Nama
|
: Ratali Zega, S.Pd
|
TTL
|
: Dahadano, 15 Maret 1990
|
Jenis Kelamin
|
: Laki-Laki
|
Alamat
|
: Tanayao Desa Banuagea Kec. Tuhemberua Kab.Nias Utara
|
Agama
|
: Kristen Protestan
|
: SMKN 2 Tuhemberua (2014-2017)
Yayasan Gema Sukma Wijaya (2017-Sekarang)
| |
WA |
: IKIP Gnungsitoli Nias (2014)
SMP NEGERI 1 Tuhemberua (2006)SMA Negeri 1 Tuhemberua (2009) SD NEGERI Tanayao (2003) Ratalizega@gmail.com 0821-6771-2253 |
Minggu, 29 Maret 2020
PROFIL
Sabtu, 28 Maret 2020
SKRIPSI PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN (S-1)
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam dunia pendidikan saat ini, Pendidikan Agama
Kristen telah menjadi salah satu mata pelajaran utama di Sekolah, bukan hanya
sekedar pengajaran yang hanya menitip-beratkan pada bidang kognitif saja, melainkan
memperkenalkan Allah dalam kehidupan manusia, secara khusus pada siswa-siswi
yang dianggap perlu mempunyai pengetahuan, pengertian dan pemahaman yang
mendalam tentang Injil Yesus dengan
harapan kelak mereka dapat memiliki kedewasaan dan keteguhan iman di dalam
Yesus Kristus, serta mampu mentransformasi nilai-nilai Kristiani dalam
kehidupannya sehari-hari. Artinya dengan Pendidikan Agama Kristen siswa-siswi
diharapkan memiliki pengetahuan (kognitif), pemahaman dan penghayatan (afektif)
dan perubahan tingkah laku, yakni mentransformasi atau mewujudnyatakan
nilai-nilai kristiani dalam seluruh aktifitasnya setiap hari (Psikomotorik).
1
|
Pendidikan Agama
Kristen di sekolah diajarkan oleh seorang guru Agama Kristen yang memiliki
keahlian mengajar. Sebagai guru, ia harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, sebagai pengajar yang mentransfer pengetahuan. Guru dianggap
sebagai orang yang mengetahui dan murid atau anak didik dianggap sebagai orang
yang tidak mengetahui. Melalui kegiatan belajar mengajar, guru mentransfer seluruh pengetahuan yang dimilikinya kepada
siswa, sehingga siswa menjadi tahu tentang apa yang
sebelumnya ia tidak ketahui. Kedua,
seorang guru adalah sebagai pendidik yang mentransfer nilai-nilai. Dalam hal ini guru harus mampu
mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan kepada para siswanya, sehingga mereka
memiliki perilaku, sikap dan pertumbuhan yang baik sesuai dengan nilai-nilai
kristiani yang diajarkan kepada mereka. Dalam hal ini, guru harus menjadi
contoh, teladan, panutan, baik dalam sikap, perkataan maupun perbuatan. Ketiga, guru adalah sebagai
penuntun kegiatan belajar mengajar siswa. Dalam
hal ini, guru harus memiliki kemampuan untuk mengenali siswa-siswinya
dan kegiatan belajar mereka. Guru harus mampu melakukan pendampingan, penbimbingan,
pengarahan bagi siswa dalam mempelajari Pendidikan Agama Kristen.
Dari ketiga ciri guru di atas ternyata tidak ada
perbedaan antara guru PAK dengan guru umum lainnya di sekolah. Dalam penelitian
ini, penulis lebih fokus meneliti peranan guru PAK
di sekolah. Peranan inilah yang merupakan keistimewaan dan sekaligus membedakan
guru PAK dan guru-guru umum lainnya. Oleh E.G Homring Shausen dan I.H. Enklaar mengatakan bahwa peranan seorang guru PAK adalah sebagai
seorang penginjil, sebagai penafsir iman Kristen, sebagai gembala dan pedoman.[3]
Guru PAK tidak hanya memberi pengetahuan saja kepada para siswanya,tetapi juga
memperkenalkan Tuhan dan kasih-Nya yang menyelamatkan di dalam Yesus Kristus,
dengan tujuan supaya para siswa memiliki Pengetahuan dan
pemahaman yang benar tentang Tuhan, menghