menyerahkan diri kepada Tuhan, bertobat dan percaya, adalah iman yang berasal dari Allah. Dewasa dalam bergreat berarti: sebagai umat yang percaya harus memiliki keteguhan akan Yesus Kristus, dasar dan pegangan hidup mereka adalah Kristus, hidup dalam semangat persaudaraan dan saling mencintai. Dewasa dalam bermasyarakat berarti: sadar mewujudkan imannya dalam bermasyarakat, ikut serta mengembangkan masyarakat menjadi terang dan garam dunia, berani memberi kesaksian iman dimana saja dan pelan-pelan untuk cinta manusia.
            Secara khusus tentang istilah pendidikan, dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 disebutkan defenisi pendidikan sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar perserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara”.[12] Dari defenisi tersebut terkandung suatu makna adanya kesediaan bagi seseorang untuk melakukan tindakan mendidik dan juga adanya orang yang mau di didik. Pendidik dalam kegiatan pendidikan berupaya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik dan mendewasakannya.
            Selain defenisi tersebut diatas, oleh para ahli mendefinisikan Pendidikan Agama Kristen menurut pemahaman mereka masing-masing. Oleh Dr.E.G    homrighausen dan Dr.I.H. Enklaar mendefinisikan PAK sebagai berikut : “Inilah arti yang sedalam-dalamnya dari PAK, bahwa dengan menerima pendidikan itu, segala pelajar, muda dan tua, memasuki persekutuan iman dengan Tuhan sendiri, dan oleh dan didalam dia mereka terhisap pula pada persekutuan jemaat-Nya yang mengakui dan mempermuliakan nama-Nya di segala waktu dan tempat.”[13] 
“Bagi Homrighausen dan Enklaar, PAK berpusat pada Allah sendiri. Allah telah melakukan karya penyelamatan bagi manusia sejak penciptaan hingga manusia didamaikan dengan Allah melalui kematian Yesus Kristus. Kristus yang mati telah dibangkitkan oleh Allah untuk menyatakan kemenangan-Nya dan yang juga dijadikan sebagai kemenangan bagi orang Kristen. Dengan penyelamatan Kristus ini orang diseluruh dunia dituntut untuk hidup seturut dengan keinginan Kristus, yakni hidup dalam iman pada Kristus, mengakui Allah dalam hidupnya, dan bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki Allah”.[14]

            Sementara menurut Yohanes Calvin, salah seorang tokoh reformasi gereja pada abad pertengahan yang juga seorang pendidik menekankan pentingnya PAK bagi setiap orang Kristen. Orang-orang percaya perlu dididik agar keselamatan yang telah dikerjakan Allah melalui Yesus Kristus dapat menjadi bagian dalam hidup mereka. Keselamatan itu harus diberitakan bagi semua orang, supaya mereka atau orang lain mendapat bagian dalam penyelamatan Kristus. Hal tersebut sangat jelas dikatakan oleh  Calvin sebagaimana tertera pada defenisi PAK yang disampaikan sebagai berikut:
“Pendidikan Agama Kristen adalah pemupukan akal orang orang percaya dan anak-anak mereka dengan Firman Allah di bawah bimbingan Roh Kudus melalui sejumlah pengalaman belajar yang dilaksanakan gereja, sehingga dalam diri mereka dihasilkan pertumbuhan rohani yang bersinambung yang di ejawantahkan semakin mendalam melalui pengabdian diri kepada Allah Bapa Tuhan kita Yesus Kristus berupa tindakan-tindakan kasih terhadap sesamanya.”[15]
            Hal yang sama dikatakan oleh Kadarmanto Hardjowasito dengan mangatakan bahwa PAK berintikan penyelamatan Allah di dalam Yesus Kristus sebagaimana disaksikan oleh Alkitab supaya orang percaya memperoleh keselamatan dan hidup serta bertingkah laku sebagai yang dikehendaki Kristus, Sang Penyelamat. Hal tersebut dapat kita lihat pada defenisi PAK yang disampaikan sebagai “cara pertumbuhan iman Kristen guna membaharui kehidupan bersama dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya. Sebagai para pengikut Kristus, pusat pengajaran kita ialah : Kisah hidup, kematian dan kebangkitan-Nya, dan mengajarkan perintah-Nya menurut Alkitab yang memberikan kesaksian tentang iman serta pengharapan kita”.[16]
            Dari defenisi tersebut di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa Pendidikan Agama Kristen adalah tugas panggilan Allah bagi setiap orang percaya untuk memberikan keselamatan bagi manusia yang telah dikerjakan Allah di dalam Tuhan kita Yesus Kristus sehingga mereka menaruh iman kepada-Nya dan hidup seturut kehendak Allah dengan pertolongan Roh Kudus. Pemberitaan kita tentang Allah hanya akan berhasil jika oleh Roh Kudus yang berasal dari Allah sungguh-sungguh menyertai.
            Orang Kristen dalam melakukan aktifitas hendaknya menunjukkkan pertumbuhanistiknya sebagai pengikut Kristus, yakni hidup sebagaimana yang dikehendaki Kristus. Hal tersebut sangat ditegaskan dalam rumusan tujuan PAK yang telah disusun oleh Dewan gereja-gereja di Indonesia sebagaimana dikutip oleh Daniel Nuhamara mengatakan  bahwa tujuan PAK sebagai berikut:
“Tujuan PAK adalah mengajak, membantu, menghantarkan seseorang untuk mengenal Kasih Allah yang nyata dalam Kasih Yesus Kristus, sehingga dengan pimpinan Roh Kudus Ia datang kedalam suatu persekutuan hidup dengan Tuhan. Hal ini dinyatakan dalam kasih terhadap Allah  dan sesamanya manusia, yang dihayati dalam kehidupan sehari-hari, baik dengan kata-kata maupun perbuatan selaku anggota tubuh Kristus yang hidup”.[17]

            Berdasarkan tujuan PAK yang disampaikan oleh dewan gereja-gereja di Indonesia di atas nyata bahwa Pendidikan Agama  Kristen tidak  hanya mengajarkan orang percaya untuk beriman kepada Allah, melainkan juga menguraikan tentang Pola hidup, tindakan, perbuatan, tingkah laku seorang Kristen kepada Kristus.
Hal  yang sama  juga disampaikan oleh Marthin Luther sebagaimana dikutip oleh Robert R. Boehlke mengatakan :
“Tujuan Pendidikan Agama Kristen ialah untuk melibatkan semua warga jemaat, khususnya yang muda, dalam rangka belajar  teratur dan tertip agar semakin sadar akan dosa mereka serta bergembira di dalam firman Yesus Kristus  yang memerdekakan mereka disamping memperlengkapi mereka dengan sumber “Iman”, khususnya pengalaman berdoa, Firman tertulis, Alkitab, dan rupa-rupa kebudayaan sehingga mereka mampu melayani sesamanya termasuk masyarakat dan negara serta mengambil bagian secara bertanggung jawab dalam perseketuan Kristus, yaitu  Gereja”.[18]

            Berdasarkan tujuan PAK yang telah dikemukakan di atas sangat jelas bahwa dengan Pendidikan Agama Kristen maka semua orang, khususnya anak-anak akan memperoleh dasar Iman kepada Allah serta mampu mewujudnyatakan imannya melalui tingkah lakunya sehari-hari, baik terhadap sesama, terhadap lingkungan, terlebih kepada Tuhan .


B.       Dasar-Dasar PAK
                 PAK dalam alkitab merupakan dasar alkitabiah yang perlu dijabarkan dan dikembangkan menjadi pusat proses pendidikan. Alkitab menjadi visi, nilai, dan gerakan dalam kerangka pendidikan. Dengan demikian alkitab mengalir dalam proses pembelajaran dimana proses itu bisa berjalan dengan baik bila unsure –unsur yang terkait saling mendukung.
a.       Unsur-unsur dalam Proses Pembelajaran
               Unsur-unsur tersebut menyangkut pendidik, anak didik, kurikulum, tujuan dan metode. Dalam proses pembelajaran, unsure pokoknya meliputi pendidik, anak didik, dan kurikulum. Namun unsure lain seperti tujuan, metode, media, lingkungan, sarana dan prasarana serta manajemen juga mempengaruhi proses pembelajaran. Tidak semua unsure tersebut diuraikan, tetapi hanya lima pokok komponen yang bisa di analisis dan dievaluasi sebagai sebagai langkah pengembangan dalam meningkatkan proses pembelajaran pendidikan Kristen yang lebih baik.Beberapa komponen akan dibahas lebih rinci yaitu:
1.      Pendidik
Pendidik adalah orang yang mengajar. Menurut Witherington, mengajar bukan hanya menuangkan materi pelajaran ke dalam pikiran atau menyampaikan kebudayaan bangsa kepada anak-anak. Pendidikan adalah hal yang paling utama dan selalu menjadi pendorong dalam pembelajaran. Jadi murid sudah mendapat dorongan dari guru tidak akan berhenti belajar, tetapi harus menyelidiki dan memperdalam pengetahuannya. Selanjutnya menurut H.G.Wells berpendapat bahwa mengajar menjadi tugas guru adalah ujian manusia yang terbesar. Memang mengajar yang efektif sangatlah kompleks dan tergantung pada integrasi berbagai faktor. Untuk mengetahui syarat-syarat mengajar yang baik sejumlah sifat guru dan teknik mengajar diadakan.[19]
Untuk mempertegas pembahasan, dalam bagian ini saya akan lebih menekankan penjelasan mengenai pendidik (guru) Kristen. Hal ini karena proses pembelajaran antara pendidik Kristen dan pendidik umum sangat berbeda. Istilah pendidik Kristen dapat kita pahami dari 3 segi. Pertama, pendidik dalam perspektif Kristen. Kedua, pedidik yang beragama Kristen. Ketiga, pendidik yang berkaitan dengan iman Kristen. Dengan demikian pendidik (guru) Kristen hanya menunjuk kepada mereka yang mengajar agama Kristen dan menggeluti bidang pekerjaannya dalam hal kekristenan.
                 Untuk menjadi pendidik Kristen, ada persyaratan yang harus dipenuhi. Persyaratan pendidik umum tentu tidak sama degnan pendidik Kristen. Persyaratan pendidik umum harus dimiliki pendidik Kristen, tetapi persyaratan yang dimiliki pendidik Kristen tidak dimiliki pendidik umum. Persyaratan yang dimiliki pendidik Kristen dan tidak dimiliki pendidik umum adalah mengenai kerohanian serta persyaratan iman Kristen.
                 Supaya dapat mengajar dengan lebih efektif, seorang pendidik harus memiliki persyaratan professional dan persyaratan rohani. Persyaratan professional meliputi keteladanan (menguasai hal yang dikerjakan), layanan khas (manfaatnya lebih nyata), serta diakui masyarakat serta pemerintah. Selain itu juga pada persyaratan administratif akademik dan keterampilan teknik mengajar. Sedangkan persyaratan rohani seorang guru Kristen antara lain: lahir baru, dewasa rohani, serta berpegang pada alkitab sebagai sumber utama pengajarannya. Dengan demikian, seorang pendidik (guru) Kristen harus memiliki keseimbangan antara persyaratan professional dan persyaratan rohani.[20]
2.      Anak Didik
Dalam rangka meningkatkan kualitas proses pembelajaran setiap guru perlu memiliki pemahaman komprehensif tentang peserta didik. Hal ini sangat penting mengingat pelaku proses belajar adalah peserta didik itu sendiri. Peseta didik memiliki tanggung jawab belajar bagi diri sendiri. Materi pengajaran yang baik mendorong terjadinya proses pembelajaran. Meskipun demikian, guru harus memahami bahwa kemauan setiap anak didik untuk melakukan pembelajaran berbeda-beda.
                 Pemahaman terhada anak didik sangat penting bagi pendidik. Dengan demikian, peran guru adalah membimbing, membantu atau mengarahkan peserta didik agar dapat bertanggung jawab atas diri dan kemajuannya sendiri serta mengalami peristiwa belajar yang efektif. Demi kelancaran proses pembelajaran, guru perlu mengenal latar belakang, tingkat perkembangan, serta kebutuhan peserta didik. Jjika guru berusaha mengenal peserta didik, yang akan ia layani, dia akan lebih tertolong dlaam merumuskan tujuan, sasaran dan materi pengajaran yang relevan dengan kebutuhan mereka.
Menurut B.S. Sijabat, pemahaman utama mengenai peserta didik yang perlu dimiliki dan terus ditingkatkan guru adalah tentang kedudukan anak sebagai makhluk religius. Dengan demikian, guru dalam perspektif pendidikan, Kristen harus yakin bahwa peserta didik bukan saja sebagai makhluk biologis, psikologis, sosiologis dan cultural, melainkan juga terutama sebagai makhluk religius. Hal ini sesuai dengan penjelasan alkitab bahwa manusia diciptakan sesuai dengan gambar dan rupanya (Kej 1:26-27)[21]
                 Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi moral intelektual atau mental keindahan. Allah tidak membiarkan manusia tanpa perlengkapan atau moral dasar, yaitu potensi, kemampuan, kesanggupan, kekuatan, dan kuasa. Oleh karena itu, guru harus tetap mengembangkan pandangan positif terhadap peserta didiknya, yaitu keyakinan potensi manusia. Guru juga bertugas terlebih dahulu mengakui dan menghargai kekuatan yang dimiliki peserta didik. Sebagai manusia, guru dan peserta didik merupakan pribadi seutuhnya dengan kata lain, guru dan peserta didik sekaligus memiliki dimensi lahiriah, atau fisik (fisiologis) dan dimensi batiniah. Dimensi batiniah meliputi aspek jiwa, mental, dan roh. Semua unsure tersebut saling berkaitan dalam aktivitas sehari-hari. Khususnya dalam proses belajar. Dengan demikian, belajar bukan hanya merupakan tindakan fisik (olah raga), melainkan juga aktivitas emosi (olah rasa), sikap dan pikiran. Kegiatan belajar akan dapat kita pahami sebagai kegiatan rohani. Pelajaran agama (iman Kristen) juga tidak terlepas dari kegiatan rohani
3.      Kurikulum
Kurikulum menurut Thomas Bernard, kurikulum merupakan seperangkat program untuk pengajaran yang menjadi pedoman pengembangan pendidikan, nasution mengutip pernyataan Esner bahwa kurikulum dipandang sebagai pengembangan proses kognitif, teknologi, humanistis, atau aktualisasi peserta anak, rekonstruksi sosial dan akademik. Kurikulum sebagai alat transmisi kebudayaan, transmisi dengan masyarakat atau transformasi peserta didik. Kurikulum dapat dipandang sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan intelektual anak khususnya kemampuan berpikir agar ia dapat memecahkan segala hal yang dipahami. Dalam hal ini, dapat dinyatakan bahwa kurikulum merupakan seperangkat program pendidikan yang berisi alat, tujuan, materi, serta berbagai ketentuan lain untuk mengembangkan pendidikan yang disampaikan pendidik kepada peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga anak didik memahami dan mengaktualisasikan pengetahuan tersebut. Materi atau isi dalam pendidikan Kristen tentu saja menyangkut isi alkitab yaitu firman Tuhan yang disampaikan pengajar kepada peserta didik.[22]
                 Perangkat lain menjadi saran dan penunjang, tetapi pengajaran adalah kebenaran dalam alkitab yang harus dimiliki peserta didik.
4.      Tujuan
Dalam tujuan pendidikan terkandung unsure individu dan masyarakat. Individu hidup  dalam masyarakat, sedangkan masyarakat terdiri dari individu-individu. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Dalam menentukan tujuan pembelajaran, kita harus melihat setiap kebutuhan baik peserta didik yang belajar, maupun masyarakat yang menggunakan produk peserta didik.
                 Menurut Thomson yang pendapatnya dikutip dari Witherington, tujuan pembelajaran terdiri dari tujuan umum, tujuan khusus, tujuan guru, dan tujuan peserta didik. Tujuan umum bersifat umum, seperti membentuk manusia yang bersusila, demokratis, dan menyampaikan kebudayaan. Tujuan lainnnya adalah peserta didik menguasai materi pembelajaran sesuai bidang yang dipelajari. Tujuan umum berbeda dengan tujuan khusus. Masyarakat mencoba memecahkan tujuan umum dengan berbagai tujuan khusus yang lebih konkret sehingga mudah dicapai. Dengan mengevaluasi tujuan umum pendidikan Kristen adalah mengarahkan peserta didik agar bermoral dan berbudi pekerti kristiani sesuai dengan firman Tuhan. Sedangkan tujuan pendidikan kristiani secara khusus menyangkut sisi alkitab yang datang ke dunia untuk menyelamatkannya (Yoh 3:16). Dengan kata lain tujuan khusus pembelajaran dalam pendidikan Kristen mengenali, mengerti dan menerima Yesus sebagai Juruselamat pribadi.[23]
5.      Metode
Metode dapat diartikan sebagai teknik, cara, atau prosedur. Dalam setiap kegiatan pembelajaran diperlukan metode yang tepat dan relevan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, dalam persiapan mengajar dengan target menghasilkan rencana pengajaran, pendidik harus memikirkan metode pengajaran secara seksama. Untuk menentukan metode pengajaran yang tepat, pendidik harus memikirkan hal-hal yang mempengaruhi proses pembelajaran, karakteistik peserta didik yang dihadapi, tujuan pembelajaran, seta cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
                 Dengan demikian, hal prnsip yang harus menjadi bahan pertimbangan pengajar dalam menentukan metode pengajaran adalah mengenai kondisi kelas. Hal ini dimaksudkan agar antara pengajar dan peserta didik terjadi interaksi dialogis, mengembangkan kreativitas peserta didik, dan menghubungkan metode satu dengan lainnya sehingga terbentuk metode yang variatif. Tidak ada metode yang paling baik diantara sekian banyak metode, tetapi dengan metode yang bervariasi akan menolong anak didik untuk lebih memahami materi pengajaran yang disampaikan.
                 Metode merupakan cara untuk memperjelas materi yang disampaikan. Satu hal yang tidak boleh diabaikan adalah bahwa metode tidak boleh menjadi hal utama dengan mengabaikan materi pengajaran. Apalagi dalam pendidikan Kristen, materi yang disampaikan adalah firman Allah. metode pengajaran yang digunakan seharusnya membuat firman Allah dapat dipahami dan dimengerti, bahkan diterapkan oleh peserta didik. Bukan sebaliknya, metodenya bagus, tetapi firman Tuhan yang utama malah belum dimengerti oleh peserta didik. Ada  berbagai metode yang dapat digunakan, antara lain: ceramah, Tanya jawab, diskusi, dialog, demonstrasi, khotbah, eksperimen, peragaan, permainan, dramatisasi, dll.[24]
b.      Dasar Pendidikan Agama Kristen
Dasar PAK menurut Louis Berkhof dan Cornelius Van Til adalah:
1.      Penciptaan : Pendidikan Manusia – Kebutuhan yang Diamanatkan Allah Mungkin tidak ada konsep pendidikan lain yang dapat dengan tepat menggambarkan keunikan karakter pendidikan Kristen selain konsep penciptaan. Ini tidak berarti bahwa konsep penciptaan merupakan konsep dasar dari sistem pendidikan kita; konsep yang paling dasar adalah konsep tentang Allah. Tetapi, gagasan tentang penciptaan lebih aplikatif untuk digunakan sebagai parameter pengukur dibandingkan dengan konsep tentang Allah. Konsep penciptaan langsung berhubungan dengan  konsep diri kita. Konsep ini berhubungan dengan alam semesta yang tampak. Serangan terhadap konsep penciptaan lebih bersifat langsung dan terbuka dibandingkan dengan serangan terhadap konsep Allah.
                 Jika seseorang mempertahankan konsep penciptaan, orang tersebut langsung dianggap sedang mempertahankan konsep yang kini tidak lagi dianut oleh orang banyak. Sebagai pendidik Kristen, kita melihat segala sesuatu secara utuh dan jelas, kita tidak perlu membuat pembelaaan ketika mendidik anak-anak dengan otoritas. Kita juga tidak perlu takut kepada para pengkritik alkitab dan para evolusionis yang akan dapat meletakkan kita pada posisi sulit. Kita tidak akan terlampau kepada perkembangan ilmu pedagogi dan psikologi. Apa yang bisa kita ajarkan dan bagaimana kita bisa mengajar jika bukan dengan otoritas dari Allah dan Kristus?[25]
2.      Kovenan : Kovenan Anugerah
Untuk mendapat pemahaman yang tepat tentang kovenan anugerah, sangat penting bagi kita untuk memiliki beberapa konsep mengenai ide kovenan secara umum. Sulit untuk lolos dari perhatian mahasiswa teologi bahwa, sekalipun elemen-elemen penting dari kovenan anugerah telah ada dalam protevangelium (protevangelium adalah pemberitaan pertama dalam sejarah penebusan mengenai kabar baik keselamatan dalam Kristus, dimana Allah mengatakan bahwa keturunan dari perempuan itu atau Hawa akan memerangi dan mengalahkan tujuan-tujuan jahat iblis: “maka berfirmanlah Allah kepada ular itu: Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya, keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya’Kej 3:14-15”), namun secara formal, penegasannya baru diperkenalkan dalam sejarah pewahyuan. Setelah hampir 20 abad berlalu setelah penciptaan dunia ini, baru Allah secara resmi masuk dalam relasi kovenan dalam Abraham dan keturunannya. Dan terdapat suatu alasan yang benar-benar baik untuk penundaan ini dalam metode relasi ilahi secara umum, dimana yang alami mendahului spiritual, dan realitas spiritual dilahirkan dengan bentuk yang diturunkan dari dunia alami. Dibawah pemeliharaan Allah dari berbagai bentuk kehidupan, dari berbagai interaksi dalam kelompok sosial dan dari perkumpulan diantara manusia, pertama kali telah dikembangkan di dalam kehidupan alami manusia, dan kemudian digunakan oleh Allah sebagai sarana bagi wahyu khusus Allah. Jadi manusia harus menyesuaikan diri dengan ide persetujuan kovenan dulu, sebelum Allah memanfaatkan ide tersebut dalam penyingkapan kebenaran-kebenaran kekal dari kovenan anugerah.
                 Oleh karena itu, di dalam kovenan anugerah, kita menemukan dua pihak yang tidak setara: Tuhan yang tidak terbatas, Pencipta alam semesta mulia karena kekudusanMu menakutkan karena perbuatanMu yang mashyur (Kel 15:11),dan manusia yang terbatas, makhluk hidup dari debu, penuh dosa dan cemar. Tuhan adalah pemilik yang kaya atas semua hal, termasuk manusia. Sedangkan manusia adalah seorang pelayan yang dipercaya mengurus hartaNya. Tuhan memiliki hak untuk menuntut kehidupan, milik, waktu dan pelayan ciptaanNya dan tidak berkewajiban apapun kepada mereka. Sementara manusia berkewajiban untuk memberikan semuanya kepada Tuhan dan tidak berhak menerima upah apapun. Tuhan dapat memberikan kekayaan dan kehormatan dan sukacita yang tidak tertandingi, sementara manusia tidak dapat menawarkan apapun juga bahkan kehidupannya yang hancurdan sering kali disebutnya sebagai miliknya.
                 Anugerah dari kovenan juga terlihat sangat jelas dari segi lain dalam setiap perjanjian terdapat dua elemen, janji dan syarat; dan hal ini juga berlaku pada kovenan anugerah. Elemen-elemen ini menemukan ekspresinya dalam ungkapan yang sering diulang-ulang yaitu: aku akan menjadi Tuhan mereka dan mereka akan menjadi umatKu. Tetapi meskipun ada tuntutan dalam kovenan anugerah, ada banyak janji yang melatarinya: faktanya, semua tuntutannya juga diselubungi dengan janji-janji sorgawi. Dengan kesadaran akan kenyataan yang menyenangkan ini, augustinus berdoa: “Tuhan, berikanlah apa yang Engkau perintahkan, dan perintahkanlah apa yang engkau kehendaki.
                 Janji yang mendasar dari kovenan adalah pengampunan dosa. Dosa menjadi penghalang antara Tuhan dan manusia, yang harus dihilangkan terlebih dahulu. Selama penghalang itu tidak dihalangkan, orang-orang berdosa berada dibawah kutukan, dia tidak mempunyai relasi dengan Tuhan, tidak dapat mendaki bukit kudusNya, dan tidak dapat berdiri dihadapanNya. Persekutuan dengan Tuhan sama sekali tidak mungkin. Tetapi ketika dosa diampuni, kutukan diangkat, jalan ke pohon kehidupan dibuka, dan orang-orang berdosa mendapatkan lagi ketenangan dalam pelukan Bapa di sorga.
                 Hal yang tidak dapat dipisahkan berkenaan dengan anugerah pengampunan Allah adalah anugerah adopsi. Allah mengadopsi orang-orang berdosa ke dalam keluargaNya sendiri, tentu saja hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa pada natur nya mereka ini bukanlah anak-anak Allah. jika mereka adalah anak-anak Allah maka adopsi sama sekali tidak perlu. Orangtua dapat mengadopsi seorang anak, tetapi mereka tidak mengadopsi anak mereka sendiri. Ini adalah berkat yang dibicarakan Yohanes ketika ia berkata: “tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya. (Yoh 1:12). Ini adalah berkat yang membuat Paulus bersukacita, “sebab kamum tidak menerima roh perbudakan yang membuat mereka takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru : “ya Abba, ya Bapa” Rom 8:15. Dengan berkat pengadopsian, berkat lain berjalan bersamaan. Orang-orang berdosa dijadikan anak Allah, bukan hanya secara pengertian hukum dengan cara adopsi, tetapi juga dalam pengertian rohani yaitu lahir baru dan penyucian. Allah melakukan jauh lebih banyak dari pada yang dapat manusia ingin lakukan ketika mereka mengambil seorang anak kedalam keluarganya. Orangtua dapat mengadopsi anak, tetapi mereka tidak dapat merubahnya. Mereka tidak dapat merubah sifat dasar anak, tidak dapat menanamkan cirri bawaan mereka dan tidak dapat membuatnya menyerupai mereka. Allah tidak hanya dapat melakukan ini degnan mudah, tetapi benar-benar dapat menggenapkannya, Ia lebih dulu mengirim Roh AnakNya ke dalam hati para pendosa, yang berseru, “Abba, Bapa”. Ia memulihkan gambar Allah di dalam mereka, memperbaharui hidup mereka dan menciptakan roh ketaatan yang baru di dalam mereka, sehingga sebagai anak-anak yang sesungguhnya mereka jadi ingin bahkan sangat ingin untuk melakukan kehendak Bapa.[26]
3.      Iman
Kita telah melihat masa lampau. Kita telah melihat bahwa Allah telah member manusia program yang  harus dikerjakan. Kita juga telah melihat masa sekarang. Kita telah melihat bahwa program ini sedagn direalisasikan sekalipun dosa yang telah masuk ke dalam dunia. Sekarang secara singkat kita harus melihat masa depan dalam rangka melihat bahwa program yang terlihat sangat lambat di dalam realisasi sekarang, nantinya akan secara utuh direalisasikan.
                 Kita telah melihat ketaatan dan ketekunan iman, sekarang kita harus melihat penglihatan iman seperti Abraham dengan ketaatan iman meninggalkan Ur-Kasdim menuju ke tempat tinggal yang tidak pernah diketahuinya secara pengalaman, dan dia tinggal di tanah perjanjian sebagai pendatang di tanah asing, tidak memiliki sejengkal tanahpun. Seperti inilah kita memandang program kita. Kita sudah menerima perintah Tuhan untuk maju. Terhadap perintah tersebut kita sudah taat. Tetapi pengalaman menunjukkan tidak terlihatnya hasil yang besar dalam waktu singkat. Buah yang diharapkan sejauh ini terlihat sangat kecil. Tetapi kita harus terus maju. Kita semua seperti Abraham yang tidak hanya memanifestasikan ketaatan iman dan ketekunan iman, tetapi juga pengharapan iman.[27]
4.      Otoritas
Secara umum, dapat kita katakan bahwa otoritas adalah hak untuk memerintah dan menuntut ketaatan, atau membuat suatu keputusan berkenaan dengan masalah-masalah yang menjadi perdebatan. Seorang jendral dilapangan menyatakan otoritas, ketika ia memerintah pasukan dan mengatur pergerakan tentaranya, jaksa dalam pengadilan, ketika ia menjatuhkan hukuman pada narapidana yang dibawa kepadanya, dan seorang ahli di suatu bidang pekerjaan, ketika pertanyaan yang sulit diajukan kepadanya berkenaan dengan bidang yang digelutinya.                               Dengarkanlah sedikit kata-kata bijaksana yang tertulis dalam kitab Amsal: “orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya tetapi kekayaan orang berdosa disimpan bagi orang benar; tetapi siapa mengasihi anaknya menghajar dia pada waktunya” (13:22,24) ; “Hajarlah anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau mengingini kematiannya” (19:18) Tetapi guru harus senantiasa sadar bahwa otoritas hukum yang dimilikinya tidak melekat pada orangnya. Dia tidak pernah dapat bertindak seperti autokrat. Seluruh otoritas hukum diturunkan dari Allah dan harus dilaksanakan secara harmonis sesuai dengan kehendak Allah seperti yang diungkapkan dalam firmanNya. Sangat penting bagi guru untuk bukan sekedar mengakui fakta ini dan membiarkan dirinya diatur menurut prinsip disiplin dalam firman Allah, tetapi juga menyampaikan kebenaran yang penting ini kepada murid-muridnya sebagaimana tugasnya untuk melaksanakan disiplin dalam ketaatan kepada Tuhannya. Dia tidak boleh berpuas diri dengan mengatakan pada murid-muridnya bahwa dia mengatur atas nama Tuhan, melalui sanksinya dan tuntutan-tuntutannya, tetapi dia juga harus membuat murid-muridnya merasakannya ketika ia menghukum yang tidak benar. Hal ini mencegah anak-anak menuduhnya bertindak sewenang-wenang dalam hati mereka.
                 Dalam menjalankan otoritasnya, guru harus bertindak sesuai dengan firman Allah. hak orangtua dan guru atas anak-anak mereka itu tidak absolute, tetapi dibatasi oleh hak Allah yang lebih tinggi. Hal ini dinyatakan dalam alkitab. Karena itu, alkitab merupakan standar yang harus mereka pakai untuk memimpin anak-anak yang dipercayakan kepada mereka.
                 Guru harus mengajar anak-anak untuk taat pada otoritas dan menanamkan di dalam diri mereka kasih akan kesucian moral dan kebenaran umum. Dia mungkin telah lama menderita dengan sangat sabar sehingga ia mungkin mengacukan tugas penting yang dipercayakan kepadanya dan hasil kerjanya terbukti berbahaya bagi kehidupan sosial dan kehidupan masyarakat. Mungkin ada beberapa hal yang patut dihargai dalam cita-cita modern untuk mendidik anak-anak supaya mandiri, tetapi pelaksanaannya yang ekstrim mungkin menjadi sumber bahaya yang tidak terhingga. Guru harus bersikap tegas dalam kepemimpinan dan disiplinnya. Kita tidak berdalih untuk menggunakan cambuk tiada henti-hentinya, tetapi kita berpendapat  bahwa disiplin adalah sah di sekolah sama seperti di rumah. Ketika disiplin ditemukan disiplin harus ditegakkan, namun tentunya dengan hati-hati dan bijaksana. Mari kita menjadi lebih bijaksana dari apa yang tertulis dalam firman Allah yang dibuktikan melalui pengalaman selama berabad-abad. Sekarang disiplin ini sangat diperlukan supaya anak-anak taat pada otoritas yang dikehendaki Allah untuk mengatur mereka.[28]
5.      Kehidupan kekal
Harga yang harus dibayar untuk ide pertumbuhan itu adalah keheningan dan perhentian kekal. Anda tidak pernah atau tidak akan pernah memiliki sesuatu yang menyerupai kehidupan yang penuh. Kita sadar bahwa jika kita harus menjadi harmoni dengan Dia menurut caraNya. Karena itu kita yakin bahwa kita mempunyai dan akan mempunyai kehidupan yang penuh.[29]

c.       PAK dalam Perjanjian Lama
               Setiap manusia pada dasarnya mempunyai kesadaran religius bahwa ada sesuatu kodrat ilahi di atas realitas dunia, dan dalam berbagai agama. Pendidikan dimulai ketika agama mulai muncul dalam kehidupan manusia. PAK berpangkal pada persekutuan umat tuhan dalam perjanjian lama. Bangsa yahudi adalah bangsa yang kecil, tetapi kuat, sedikit, tetapi menyebar
ke seluruh dunia, tetapi kemurnian mereka terjaga. Mereka kadang tidak memilki tanah air dan raja, tetapi selalu menonjol dan member pengaruh kuat kepada dunia. Mereka adalah bangsa yang memiliki identitas yang kuat. Mereka merupakan penganut agama yudaisme yang mementingkan ketaatan kepada hukum agama. Mereka menjaga kemurnian pengajaran dari generasi ke genarasi untuk memberi dasar yang teguh setiap tingkah laku dan tindakan.
            Hal yang paling mengesankan dalam budaya yahudi adalah perhatian mereka terhadap pendidikan. Pendidikan menjadi bagian utama dan terpenting dalam budaya yahudi. Semua budaya diarahkan untuk menjadi tempat mendidik para generasi muda yang kelak akan member pengaruh besar. Objek utama dalam pendidikan adalah mempelajari taurat. Allah menggunakan taurat sebagai media pengajaranNya; pertama-tama Allah memperkenalkan diriNya, menyatakan pekerjaan yang telah Dia lakukan keudian mengarahkan pengajaranNya kepada hubungan Allah (pribadiNya) dengan manusia sebagai umatNya,serta manusia denagn manusia selaku umat yang telah dibebaskan dan diselamatkan.[30] Sebagai penyelidikan terhadap alkitab, kitab perjanjian lama menjelaskan secara khusus perihal komponen pembelajaran. Hal yang terkait dengan komponen pembelajaran adalah pendiaik, yaitu para pemimpin Israel yang turut berperan dalam pendidikan, pesera didik,yaitu umat Israel yang menerima pendidikan, kurikulum yaitu materi atau isi pendidikan yang mencakup ketetapan dan peraturan (Ul. 6:1) atau taurat tuhan. Sedangkan komponen pembelajaran yang lain adalah tujuan dan metode.
                 Sebagaimana diuraikan sebelumnya mengenai berbagai komponen proses pembelajaran secara umum, berikut akan dijelaskan pandangan alkitab terhadap berbgai komponen proses pembelajaran, yaitu pendidik, peserta didik ,materi atau isi, serta tujuan dan metode.
                 Tujuan semua komponen tersebut berdasarka visi Allah, yaitu menyelamatkan bangsa bangsa di dunia melalui keteladanan hidup orang ibrani. Semua ini diekspresikan dalam misi allah, pendidik harus dapat mejadi saluran bagi bangsa- bangsa lain selama mengajarkan hukum hukumNya. Dengan demikian, pendidikan bertujuan agar umat Israel takut akan tuhan, tetap memegang ketetapan dan peraturan Allah.
1.    Allah sebagai Pengajar
Alkitab memberikan kesaksian tentang hal itu dari awal sampai akhir. Para bapa leluhur bangsa  Israel, seperti abraham, ishak,dan yakub menjadi pemimpin dan pegajar umat tuhan. Musa pemimpin pengajar umat. Musa menjadi pemimpin yang masyur, dan ia juga mengangkat para penatua bagi umat Israel selanjutnya yosua dan para hakim, beberapa putra harun dan suku lewi,yang dalam pangkat dan fungsinya masing-masing telah ditentukan tuhan menjadi pemimpin umat Israel. Para pemimpin semakin banyak dibutuhkan ketika ada kebaktian dalam bait Allah untuk menyelenggarakan kurban persembahan, untuk musuk dan nyanyian jemaat serta mengajarkan undang undang agama kepada umat Israel. Selanjutnya ada sejumlah rumah sembahyang atau sinagoge juga membutuhkan pemimpin dan pengajar.
               Pengajar dalam perjanjian lama sangatlah kompleks, artinya orang yang berperan langsung sangatlah berbeda. Dalam perjanjian lama, pribadi yang termasuk pengajar adalah Allah sendiri para nabi, hakim, dan pemimpin lainnya. Sebagai sumber dasar dan perinsip kehidupan kristiani, akitab menjelaskan bahwa dalam membimbing manusia untuk lebih mengenal Dia, Allah telah berperan sebagai pendidik. Sebagai pendidik, Dia aktif memberitahukan kebenaran. Kebenaran itu adalah pribadiNya, firmanNya, bahkan perbuatanNya. Dia telah dan sedang berkomunikasi kepada manusia dengan berbagai cara dalam sepanjang sejarah (Ibr 1:1-2).
               Kitab ayub mengemukakan bahwa Dia adalah pendidik yang tiada taranya (Ayub 36:22), dan tidak ada yang dapat mengajariNya (Ayb 21:22; Yes 40:1-4). Sebaliknya, Dia mengajari manusia supaya berpengetahuan (Mzm 94:10), termasuk cara bertani (Yes 28:24-26). Pengajaran Allah dalam sepanjang sejarah manusia dapat kita telusiri sebagai berikut:
a.      Allah mengajar Adam dan Hawa di taman eden (Kej 1-2)
b.      Allah mengajar generasi berikutnya, Kain dan Habel, serta keturunan Adam lainnya (Kej 5:22-24)
c.      Allah mengajar Nuh beserta keluarganya sekalipun ada tantangan dan kejahatan manusia yang parah. Sebagai akibatnya, akhirnya manusia dimusnahkan dengan air bah (Kej 6-8). Lalu Allah memberikan pendidikan dan perjanjian baru bagi Nuh dan keturunannya (Kej 9:1-17). Allah mengajar generasi berikutnya sesudah Nuh sekalipun akhirnya ereka memberontak, dengan klimaksnya mendirikan menara babel (Kej. 11:4)
d.     Allah mengajar Abraham (Kej 12-22)
e.      Allah mengajar umat Israel sejak di Mesir dan dalam perjalanan menuju kanaan, dengan memilih dan mempersiapkan pemimpin dan pendidik, yaitu musa, harun, miriam, yosua, dan kaleb
f.       Allah mengangkat para hakim dan imam sebagai pendidik umat
g.      Allah mengajar umatNya melalui para nabi untuk menyampaikan kehendakNya.
              Pengajaran Allah disampaikan dalam berbagai bentuk, baik melalui perkataan, penglihatan, mimpi atau penampilan nyata yang dapat disaksikan. Allah menyatakan kehadiranNya dengan berbagai cara. Dia berbicara dan manusia menanggapinya, manusia mengeluarkan isi hatinya dan Dia menjawab. Sebagai pengajar atau pendidik, Allah juga memberikan batasan gerak dengan memperingatkan manusia, hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia, tetapi Allah juga memberikan wewenang dan kebebasan kepada manusia sebagai umatNya.
              Sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling mulia, manusia adalah makhluk bertanggung jawab yang diciptakan pada hari terakhir dan dalam kapasitas “imago dei” (gambar Allah). Jadi, manusia sebagai peserta didik atau murid bertanggung jawab atas hal yang ia lakukan. Dalam perjanjian lama, Allah bukan hanya sebagai guru yang mendidik dan melindungi, melainkan juga menyelamatkan. Kitab keluaran 15 merupakan pasal pertama yang mengungkapkan tindakan penyelamatan Allah dalam sejarah Israel.
Seluruh taurat ditulis sebagai pendidikan dasar yang diperlukan umat Allah.                       Dalam kitab ulangan, seluruh pendidikan yang disampaikan Allah kepada Musa diulangi secara singkat, dan menyampaikan kembali kepada umat Israel sebelum mereka masuk tanah kanaan.
2.    Para Nabi sebagai Pengajar
            Menurut Yudas 1:14, daftar para nabi dimulai dari Henokh, keturunan ketujuh dari Adam, yang mengumumkan peringatan mengenai hukuman yang akan datang, mungkin peristiwa air bah. Nubuat ini mungkin digenapi hingga pada hari penghukuman terakhir bila Tuhan kita Yesus Kristus kembali untuk menghukum segala bangsa. Selain itu, dengan jelas Musa ditunjuk sebagai nabi (Ul 18:17-18). Atas perintah Allah, ia telah menulis taurat bagi orang israel. Dalam tulisannya terdapat sejumlah nubuat yang hidup mengenai masa depan. Begitu juga dengan Samuel, hamba Allah yang kuat pada masa hakim-hakim. Ia menjadi pelihat (1 Sam 9:9) sekitar tahun 1000 SM. Samuel memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Allah sehingga ia dapat menangkap maksud ilahi bagi bangsa Israel. Samuel juga dianggap sebagai nabi. Pada zaman Samuel sejumlah nabi menjadi besar dan Samuel diakui sebagai pemimpinnya (1 Sam 10:5-11; 19:2-14). Sebelum zaman kerajaan, seorang nabi biasanya mempunyai jabatan sebagai pemimpin (Musa) atau hakim (Samuel). Kegiatan utama mereka berhubungan dengan kepemimpinan, tetapi pada awal masa kerajaan, nabi tidak langsung  menjadi pemimpin kerajaaan, tetapi sebagai suara Allah.
                 Pada awal abad 9 SM, Elia dan Elisa menjadi nabi dan pemimpin besar di Kerajaan Israel (utara), yang pada masa pergolakan penyembahan abad ke-9 hingga penghabisan abad itu. Ia melihat bangsa itu berada di bawah penghukuman Allah. Dengan bersemangat ia mengumumkan pemerintahan dan berkata tentang hari Tuhan, baik yang akan terjadi segera maupun yang masih jauh.
                 Kemudian datanglah nabi yoel, mungkin pada pertengahan abad
ke-9 hingga penghabisan abad itu. Ia melihat bangsa itu berada dibawah penghukuman Allah.  dengan bersemangat ia mengumumkan pemerintahan dan berkata tentang hari Tuhan, baik yang akan terjadi segera maupun yang masih jauh. Kemudian nabi yunus datang dengan berita yang menunjuk kepada sifat keistimewaan pemerintahan ilahi bagi niniwe dan umat Israel. Ia menegur sikap fanatik bangsa ibrani yang menyendiri sebagaimana ditunjukkan dalam dirinya. Pelayanannya berlangsung pada permulaan abad ke-8 SM.
                 Amos, sekitar tahun 780 SM, sangat menyadari keadaan rakyat saat itu sebagai suatu bangsa. Ia menyampaikan berita yang menegur penyembahan berhala di Betel, kerajaan Israel utara, dan mencela dosa-dosa yang telah menjadi dosa nasional karena pengaruhnya yang tersebar luas. Selain itu, pertanggung jawaban yehuda dan bangsa di sekitarnya terhadap pemerintahan ilahi juga ditekan.
                 Hosea, yang memulai pelayanannya sekitar tahun 745 SM, menyatakan hubungan Yehowa kepada bangsa Israel dengan pengalaman pribadinya yang sangat menyedihkan. Ia menekankan ketidaktaatan dan perzinahan rohani umat Israel dengan gamblang.
                 Yesaya, nabi “injil” yang besar dan terutama, menjadi pemberita theokrasi yang melayani yehuda, mungkin sejak 740 hingga 698 SM. Ia menubuatkan kejatuhan bangsa itu yang tidak sampai menepati perjanjiannya. Namun, ia juga melihat lebih dahulu pekerjaan penebusan yang mulia dari “hamba Allah” dan segala kemuliaan kerajaanNya yang akan datang.
                 Mikha, yang hidup sezaman dengan Yesaya, menyalahkan para penguasa Yehuda yang curang dan berkhianat. Ia juga mengumumkan pelantikan orang benar. Zefanya, mungkin merupakan keturunan keempat raja hizkia. Sementara pemerintahan yosia menyatakan kekerasan dan kebaikan Tuhan, ia melayani dengan baik sambil menunjukkan bahwa sifat-sifat ini tidak saling bertentangan, tetapi malah saling melengkapi.
                 Yeremia (626-585 SM) adalah juru bicara di yehuda pada masa kesengsaraan dan malapetaka meliputi seluruh bangsa. Sekalipun mengalami pengasingan, salah paham, aniaya, dan penderitaan jasmani, ia tetap mengumumkan celaan dan peringatan kepada Yehuda. Dengan gagah berani ia menjalankan pelayanannya sehingga ia melihat penggenapan berbagai nubuat penghukuman itu. Seratus tahun kemudian, nahum (625-612 SM) melengkapi berita yang dibawa yunus dan menubuatkan keruntuhan mutlak niniwe, yang telah dilepaskan dari kebinasaan karena pemberitaan yunus, nabi yang sempat tidak taat untuk sesaat.
                 Habakuk (610-605 SM) adalah wakil pada masa penjajahan kasdim yang hidup sezaman dengan yeremia. Ia sangat dibingungkan oleh berbagai keadaan pada zamannya. Namun oleh karena Tuhan memperlakukan ia dengan penuh kesabaran, ia keluar sebagai seorang beriman dan mengumumkan solusi masalah ini kepada bangsa itu. Obaja, sedikit sukar untuk menentukan tempat obaja menurut perhitungan waktu. Namun dalam hal ini, kita menggolongkan ia hidup sezaman dengan Yehezkiel (586). Berita yang ia sampaikan berkaitan dengan sikap bangsa edom yang suka membalas dendam terhadap Israel. Ia mencela sikap itu dan menubuatkan penghukuman terhadap bangsa yang tamak. Yehezkiel bernubuat di Babel (593 SM). Ia mengakui kemuliaan Allah, baik penghukumanNya atas bangsa yang tidak setia maupun dalam janji pemulihan akhir bangsa Yehuda dan perwujudan seluruh berkat atas kerajaan theokratis itu.
                 Daniel (605-536 SM) bernubuat di babel. Daniel adalah nabi pengharapan dalam masa yang gelap karena orang yehuda telah ditawan di negri yag jauh dari yerusalem. Namun demikian, nabi Daniel menyatakan kemenangan dan kemuliaan bangsa Israel dalam masa yang akan datang. Kedua hal ini menggairahkan pembangunan kembali bait Allah. Namun pewahyuan Allah kepada Zakaria meluas ke berbagai peristiwa tentang hari-hari terakhir masa kesengsaraan Israel dan pemulihannya yang terakhir. Maleakhi, suara nabi yang terakhir dalam perjanjian lama, mencela keburukan dan kemunafikan agama yang penuh dengan mencela keburukan dan kemunafikan agama yang penuh dengan upacara, tetapi tidak mempunyai kuasa. Beritanya berakhir dengan nubuat tentang kedatangan “surya kebenaran” yaitu Mesias. Seseorang dapat menjadi nabi melalui panggilan Allah, tanpa membedakan suku. Ada orang yang mempunyai panggilan jelas untuk melaksanakan tugas sepanjang hidupnya, seperti Elisa, Yesaya, Yehezkiel, dan Yeremia. Namun adapula nabi yang mungkin hanya sesekali bertugas. Seorang imam juga dapat menjadi nabi, misalnya Yesaya dan Yehezkiel. Ada juga nabi yang menjadi seorang raja, seperti Daud yang dipakai Tuhan untuk menyampaikan firmanNya, hal ini terutama tampak dari kitab Mazmur. Kuasa nabi bergantung langsung pada hubungannya dengan Allah. Nabi adalah suara Allah. Orang yang menghargai Tuhan akan menghargai nabi tersebut. Namun ketika seorang nabi harus menghadapi seorang raja yang jahat, hanya Tuhanlah yang akan melindungi mereka. Oleh karena nabi ada di luar sistem pemerintahan, ia sering dipakai Allah untuk mengkritik kelakuan raja dan para imam.
                 Lima pengajar yang menjadi bagian penting dalam staf sinagoge dan yang mengklasifikasikan kewajiban guru adalah :
1.      Ahli taurat, yaitu orang yang mempelajari taurat musa dari hari ke hari dan mengajarkan kepada rakyat umum. Mereka sangat disegani rakyat. Mereka dianggap sebagai utusan Allah, “orang-orang alim” yang dipuji para malaikat di sorga
2.      Rabi, yaitu para mahaguru termasyhur, dipuji sebagai orang-orang alim yang sempurna.
3.      Orang bijaksana, contoh nya Salomo.
4.      Para imam
5.      Kaum pria dewasa

A.2. Pertumbuhan Iman dan Perilaku
     Pertumbuhan iman adalah suatu proses dimana seseorang sudah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya (Yohanes 1:12), diberi kuasa jadi anak Allah, lalu rindu mendengar, menerima dan memahami kebenaran Firman Allah dalam hidupnya setiap hari (1 Korintus 10:17), selanjutnya di dalam diri orang tersebut, kebenaran Firman Tuhan mengakar dan bertumbuh hingga dapat menghasilkan buah yang sesuai dengan kehendak Allah (Matius 3:8). Nacy Poyah mengatakan dalam bukunya bahwa:“Hidup di dalam iman kepada Kristus bagaikan tunas yang baru, terus bertumbuh dan berbuah. Bertumbuh dalam pengenalan yang benar akan Allah, sehingga hidup umat berkenan kepada Allah dalam segala hal dan terus mengarah kepada Kristus (Efesus 4:13-16). Berbuah dalam kesaksian hidup yang baik, untuk memuliakan namaNya (Yohanes 15:7; Efesus 2:10)”.[31]
              Menurut J. Fowler Ada empat (4) tahap pertumbuhan iman anak menurut usianya masing-masing antara lain :
              Usia 0-3 tahun ialah tahap kepercayaan elementer awal. Kepercayaan pada tahap ini belum terdiferensiasikan, Karena diposisi preverbal si bayi terhadap lingkungannya belum dirasakan dan  disadari sebagai hal yang terpisah dan berbeda.
              Usia 4-6 tahun disebut kepercayaan intiutif-proyektif. Pada tahap ini daya imajinasi dan dunia gambaran sangat berkembang, walaupun si anak belum memiliki kemampuan operasi logis yang mantap.Daya imajinasi dan gambaran-gambaran tersebut dapat dirangsang oleh cerita, gerak, isyarat, upacara, simbol-simbol dan kata-kata. Kemampuan untuk membedakan prespektif diri sendiri dan prespektif orang lain sangat terbatas.
              Usia 7-12 tahun, pada usia ini disebut kepercayaan mistik harafiah. Imajinasi dan gambaran masih berpengaruh kuat, namun mulai muncul operasi-operasi logis yang melampaui tingkat perasaan dan imajinasi sebelumnya. Mulai membedakan prespektif diri sendiri dan prespektif orang lain, serta memperluas prespektifnya dengan mengambil alih prespektif orang lain.
              Usia 13-17 tahun disebut kepercayaan sintesis-konvensional. Pada tahap ini si anak mulai berpikir abstrak. Remaja biasanya mengalami suatu perubahan radikal dalam cara memberi arti. Remaja mulai mengambil alih pandangan pribadi orang lain menurut pola pengambilan prespektif antar pribadi secara timbal  balik. Remaja berjuang menciptakan suatu sintesis dari berbagai keyakinan dan nilai religious yang dapat mendukung proses pembentukan identitas diri
No
Usia
Tahap
Perilaku/uraian
1
0-3 tahun
 Belum dapat membedakan
-
2
4-6 tahun
Proyeksi dan intuitif
-     Gabungan imajinasi pengalaman   dan belief.Cerita-cerita dari orang tua, membentuk gambaran tentang Tuhan (irasional)
3
7-12 tahun
Mistik harafiah
-         Cerita-cerita ajaib digunakan untuk menyampaikan makna spiritual (mulai rasional). Kisah-kisah agama ditafsirkan secara harafiah
-      Simbol-simbol mempunyai arti yang khusus
4
13-17 tahun
Tiruan dan konvensional (sudah mulai berpikir abstrak)
Imannya menyesuaikan diri dengan iman orang lain
-        Penyesuaian diri tersebut membentuk perilaku
Fokus masa ini adalah hubungan dengan orang lain

            Menurut Rudolf H. Pasaribu, iman adalah “ Sikap atau respons manusia terhadap perbuatan Allah dan firman-Nya yang ditandai dengan kesetiaan, kesungguhan dan ketetapan hati. Menurut Pasaribu, Iman hanya terarah pada Allah yang intinya menerima dan mengakui keMahakuasaan Allah yakni karya penyelamatan Allah sepanjang sejarah, sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab.[32] Pengakuan dan penerimaan tersebut adalah berasal dari hati nurani yang ditandai dengan kesetian, kesungguhan, kebulatan tekad untuk mengakui Allah sebagai pencipta dan penyelamat dunia walaupun banyak hal yang merintangi.
            Menurut K. Rieder, iman adalah kepercayaan akan seluruh karya penyelamatan Allah yang sungguh diluar batas jangkauan manusia .[33] Lebih lanjut oleh Dr.  Dieter Becker mengatakan bahwa iman adalah “kepercayaan dan pengharapan,[34] suatu hal yang benar mengikat pemikiran”. Allah adalah pencipta dunia dan segala isinya. Ia telah memilih bangsa Israel menjadi bangsa pilihan-Nya. Ia telah menyertai dan menyelamatkan mereka. Karya penyelamatan Allah tersebut terus di kerjakan-Nya melalui Yesus Kristus yang mendamaikan seluruh manusia kepada Allah. Seluruh karya penyelamatan Allah ini dikerjakan-Nya jauh sebelum kita lahir. Namun hingga kini  kita masih mengimani berita tersebut, kita harus mempercayai walaupun hal itu secara logika sulit diterima, kita harus sungguh-sungguh mengakui semuanya sebagai pekerjaan Allah dalam kekuasaan-Nya.Hal itu tidak hanya mengikat pemikiran kita melainkan sikap kita, respon kita terhadap Allah yang kita imani.
            Sementara menurut Gerard O’Collins dan Edward G. Farrugia menjelaskan bahwa iman adalah kebenaran objektif, yang diwahyukan, yang dipercaya atau penyerahan diri secara pribadi pada Allah.[35] Lebih lanjut dijelaskan bahwa dengan iman kita meyakini kebenaran mengenai pewahyuan ilahi yang definitif dalam diri Kristus (Yoh.20:31;Rom.10:9),dengan taat mengikatkan diri kita (Rom.6:8;Ibr.11:1). Hal yang sama dikatakan oleh Dr.R.Soedarmo dengan mengatakan bahwa iman adalah percaya, dan percaya merupakan karunia yang dari Allah .[36] Oleh sebab itu, oleh R. Soedarmo menjelaskan bahwa kepercayaan merupakan dasar dari segala sesuatu  yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibr 11:1). Lebih lanjut Soedarmo menjelaskan bahwa kepercayaan tidak hanya mengetahui melainkan juga menyerahkan diri kepada Yesus Kristus dan mengikuti Nya. Iman harus disertai dengan perbuatan.
            Berdasarkan defenisi tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa iman merupakan keputusan  seseorang yang keluar dari lubuk hati yang dalam untuk percaya dan berpengharapan teguh kepada Tuhan serta berperilaku sesuai dengan kehendak Tuhan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Dr. Harun Hadiwijono dengan mengatakan bahwa iman artinya memegang teguh.[37] lebih lanjut oleh Harun Hadiwijono menjelaskan bahwa dalam Perjanjian Lama orang Israel telah menaruh iman kepada Allah, yakni berpegang teguh pada janji Allah, yakni keselamatan. Dengan iman, orang Israel mengimani dan mempercayai segala janji Allah. Sementara dalam Perjanjian Baru, menurut Harun Hadiwijono, Iman merupakan kepercayaan orang kristen untuk mengimani dengan segenap kepribadian dan cara hidupnya kepada janji Allah bahwa ia di dalam Yesus Kristus telah mendamaikan orang berdosa dengan diri-Nya sendiri sehingga segenap hidup orang  beriman dikuasai dan dikendalikan oleh keyakinannya itu.
            Sebagaimana kita ketahui bahwa janji Allah tidak hanya sebatas hidup di dunia ini melainkan meliputi kesudahan dunia  yaitu menyangkut masa depan manusia untuk selama-lamanya. Oleh karena itu, beriman kepada Allah berarti mengimani, tidak  hanya dengan akal atau dengan kata-kata, melainkan dengan segenap kepribadian dan cara hidup. Yang diimani adalah segala janji Allah yang telah dinyatakan-Nya. Hal ini secara tegas dikatakan oleh Harun Hadiwijono dengan mengatakan :
“Barangsiapa yang beriman dengan segenap hidupnya dikuasai oleh janji-janji Allah. Hal itu umpamanya tampak di dalam hidup Abraham. Tuhan Allah berjanji bahwa ia akan dijadikan berkat bagi para bangsa. Ia percaya dan mengimani janji Allah itu. Karena itulah ia pergi meninggalkan orang tua dan tanah airnya ke negeri yang ia sendiri belum mengetahuinya, untuk hidup seluruhnya di bawah naungan kuasa janji itu”.[38]

            Berdasarkan defenisi iman yang dikemukakan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa iman merupakan suatu respon manusia atas karya penyelamatan Allah bagi semua orang. Dengan iman orang dapat mengakui bahwa Allah mampu bertindak dalam hidupnya. Oleh sebab itu, maka dapat dikatakan bahwa orang benar akan hidup hanya karena imannya. Iman memegang peranan penting dalam hidup manusia.Ia sendiri pengendali, pengarah dan yang memotivasi manusia untuk bertindak. Iman memiliki tempat yang sangat sentral dalam hidup manusia. Oleh karena itu, iman perlu dibina bagi setiap orang Kristen sejak dari usia dini hingga pada akhir hayat supaya ia dapat berakar, bertumbuh dan berubah dalam iman. Keberadaan tersebut ialah adanya pengertian yang jelas bagi seseorang tentang imannya. Ia memiliki dasar iman yang jelas. Karenanya, ketika ia ditantang oleh berbagai pengertian dan pemahaman yang berbeda, ia dapat teguh dalam imannya. Karena keteguhannya dalam iman, maka segala aspek perilakunya mencerminkan bahwa ia adalah seorang Kristen.

A.  3. Perilaku
            Dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi kedua dikatakan bahwa perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.[39] Dari defenisi tersebut, perilaku dianggap sebagai segala sesuatu oleh individu atau pribadi manusia akibat rangsangan yang timbul baik dari dalam dirinya maupun dari lingkungan. Rangsangan yang menyebabkan perilaku yang berasal dari dalam diri dapat berupa motif atau motifasi. Menurut M. Ngalim Purwanto, motif adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu.[40] Lebih lanjut dikatakan bahwa motif dalam diri setiap manusia mempunyai fungsi sebagai  berikut:
a.    Mendorong manusia untuk berbuat dan bertindak.
b.    Menentukan arah perbuatan.
c.    Menyeleksi perbuatan.[41]
            Sementara tentang perilaku, Oleh Ngalin Purwanto mendefenisikannya sebagai segala kegiatan, tindakan, perbuatan manusia baik yang kelihatan, yang disadari maupun yang tidak disadari. Lebih lanjut dijelaskan bahwa perilaku tersebut mencakup cara berbicara, berjalan, berpikir atau mengambil keputusan, caranya melakukan sesuatu, caranya bereaksi terhadap segala sesuatu, baik yang datang dari luar dirinya maupun dari dalam dirinya sendiri.[42]
            Perilaku manusia bersifat dinamis, akan tetapi untuk mengubah perilaku seseorang membutuhkan suatu proses yang lama. Malary M. Collins dan Don H. Fontenelle mengatakan bahwa “perilaku dapat berkembang secara bertahap melalui proses yang berlangsung selama berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.[43] Karena itu dalam proses modifikasi perilaku berlaku pada proses yang sama, perbaikan akan terjadi melalui proses  yang bertahap. Perilaku dapat berubah jika ada sesuatu yang mempengaruhi individu tersebut. Manusia dapat mengubah caranya berbicara, caranya berpikir, dan caranya bertindak jika ada yang memotifasi dan yang mendorongnya untuk berubah.
            Oleh Oemar Hamalik mengatakan bahwa perilaku manusia terdiri dari dua unsur, yaitu: Pertama: Objek dan kedua, unsur subjektif. Lebih lanjut dijelaskan bahwa unsur objektif merupakan unsur motorik atau jasmaniah, kelihatan melalui gerak tubuh, aktifitas setiap saat; sedangkan unsur subjektif merupakan unsur rohaniah, berhubungan dengan suasana hati dan pikiran seseorang  yang pada hakikatnya mempengaruhi unsur objektif. Oemar Hamalik juga mengatakan bahwa perilaku manusia adalah hasil belajar. Manusia dalam hidupnya senantiasa belajar, Baik dari orang lain, informasi (buku-buku, majalah, media informasi) maupun dari pengalaman. Setelah manusia melakukan proses belajar maka ia menghasilkan suatu tindakan baru sesuai dengan  yang telah ia pelajari.[44]
            Hal yang sama juga dikatakan oleh Dr. Dimyati dan Drs. Mudjiono dengan mengatakan bahwa “perilaku merupakan hasil proses belajar”.[45] setiap orang akan terus-menerus belajar dan juga memperbaiki hasil belajarnya yang mana hal itu dapat terlihat dari perilakunya. Perubahan perilaku sebagai  hasil belajar kita dapat temukan dalam berbagai aspek kepribadian, seperti pengetahuan, pemahaman, kebiasaan, keterampilam, apresiasi, gerak, dan sebagainya. Namun apabila dalam  hasil belajarnya terdapat adanya hal-hal yang mendukung perilakunya sebelum ia belajar, maka perilaku tersebut akan terus dipertahankan, dikembangkan sehingga menjadi kebiasaan dan budaya sendiri atau menjadi ciri pertumbuhanistiknya.
            Lebih lanjut oleh Dr. Oemar Hamalik mengatakan bahwa ada beberapa unsur yang menjadi ciri setiap perubahan perilaku sebagai hasil belajar , yaitu:
1.      Tingkah laku dimotivasi. Seseorang perlu dibuat sesuatu karena ada tujuan yang hendak dicapainya. Perubahan perilaku tersebut dimulai dari dalam diri pribadi yang bersangkutan yakni adanya kebutuhan yang memotivasinya untuk bertindak.
2.      Tingkah laku bermotivasi adalah tingkah laku yang sedang terarah pada tujuan. Setiap perilaku  yang bermotivasi akan diarahkan pada pencapaian tujuan, sehingga akan menimbulkan kepuasan dan kesenangan.
3.      Tujuan  yang disadari oleh seseorang mempengaruhi tingkah lakunya dalam upaya mencapai tujuan tersebut. Seseorang melakukan suatu tindakan hanya untuk mencapai kebutuhannya, kekurangannya yang disadari setelah ia belajar.
4.      Lingkungan menyediakan kesempatan untuk bertingkah laku tertentu. Hal ini berarti bahwa lingkungan merupakan unsur yang harus diperhatikan untuk membentuk perilaku seseorang. Pembinaan yang telah dilakukan baik melalui pendidikan setelah untuk membina perilaku. Seseorang harus terus dibina sebab bisa saja berubah karena hasil belajarnya dari lingkungan.
5.      Tingkah laku dipengaruhi oleh proses-proses dalam organisme. Persepsi, pengalaman, dan konsepsi yang dimiliki seseorang dapat dipengaruhi perilakunya terhadap aspek-aspek tertentu dari lingkungannya.
6.      Tingkah laku ditentukan oleh kapasitas dalam diri seseorang. Kapasitas perkembangannya.

Lebih lanjut Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu:
1.    Perubahan yang disadari dan disengaja (intensifional). Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasil, individu yang saling terkait dalam dirinya sudah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya bertambah bertambah atau cara meningkatkannya, bandingkan sebelum dia sedang belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia eksis dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh nilai pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan psikologi pendidikan.
2.    Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu). Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada suatu kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah terjadi sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah berkembang itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan guru berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang "Hakekat Belajar". Ketika dia mengikuti perkuliahan "Strategi Belajar Mengajar", maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang "Hakekat Belajar" akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran perkuliahan "Strategi Belajar Mengajar".
3.    Perubahan yang fungsional. Setiap perubahan perilaku yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa depan. Contoh: seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mengenalkan dan mengembangkan perilaku diri sendiri serta membuat dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.
4.    Perubahan yang penting positif.  Perubahan perilaku yang terjadi normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan dalam bahasa Prosa Belajar Mengajar tidak perlu dipikirkan perbedaan-perbedaan individu atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip - prinsip perbedaan individu maupun Prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru.
5.    Perubahan yang penting aktif. Untuk menghasilkan perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif melakukan perubahan. Misalnya, siswa ingin mendapatkan pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa yang aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan sebagainya.
6.    Perubahan yang tidak pemanen. Perubahan perilaku yang dihasilkan dari proses belajar dan menetap menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, siswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan komputer komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.
7.    Perubahan yang wajib dan terarah. Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka panjang maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam jangka pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sementara tujuan jangka panjang dia ingin menjadi guru yang kuat Yang sedang tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
8.    Perubahan perilaku secara keseluruhan. Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar mendapatkan pengetahuan semata, melainkan termasuk pula dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang "Teori-Teori Belajar", disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang "Teori-Teori Belajar", dia juga memberikan sikap terhadap guru "Teori-Teori Belajar". Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan "Teori-Teori Belajar".
Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk:
1.         Informasi verbal ; Yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya.
2.         Kecakapan intelektual ; Yaitu melatih individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan ( diskriminasi ), pengertian konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam.
3.         Strategi kognitif ; Kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu cara mengendalikan ingatan dan cara - cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada proses pemikiran.
4.         Sikap ; Yaitu hasil pembelajaran yang merupakan kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan dalam hal suatu benda atau peristiwa, didalamnya ada unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
5.         Kecakapan motorik ; Lah hasil belajar yang sedang kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh.
Sementara itu, Moh. Surya (1997) mengemukakan hasil belajar akan tampak dalam:
1.         Kebiasaan; Seperti: peserta didik belajar bahasa berkali-kali memanfaatkan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
2.         Kata; Seperti: menulis dan perawatan raga yang mana sifatnya motorik, keterampilan-latihan itu butuh koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.
3.         Pengamatan; Proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.
4.         Berfikir asosiatif; Berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan yang lain dengan menggunakan daya ingat.
5.         Berfikir rasional dan kritis menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan seperti "bagaimana" ( how ) dan "mengapa" ( mengapa ).
6.         Sikap yang cenderung menetap dengan cara yang baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.
7.         Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
8.         Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu).
9.         Perilaku afektif perilaku yang berhubungan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, sudah-adalah dan sebagainya.
Sedangkan menurut Bloom, perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dari perubahan dalam kawasan (domain) kognitif, afektif dan psikomotor, bisa dicermati aspek-aspeknya.
Dari uraian di atas nyata bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh “nilai-nilai” yang dianut oleh seseorang. Nilai-nilai tersebut diperoleh sebagai hasil belajar sehingga dapat memungkinkan untuk berkembang menjadi tradisi atau kebiasaan, Berubah kearah yang lain sesuai dengan keinginan atau kebutuhannya. Perilaku seseorang dikendalikan oleh motif-motif tertentu yang lahir dari dalam diri seseorang.

B.   Konteks PAK Di Sekolah
1. PAK di Sekolah
            Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua dikatakan bahwa sekolah artinya, pertama bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi mata pelajaran, kedua, waktu atau pertemuan ketika murid-murid diberi pelajaran, ketiga, usaha untuk menuntut ilmu kepandaian atau ilmu pengetahuan.[1] Sementara oleh Iris V.Cully mengatakan bahwa” Sekolah adalah lingkungan dimana anak-anak dari setiap generasi diajarkan tentang apa yang diharapkan dan dituntut oleh suatu kebudayaan “.[2] Dari kedua pendapat tersebut nyata bahwa sekolah merupakan tempat berlangsungnya proses belajar mengajar antara guru dan siswa. Sekolah menjadi salah satu wadah untuk membimbing, mendidik, melatih, membina setiap generasi untuk berkembang sesuai dengan harapan masyarakat, keluarganya dan sekaligus mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh masing-masing individu.
            Di Sekolah seseorang dibina, dididik dan diarahkan untuk mengenal dan betindak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut masyarakatnya. Harus diakui bahwa masyarakat mempunyai suatu sistim nilai yang tertinggi dan harus dikatakan sehingga seseorang harus dapat hidup dengan damai dalam memperoleh pendidikan yang cukup lama mulai dari Taman Kanak-Kanak hingga perguruan tinggi. Juga dalam sekolah seseorang akan memperoleh berbagai materi pelajaran yang begitu banyak sesuai dengan tingkah pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini sangat ditegaskan oleh Daniel Nuhamara dengan mengatakan bahwa” peranan yang khas dari sekolah adalah tempat dimana proses belajar mengajar dalam arti formal terjadi secara sistimatis dan dalam waktu yang cukup lama”.[3]
            Dari uraian di atas nyata bahwa sekolah mengajarkan berbagai bidang pelajaran bagi para siswa sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam konteks kita di Indonesia, salah satu kebutuhan masyarakat yang sangat penting adalah kehidupan keagamaan. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga hal ini sangat memungkinkan pelaksanaan pendidikan agama di sekolah sebagai kegiatan resmi. Salah satu pendidikan agama yang diajarkan di sekolah adalah pendidikan Agama Kristen. (Bandingkan dengan BAB I huruf A)
            Dengan pelaksanaan PAK di sekolah sangat membantu perkembangan pengertian, pemahaman siswa akan ajaran Agama Kristen. Sekolah tidak hanya sebagai tempat mengajarkan berbagai jenis ilmu pengetahuan, tetapi juga tempat dimana peserta didik memperoleh pendidikan tentang ‘takut akan Tuhan’. Apabila jika ditinjau dari segi waktu pendidikan sekolah, sangat memungkinkan PAK
diajarkan dengan baik, terencana, terarah, dan sistematis, sehingga siswa dapat mengerti dan memahami secara sadar dan bertanggung jawab.
            Menurut Homrighausen dan Inklaar, pelaksanaan PAK di sekolah memiliki dampak positif yaitu:
1.      Dengan jalan ini gereja dapat menyampaikan Injil kepada banyak orang. Sekolah dijadikan sebagai lapangan penginjilan .
2.      Anak-anak dapat menerima PAK di sekolah akan menyadari bahwa pendidikan umum dan Pendidikan Agama Kristen di sekolah bukanlah dua hal yang bertentangan, tetapi sebalikya keduanya saling terkait.
3.      Dapat membantu gereja untuk mewariskan nilai-nilai kristiani kepada peserta didik tanpa mengeluarkan biaya yang besar dari gereja untuk menyelenggarakan pendidikan sendiri.
4.      PAK dapat membantu Negara dalam membina warga negara untuk beriman dan bertagwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.[4]
            Berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen di sekolah adalah untuk membantu para peserta didik bertumbuh dalam iman, memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang iman kristiani yang dipercayainya secara baik. Selain siswa diajarkan berbagai bidang ilmu pengetahuan, juga diajar tentang relasinya dengan Tuhan , sesama dan alam sekitarnya.

2. Peranan Guru PAK Dalam Pembelajaran di Sekolah
            Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah terdapat dua kelompok manusia yang saling berperan yaitu guru dan siswa atau peserta didik. Guru merupakan salah satu faktor utama dalam kegiatan belajar mangajar. Guru sebagai pelaksana kegiatan mengajar di sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa memegang peranan penting untuk memberhasilkan kegiatan belajar mengajar. Menurut B.S.Sidjabat ada 3 (tiga) tanggung jawab seorang guru yang bertindak sebagai pengajar yaitu:
1.      Berupaya untuk mentrasfer pengetahuan atau pandangan, keyakinan, dogma, dokrin atau teologia yang dimiliki, kepada peserta didiknya. Guru harus mempunyai pengetahuan yang memadai, pengalaman yang cukup, ketrampilan mengajar agar ia mampu memberikan pengajaran dengan baik. Guru dianggap sebagai pengajar yang mempunyai kompetensi, otoritas dan kemampuan menguasai seluruh materi pelajaran yang diajarkan .
2.      Berusaha untuk menolong peserta didiknya sedemikian rupa sehingga dapat menemukan konsep diri secara benar. Konsep diri yang dimaksud adalah pemahaman seseorang akan dirinya, hakikatnya sebagai seorang pelajar. Dengan konsep diri yang benar peserta didik diharapkan memiliki kesadaran diri terhadap kelemahan, kekurangan, kelebihan, kekuatan atau potensi yang ia miliki.
3.      Berusaha untuk mengelola atau mengatur situasi sedemikian rupa sehinnga peristiwa belajar dapat terjadi. Guru dalam hal ini menjadi pembimbing yang memberi dorongan, semangat, menyiapkan suasana belajar yang bersahabat, tenang, sejuk sehingga siswa memiliki motivasi untuk belajar.[5]
            Dari ketiga tanggung jawab guru tersebut di atas dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah maka kita dapat mengetahui bahwa guru sangat memegang peranan penting. Keberhasilan belajar siswa sangat dipengaruhi oleh peranan guru. Peranan tersebut harus disadari oleh setiap guru, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik. B.S. Sidjabat mengatakan bahwa berdasarkan ketiga tanggung jawab guru sebagaimana disebutkan di atas, maka dalam kegiatan belajar mengajar guru memiliki peranan sebagai berikut:
1.    Sebagai seorang ahli
2.    Sebagai motivator
3.    Sebagai fasilitator
4.    Sebagai pemimpin
5.    Sebagai komentator dan komunikator
6.    Sebagai agen sosialisasi
7.    Sebagai pengajar.[6]
            Lebih lanjut Beliau menjelaskan bahwa peranan guru sebagai seorang ahli diharapkan untuk memiliki kompetensi mengajar yang baik, mempunyai pengetahuan yang relatif  banyak tentang apa dan bagaimana materi pelajaran yang diajarkan. untuk itu guru senantiasa meningkatkan kualitas pengetahuan. Guru juga harus mampu membantu peserta didik untuk belajar maksimal dengan meningkatkan gaya belajar yang bermotivasi.
            Peranan Guru sebagai motivator sangat membantu peserta didik untuk terus menerus samangat belajar. Guru berupaya untuk memberi rangsangan, membangkitkan semangat, menggerakkan minat untuk melakukan perbuatan belajar. Peserta didik harus disemangati supaya ia tidak pernah merasa bosan, jenuh dan menghentikan kegiatan belajar. Guru senantiasa menciptakan suasana yang konduktif bagi siswa untuk mendorongnya, memberi semangat yang tinggi untuk belajar.
            Sebagai fasilitator, guru harus menyiapkan sarana dan prasarana yang menunjang keberhasilan kegiatan belajar mengajar, menyediakan berbagai media pengajaran, menciptakan kondisi emosional dan sosial yang bermanfaat bagi kegiatan belajar siswa. Guru juga harus menyiapkan waktu untuk mengadakan konsultasi dengan peserta didiknya. Dengan demikian guru berupaya membantu para peserta didik untuk merencanakan kegiatan belajarnya, membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang merintanginya untuk belajar.
            Guru sebagai pemimpin bertindak untuk mengelola terjadinya kegiatan belajar mengajar. Guru harus berusaha untuk menjadikan dirinya sebagai bagian dari kegiatan belajar siswa. Sebagai pemimpin, ia harus memiliki relasi dan interaksi yang baik dengan peserta didik. Guru juga merencanakan proses belajar mengajar yang baik, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Kedua hal tersebut menjadi tanggung jawab guru dalam perannya sebagai pemimpin.
            Peranan guru sebagai komentator dan komunikator adalah dua hal yang saling terkait. Guru harus mampu memberikan kritik dan informasi secara tepat dan jujur untuk mendorong siswa memperbaiki cara belajarnya secara baik. Setiap peserta didik memiliki respon yang berbeda terhadap setiap kritikan yang diberikan kepadanya. Ada siswa yang menerima dengan senang hati dan berusaha untuk meningkatkan cara belajarnya sesuai dengan yang diharapkan. Namun tidak dapat disangkal bahwa masih ada siswa yang tidak senang dengan kritikan orang lain, sehingga ia merasa jengkel, dan bahkan kehilangan semangat. Oleh karenanya seorang guru harus komunikator artinya memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. Guru mampu menyampaikan kritikan dengan bahasa yang tidak menyinggung, tidak menekan perasaan orang lain sehingga tidak menimbulkan kebencian bagi yang mendengarnya.
            Peranan guru sebagai agen sosialisasi bertujuan untuk menciptakan interaksi edukatif bagi peserta didiknya. Artinya bahwa peserta didik harus diajak saling berinteraksi, saling membantu, saling mengisi untuk menciptakan suasana belajar bersama. Siswa adalah makhluk sosial harus diberi kesempatan untuk bersosialisasi sehingga mereka merasakan bahwa masing-masing peserta didik saling membutuhkan, sebagai mitra belajar dan bukan sebagai saingan yang harus dijatuhkan, dilemahkan dalam kegiatan belajar.
            Peranan guru yang lainnya adalah sebagai pelajar. Setiap guru harus menyadari diri bahwa ia adalah manusia yang memiliki keterbatasan dan kelemahan. Ilmu yang dimilikinya belum sempurna. Ilmu pengetahuan harus berkembang. Untuk itu guru harus senantiasa belajar untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya, mengembangkan wawasan dan kreaktifitasnya. Ia harus tampil dengan kesegaran baru. Kesegaran dalam pengetahuan, kerohanian dan juga kesegaran fisik.
            Ketujuh peranan guru di atas harus mampu diemban oleh setiap guru, terutama oleh guru PAK. Peranan tersebut sangat mempangaruhi pencapaian tujuan pembelajaran di sekolah. Setiap guru hendaknya memiliki kemampuan untuk melaksanakan perannya sehingga kegiatan pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Akan tetapi menurut  Dr. E.G Homrighausen dan DR. I.H. Enklaar, masih terdapat empat peran seorang guru PAK dalam kegiatan belajar mengajar dimana hal ini yang merupakan ciri pertumbuhanistik dari peranan guru PAK.

1. Guru PAK sebagai seorang penginjil.
            Guru PAK harus menyadari bahwa tugasnya bukan hanya untuk mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi memperkenalkan Allah kepada peserta didiknya. Itulah inti pengajarannya. Allah yang telah melaksanakan karya penyelamatan bagi manusia dan dunia karena kasih-Nya yang besar menjadi pusat pengajaran PAK.Guru PAK harus menyaksikan bahwa Allah telah menyelamatkan setiap orang dari dosa-dosanya melalui Yesus Kristus. Setiap siswa harus didasarkan akan hal ini sehingga mereka memiliki pengertian, pemahaman dan kesadaran pribadi bahwa Allah sungguh-sungguh telah berkarya dalam hidupnya, telah menyelamatkannya dari dosa-dosanya. Ia juga sadar bahwa sebagai seorang manusia yang telah diselamatkan memiliki tanggung jawab untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai kehendak Tuhan, yaitu hidup dalam kasih.

2. Guru PAK sebagai penafsir pertumbuhan iman Kristen.
            Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa inti dari  pengajaran PAK adalah Allah. Allah yang telah menciptakan langit dan bumi serta segala isinya, yang telah berkarya melalui Yesus Kristus untuk menyelamatkan dunia karena kasih-Nya harus ditafsir, didalami, dipahami dengan baik sehingga dapat diajarkan dangan sistematis, terarah dan dimengerti dengan mudah oleh para peserta didik. Seorang guru PAK harus memiliki kemampuan untuk menafsirkan iman Kristen sehingga dapat mengajarkan, menjelaskan dan menyadarkan siswanya akan Allah yang ia imani.

3. Guru PAK sebagai gembala
            Seorang gembala yang baik mengetahui dan mengenal pengembalaannya, mengasihi dan melindungi mereka, menuntun mereka ketempat yang menyenangkan, menyejukkan dan membahagiakan. Inilah peran yang penting bagi seorang guru PAK. Guru PAK harus memiliki kemampuan untuk melindungi, membekali para siswanya terhadap berbagai ajaran yang menentang pengajaran iman Kristen. Tidak membiarkan siswa diombang-ombingkan oleh berbagai bentuk pengajaran yang dapat menggoyangkan imannya, yang menjadikan siswanya berpaling dari Kristus. Guru PAK harus memberi teladan untuk menolong mereka agar tetap teguh dalam iman. Membantu para peserta didiknya untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi. Memberi berbagai alternatif yang dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan persoalan, dan pergumulan mereka.

4. Guru PAK sebagai pedoman.
            Peranan garu PAK yang keempat yang juga sebagai ciri khasnya adalah sebagai pedoman. Guru PAK menjadi seorang tokoh yang diteladani, seorang pribadi yang menjadi contoh dan panutan. Guru PAK menjadi contoh dalam pelaksanaan pengajaran, menjadi teladan dalam berkata-kata, bersikap dan bertindak.Guru PAK tidak hanya memiliki kemampuan intelektual yang tinggi, tetapi juga mampu memberi contoh tentang apa yang di ajarkan. Guru PAK dituntut untuk melakukan tindakan kasih. Bagi seorang guru PAK dituntut adanya kesesuaian antara yang diucapkan dengan perbuatan.
            Seluruh peranan Guru PAK sebagaimana telah diuraikan di atas harus menjadi bagian dari kepribadian seorang guru PAK dalam mengemban tugas panggilannya Peranannya itulah, yang membuatnya berhasil dalam pengajaran dan siswanya mempunyai hasil belajar yang baik. Siswanya dibekali dengan berbagai ajaran iman, diajar tentang pokok-pokok ajaran iman Kristen serta diberi contoh bersikap dan berperilaku sebagai seorang Kristen melalui sikap dan perilaku seorang guru PAK. Dengan demikian siswa akan semakin sadar akan imannya kepada Yesus Kristus, semakin teguh kepada-Nya dan memodifikasi sikap dan perilaku gurunya serta ajaran guru PAK dalam kehidupan sehari-hari. Imannya kepada Kristus yang memotivasinya untuk melakukan tindakan kasih baik terhadap sesamanya, terhadap alam sekitar dan terlebih kepada Tuhannya.Selain mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, guru PAK juga harus mampu mengajarkan iman atau keyakinan yang berkaitan dengan perasaan dan penghayatan. Guru PAK harus memiliki kemampuan untuk menghubungkan ajaran dan kaidah Ajaran Agama Kristen dengan bidang ilmu yang lain agar keduanya tidak dipertentangkan sehingga tidak terjadi kesenjangan dalam pemahaman peserta didik terhadap keduanya melainkan mereka dapat mengembangkan kepribadiannya secara utuh melalui pendidikan itu sendiri. Hal itu sangat ditegaskan oleh Jedida T. Posumah Santosa dengan menyatakan bahwa PAK di sekolah memiliki dua fungsi yakni sebagai suatu ilmu dan sebagai asuhan iman Kristen yang menumbuhkan, mengembangkan dan mendewasakan iman.[7]  Kedewasaan yang dimaksud adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan dengan perkataan sendiri, pikiran dan pengharapannya serta tanpa pengaruh dari pihak lain. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa kemampuan menghubungkan PAK sebagai ilmu pengetahuan dan sebagai asuhan iman Kristen ditentukan oleh peranan guru PAK dalam pembelajaran di sekolah.

C. Peranan Pendidikan Agama Kristen Dalam Membina Iman dan Perilaku Siswa yang Mencerminkan Pertumbuhan Iman Kristen.
            Menurut Mohamad Ali, dkk, peranan adalah bagian yang diperankan, suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa.[8] Sementara oleh  W.J.S Poerwadarminta mengatakan bahwa kata peranan berasal dari kata dasar “peran” yang artinya pimpinan atau pemain utama. [9] Berdasarkan defenisi tersebut maka dalam pembahasan ini, peranan didefenisikan sebagai tugas dan kewajiban yang terkandung Pendidikan Agama Kristen. Hal ini dapat kita lihat pada Bab II huruf B tulisan ini bahwa Pendidikan Agama Kristen selain berperan untuk membekali siswa-siswi dengan pengetahuan Alkitab, juga berperan untuk menumbuhkan dan mendewasakan iman seseorang sehingga bisa diwujudkan dalam hidup sehari-hari melalui perilaku.
            Hal seirama diungkapkan oleh B. Samuel Sidjabat dengan mengatakan bahwa: “Dalam membicarakan peranan PAK pertama sekali kita harus memahami pendidikan agama  Kristen sebagai pendidikan yang berarti. Sebagai suatu usaha sadar untuk membimbing dan memperlengkapi individu dan kelompok menuju kearah kedewasaan, khususnya dalam pikiran, sikap, iman dan perilaku. Dengan demikian Pendidikan Agama Kristen menurut pemikiran dan pemahaman serta pengelolaan oleh guru PAK (Bdk. Kolose 1:28-29). Pendidikan Agama Kristen harus hadir secara imperative apabila ia ingin memberi kontribusi bagi peningkatan kwalitas manusia Indonesia”.[10]
            Berdasarkan pendapat Sidjabat tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa dalam rangka mewujudkan peranan PAK bagi siswa-siswi tidak terlepas dari pengelolanya yaitu Guru yang membidangi mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen itu sendiri. Pendapat ini dapat diterima secara positif, sebab walau bagaimanapun siswa mempunyai motivasi belajar tetapi jika guru tidak menyajikan dan mengajarkan PAK, maka hasilnya tidak memuaskan. Namun jika guru memainkan perannya, maka PAK dapat berperan dalam diri para siswa.
            Pendidikan Agama Kristen pada dasarnya bersumber dari Alkitab, maka peranannyapun tentu untuk menggenapkan Firman Allah. Pendidikan Agama Kristen merupakan pendidikan yang harus diemban dan terapkan kepada setiap siswa yang beragama Kristen di sekolah. Bagi Homrighausen dan Enklaar, Alkitab yang adalah sumber Pendidikan Agama Kristen merupakan “Firman Allah yang tertulis, laporan pengantar-Nya dalam sejarah, sumber pengetahuan kita akan hidup dan pengajaran Yesus, dasar mutlak bagi segala kemajuan rohani dan ukuran yang secukupnya bagi kepercayaan dan kelakuan Kristen, serta mengandung azas-azas susila bagi hidup manusia.[11] Hal ini menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Kristen tidak hanya berperan untuk menumbuhkan, mengembangkan dan mendewasakan iman orang percara, melainkan juga menumbuhkan dan membina perilaku. Hal tersebut dipengaruhi oleh karena Alkitab mengandung azas-azas susila bagi hidup manusia, menjadi dasar dari perkembangan rohani dan kelakuan. Jadi kelakuan didasarkan Pada ajaran Alkitab, maka dengan sendirinya kelakuan tersebut dikendalikan oleh iman seseorang. Bertolak dari pendapat tersebut, maka yang menjadi tujuan pelaksanaan PAK disekolah menurut Homrighausen dan Enklaar adalah :
1.      Memimpin murid selangkah demi selangkah kepada pengenalan yang sempurna mengenai Peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam Alkitab dan pengajaran-pengajaran yang diberikan olehnya.
2.      Membimbing murid dalam cara menggunakan kebenaran-kebenaran Asasi Alkitab itu untuk kesalamatan hidupnya.
3.      Mendorong Dia (para siswa-siswi) untuk mempraktikan asas-asas dasar Alkitab, supaya membina suatu perangai Kristen yang Kukuh.
4.      Meyakinkannya Supaya mengakui bahwa kebenaran-kebenaran dan Azas-azas Alkitab menunjukkan jalan untuk pemecahan masalah-masalah Kesusilaan, Sosial dan politik di dunia ini [12] 
            Pelaksanan Pendidikan Agama Kristen di sekolah merupakan usaha yang ditunjukkan kepada Pribadi Siswa. Meskipun pengajaran itu diberikan serentak kepada sekelompok atau sejumlah Orang, tetapi tujuannya adalah supaya masing-masing pelajar akan menyambut pengajaran itu secara perorangan. Pengajaran PAK itu dapat meyakinkan Peserta didik akan pokok-pokok iman Kristen. Segala sesuatu yang diberitakan dalam Alkitab tentang karya penyelamatan Allah adalah Sungguh–sungguh terlaksana, sehingga tumbuhlah kepercayaannya kepada Kristus, sang jurus selamat.  Karena pengajaran tersebut disampaikan secara berkesinambungan, maka siswa akan semakin sering mendengar dan semakin banyak mengetahui dan memahami kebenaran Alkitab, sehingga imannya terus berkembang kearah kedewasaan. Hal itu juga yang akan memotivasinya untuk berperilaku yang baik, dan bertanggung jawab.Dengan Pendidikan Agama Kristen di sekolah akan terjadi perubahan tingkah laku siswa.Perubahan tingkah laku tersebut timbul sebagai renpons mereka akan pengajaran guru PAK di sekolah.Tujuan perubahan tingkah laku tersebut adalah sesuai dengan inti pengajaran PAK itu sendiri, yakni supaya setiap orang semakin teguh dalam iman kepada Allah yang telah berkarya untuk menyelamatkan dunia ini melalui Tuhan kita Yesus Kristus dan berperilaku sesuai dengan iman yang diyakininya itu. Hal tersebut sangat ditekan oleh W.P. Napitupulu dengan mengatakan bahwa pendidikan adalah “usaha yang dijalankan secara sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah tingkah laku manusia kearah yang diinginkan.”[13]
            Hal tersebut berarti bahwa PAK dapat berperan untuk mengubah perilaku siswa. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar PAK dapat terjadi baik karena materi pengajaran guru maupun karena keteladanan yang diberikan oleh guru PAK. Dengan berbagai bentuk dan metode mengajar, guru PAK berusaha untuk meyakinkan siswa akan kebenaran imannya dan mendorong perilaku siswa kearah yang diharapkan oleh Kristus Sang Guru Agung. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Iris V. Cully yang mengatakan bahwa:
“Tujuan Pendidikan Kristen berkembang dari penegasan tentang Allah yang diperkenalkan melalui Yesus Kristus dalam Alkitab. Pekerjaan asuhan kristen adalah menjelaskan kabar baik tentang kasih Allah di dalam Kristus dalam cara yang begitu rupa sehingga mereka yang lahir dalam iman ini akan mengenalnya dalam hidup mereka sendiri, dan mereka yang menjawab dalam iman dapat memahaminya. Maksud asuhan kristen adalah menolong orang dalam hubungan mereka yang berkembang dengan Allah di dalam kristen sehingga mereka hidup dan memuliakan Dia serta secara efektif melayani orang lain dalam jaminan bahwa mereka ikut serta dalam kehidupan kekal kini dan selamanya”.[14]
           
            Berdasarkan pendapat Iris V. Cully di atas maka semakin jelas bahwa PAK dapat berperan untuk membina iman seseorang. Dengan pengajaran PAK para siswa tertolong untuk memahami dan menghayati imannya. Meneguhkan para siswa akan Kristus yang dia imani, sehingga tidak menimbulkan keraguan, kekuatiaran dan penolakan dalam dirinya. PAK itu juga dapat berperan untuk membina perilaku siswa, yakni suatu perilaku yang berdasarkan “kasih”dan bertujuan untuk memuliakan Dia, yaitu Tuhan.
            Setiap orang Kristen bertanggung jawab untuk membina hubungan pribadi yang harmonis dengan Allah, yang tidak hanya mencari manusia yang telah berdosa, tetapi juga menyelamatkan manusia dari dosa. Pekerjaan penyelamatan Allah itu telah dikerjakan-Nya dalam diri Yesus. Itulah Injil yang harus diberikan dan disaksikan oleh setiap orang Kristen dalam segala aktifitasnya setiap hari, baik dengan perkataan, sikap maupun perilaku sehari-hari. Setiap orang percaya kepada Yesus Kristus dipanggil untuk menyaksikan keselamatan yang telah Allah kerjakan dalam dirinya, diutus kembali untuk memberitakan injil kepada orang lain, agar orang lain juga dengan pertolongan Roh Kudus turut memperoleh keselamatan dalam diri Kristus.
            Keselamatan adalah anugerah Allah bagi setiap orang. Agar anugerah tersebut menjadi milik setiap orang, maka kepada masing–masing pribadi harus menyambutnya dengan iman. Dengan iman dapat mengenal, memahami dan menerima Allah dalam Yesus Kristus, Sang Penyelamat. Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan oleh Allah, maka orang Kristen harus hidup dalam persekutuan dengan Allah, hidup sesuai dengan kehendak Allah yang telah menyelamatkan setiap orang. Iman tidak hanya sebatas kata-kata, pengenalan dan pemahaman akan Tuhan, melainkan juga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
            Hal yang sama disampaikan oleh Paulus kepada Timotius dengan mengatakan “segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bemaksud untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran”, (2 Timotius 3:16). Di sini Paulus menegaskan bahwa tulisan yang diilhamkan Allah yaitu Firman yang tertera dalam Alkitab untuk memperbaiki kelakuan, tingkah laku dan mengajarkan tentang kebenaran Allah, dan karya penyelamatan-Nya. Segala sikap dan tindakan orang Kristen harus mencerminkan imannya. Atau dengan kata lain setiap orang Kristen harus mampu mengejawantahkan iman kekristenannya dalam hidupnya sehari-hari, baik dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan sesamanya manusia maupun dalam hubungan lingkungan sekitarnya. Hubungan yang baik dengan Tuhan dapat terwujud dalam keaktifan beribadah, kesediaan dan semangat untuk mempelajari Firman Tuhan, dan sebagainya. Dalam hubungan dengan sesamanya ialah kesediaan untuk mengasihi, membantu teman yang kesulitan, tidak memilih-milih teman dan sebagainya. Sementara dalam hubungannya dengan lingkungan, ia bersedia untuk menata lingkungan, membersihkan lingkungan dan sebagainya.
            Pernyataan Paulus kepada Timotius di atas menunjukkan betapa pentingnya Alkitab bagi setiap orang percaya. Dengan Alkitab orang kristen memperoleh hikmat dan menuntun setiap orang kepada keselamatan. Alkitab diilhamkan Allah agar bermanfaat bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya. Manfaat tersebut menurut Dr. R. Budiman terdiri dari dua segi, yaitu pertama: segi ajaran, dan kedua: segi kelakuan .[15] Dari segi ajaran dengan jelas kita lihat melalui kata-kata Paulus yang mengatakan untuk mengajar”, yakni segala ajaran tentang keselamatan yang telah dikerjakan Allah,” untuk menyatakan kesalahan”, yang menolak ajaran-ajaran yang sesat, menentang segala kesalahan. Dan dari segi kelakuan dengan jelas kita melihatnya melalui kata-kata Paulus yang mengatakan “untuk memperbaiki kelakuan “, adanya keinginan untuk mengubah perilaku dari kebiasaan yang salah, segala perilaku yang tidak mencerminkan seseorang sebagai pengikut Kristus, dan pernyataan Paulus yang mengatakan “untuk mendidik orang dalam kebenaran “, yakni supaya orang yang beriman kepada Kristus hidup sesuai dengan kehendak Allah.
            Dengan demikian maka PAK yang diajarkan harus mampu memberi manfaat bagi setiap orang. PAK dapat dijadikan sebagai wadah pembinaan orang menuju kepada kedewasaan iman. Dengan PAK setiap orang akan memperoleh pengajaran yang benar tentang keselamatannya yang telah diajarkan Allah dalam diri Yesus Kristus, memiliki acuan berperilaku sesuai dengan kehendak Allah.
BAB III
METODE PENELITIAN


       Penelitian ini dilaksanakan untuk memperoleh data dan untuk memecahkan suatu masalah tertentu. Muhammad Nazir (1998:15), mengatakan bahwa “penelitian adalah suatu masalah.”[16]
       Berdasarkan pendapat tersebut di atas, jelaslah bahwa penelitian adalah merupakan penyelidikan yang terencana, teratur dan kontinuitas serta dilaksanakan dengan hati-hati dan kritis untuk mencari fakta dan memecahkan masalah.

A.      Metode Penelitian
       Penelitian ini dilaksanakan dengan metode :
a.    Penelitian kepustakaan melalui buku-buku yang ada.
b.    Penelitian lapangan dengan teknik wawancara dan observasi .
Penelitian lapangan dilaksanakan di SMP Negeri 4 Afulu khususnya siswa-siswi kelas VIII yang beragama Kristen Protestan yang merupakan populasi penelitian dengan jumlah 30 orang. Semua siswa tersebut sekaligus menjadi sampel penelitian ini. Selain itu, penulis juga akan mengadakan wawancara dengan guru PAK di SMP Negeri 4 Afulu tentang pelaksanaan PAK di sekolah, dan juga kepada guru wali kelas VIII untuk memperoleh informasi tentang perilaku siswa, khususnya yang beragama kristen protestan .
77
 


B.       Teknik Penelitian          
                   Pendidikan ini menggunakan teknik wawancara dan observasi. Seluruh data yang diperoleh, dianalisa dan diolah dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yakni dengan mendeskripsikan seluruh data-data hasil penelitian dalam bentuk penjelasan.

C.      Lokasi Penelitian
       Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 4 Afulu, Kecamatan afulu, Kabupaten Nias Utara. Sesuai dengan judul penelitian, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan melalui buku-buku sebagaimana tertera dalam daftar pustaka, kemudian dianalisis dan dilakukan pendekatan secara wawancara sehingga dapat diambil suatu kesimpulan yang ilmiah.
       Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 4 Afulu Kabupaten Nias Utara. Adapun alasan peneliti memilih lokasi ini adalah:
1.    Lokasi penelitian mudah dijangkau oleh peneliti.
2.    Peneliti ingin menghadirkan dan menerapkan pengajaran Pendidikan Agama Kristen pada pertumbuhan iman anak siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Afulu.

D.      Populasi Penelitian
Dalam melakukan penelitian, populasi sangat penting sekali karna merupakan sasaran yang akan diteliti. Menurut Suharsimi Arikunto (1991:102) menatakan bahwa “populasi adalah keselurahan objek penelitian.”[17] Berdasarkan kutipan tersubut, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII  tahun pelajaran 2016/2017 di SMP Negeri 4 Afulu. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

TABEL 1
DATA POPULASI SISWA KELAS VIII TAHUN PELAJARAN 2016/2017 DI SMP NEGERI 4 AFULU
NO
KELAS
JUMLAH
1
VIII
30
TOTAL
30

6.        Instrumen Penelitian
            Untuk  menjaring data dalam penelitian ini, bentuk instrumen yang digunakan yaitu teknik wawancara dengan guru PAK dengan siswa SMP Negeri 4 Afulu.
7.        Pedoman Wawancara (Bagi Guru-guru PAK)
1.    Bagaimana pelaksanaan PAK di SMP Negeri 4 Afulu ?
2.    Bagaimana Bapak/Ibu mengajar PAK bagi siswa-siswi?
3.    Apa saja kegiatan yang dilakukan selama proses belajar mengajar PAK berlangsung ?
4.    Apa yang diharapkan oleh Bapak/Ibu dari siswa-siswi dengan pengajaran PAK?
5.    Bagaimana cara/upaya yang Bapak/Ibu lakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran  dengan baik ?
6.    Bagaimana upaya yang dilakukan oleh Bapak/Ibu untuk membina siswa-siswi melalui mata pelajaran PAK?
7.    Bagaimana upaya yang dilakukan oleh Bapak/Ibu untuk membina pertumbuhan perilaku siswa-siswi melalui mata pelajaran PAK?
8.    Dengan memperhatikan keberanekaragaman Agama yang dianut oleh siswa-siswi, apakah Bapak/Ibu mengalami kendala untuk membina pertumbuhan Iman dan perilaku siswa-siswi, serta apa upaya  yang dilakukan untuk mengatasinya.

8.        Pedoman Wawancara (Untuk Siswa-Siswi)
1.    Menurut pemahaman saudara siapakah Allah itu ?
2.    Bagaimana saudara mengenal, dan memahami Allah ?
3.    Apakah saudara percaya dan beriman kepada Allah yang telah berkarya untuk menyelamatkan dunia ini ? Mengapa ?
4.    Apakah Saudara memiliki tanggung jawab sebagai seorang Kristen yang beriman kepada Allah ?
5.    Apa yang saudara lakukan sebagai orang beriman kepada Allah ?
6.    Bagaimana saudara melakukan kehendak Allah dalam kehidupan sehari-hari, baik dirumah (keluarga), sekolah, gereja maupun dalam masyarakat.



9.        Pedoman Wawancara (Untuk Wali Kelas VIII)
1.    Bagaimana pelaksanaan pendidikan Agama bagi siswa-siswi Kelas VIII di SMP Negeri 4 Afulu TP 2016/2017...?
2.    Apa upaya yang dilakukan sekolah untuk mensukseskan pelaksanaan pendidikan Agama, khususnya pendidikan Agama Kristen...?
3.    Bagaimana Pembinaan Iman  (spritualitas) Siswa-siswi Kelas VIII di sekolah?
4.    Bagaimana pembinaan  pertumbuhan serta perilaku Siswa-siswi Kelas VIII di sekolah?
5.    Menurut pengamatan Bapak/Ibu, bagaimana perilaku Siswa-siswi Kelas VIII khususnya yang beragama Kristen Protestan...?
6.    Menurut pengamatan Bapak/Ibu, apakah kegiatan belajar mengajar khususnya PAK dapat berlangsung dengan efesien dan efektif, di SMP Negeri 4 Afulu...? 


                [1]  Ali, dkk Op. cit, hlm 892
                [2]  Iris V. Cully Op.cit,hlm.2
            [3]  Numahara, Op.cit, hlm.100
            [4]  Homrighausen,Op.cit,hlm.151
                [5] B.S.Sidjabat, Menjadi Guru Profesional Suatu Perpektif Kristiani, Bandung, Kalam hidup,2000,hlm.7-8
                [6] Ibid,hlm.40-45
                [7]  Jedida T. Posumah Santosa, “Pendidikan Agama Kristen di sekolah: Suatu Bidang Studi atau Asuhan Iman“                          Dalam Andar Ismail (peny.) Ajarlah Mereka Melakukan (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1999) hlm. 155
                [8] Ali dkk.Op.cit,hlm.751
                [9] W.J.S.Pooerwadarminta, Kamus umum Bahasa Indonesia(Jakarta: Balai Pustaka,1984)hhlm.735
                [10]  B.Samuel Sijabat, startegi pendidikan Kristen (Yogyakarta: Yayasan Andi,1994)hlm.58
                [11]  Homrighausen,Op.cit,hlm
                [12]  Ibid
                [13]  W.P.Napitupulu,”Memantapkan Pelaksanaan Identitas dan Ciri Khas Pendidikan secara kontinyu dan konsisten”,                dalam Weinata Sairin(Peny.).Identitas dan ciri Khas Pendidikan Kristen di Indonesia antara konseptual dan                     operasional (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2000), hlm.24
                [14]  Cully, Op. cit,hlm.16
                [15] R.Budiman, Tafsiran Alkitab: suarat-surat Pastoral (Jakarta: Gunung Mulia, 1992),hlm. 108
                [16] arikunto, “prosedur penelitian suatu pendekatan praktek”, (Jakarta:Rineka Cipta,1997),hlm 21

                [17] Suharsimi Arikunto, “prosedur penelitian”, (Jakarta:Rineka Cipta, 1989), hlm. 102[46]


                [1] Undang-Undang pendidikan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 30 ayat           (3)
            [2] Ibid,Pasal 12 ayat (1) huruf (a)
                [3] E.G Homringhausen dan I.H. Enklaar.Pendidikan Agama Kristen (Jakarta:BPK-GM, 2001)Hlm 164
                [4] Undang-Undang Repulik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, Op.Cit, pasal 30 ayat (2
                [5] C.Rukantari, dkk; Pengembangan Program Pengajaran Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK-                   GM, 1996)Hlm.13
                [6] Robert.Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen Dan Plata Sampai IG.       Loyola (Jakarta: BPK-GM, 2000) hlm.
            [7]  Homrighousen,OP.CIT, Hlm.26
            [8]  Mohamad Ali,Penelitian pendidikan prosedur dan strategi (Bandung: Alsara, 1985hlm.48
                [9]    Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian(Jakarta: Raja grafindo Persada, 1995)hlm.69
                [10]  Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian(Jakarta: Rineka cipta, 1996.
                [11]  Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen (Jakarta:Dirjen Bimas Kristen Protestan, 1995) hlm.3
                [12]  Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Op. Cit. pasal 1
            [13]  Homrighousen, Op.cit.hlm 26
            [14]  Bdk. Ibid, hlm.2
                [15]  Boehlke, Op.cit.hlm413
                [16]  Kadarmanto Hardjowasito,”Tempat Pendidikan Agama Kristen Di Dalam Pendidikan Teologi”Dalam Tim                             Penyusun Buku Dan Redaksi Bpk Gunung Mulia,Memperlengkapi Bagi Pelayanan Dan Pertumbuhan (Jakarta:            Bpk Gunung Mulia ,2001,Hlm.135.
                [17]  Numahara, Op.cit, hlm 26
                [18]  Boehlke,Op.cit, hlm342
                [19]. Harianto GP, Pendidikan Agama Kristen dalam Alkitab & Dunia Pendidikan Masa Kini
                [20]. Ibid. hlm 14
                [21]. Ibid. hlm 15
            [22]. Ibid. hlm 16
                [23]. Ibid. hlm 17
            [24]. Ibid. hlm18
                [25]. Louis Berkhof dan Cornelius Van Tii. Dasar Pendidikan Kristen. Surabaya: Momentum
                [26] Ibid. hlm 99-126
                [27] Ibid. hlm 127-158
                [28] .Ibid. hlm 159-180
                [29]. Ibid. hlm 181-202
                [30]. Harianto GP, Pendidikan Agama Kristen dalam Alkitab & Dunia Pendidikan Masa Kini. Yogyakarta: Andi. 2012.                  Hlm 19
[31]Nacy Poyah dan Bentty Simanjuntak, Bahan PA Mengenai Allah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), h. 30
                [32]  Rudolf H. Pasaribu,”Iman, kasih dan pengharapan”,dalam Gema STTh Duta Wacana
                [33]  K.Rieder, Kamus Istilah Teologia (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1952),hlm.92.
            [34]  Dister Becker, Pedoman Dogmatika(Jakarta: Gunung Mulia, 1996), hlm.19.
                [35]  Gerald O,collins dan Edward G. Farrugia, Kamus Teoligia(Terj)(Yogyakarta: Kanisius, 1991),hlm113
                [36]  R.Soedarmo,Kamus Istilah Teologia(Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1998),hlm.70.
                [37]  Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta :BPk Gunung Mulia
                [38]  Ibid
                [39]  Ali, dkk,Op.cit,hlm.755
                [40]  M.Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung:Remaja Rosdakarya, 1996),hlm. 60
                [41]  Ibid, hlm.70
                [42]  Ibid,hlm.1
                [43]  Malary M.collins dan Don.H. Fontenelle, mengubah perilaku siswa: suatu pendekatan Positif                                                (Terj.)(Jakarta:BPK Gunung Mulia,1992)hlm.4
                [44] Oemar Hamalik, Kurikulum Dan Pembelajaran (Jakarta:buli Aksara,1999)hlm.38
                [45]  Dimyati dan mudjiono, Belajar dan pembelajaran (Jakarta:Rineka Cipta, 1999),hlm.38.
                [46]  Hmalik,Op.cit, hlm 38-39

PROFIL

Nama                : Ratali Zega, S.Pd   TTL                  : Dahadano, 15 Maret 1990 Jenis Kelamin   : Laki-Lak...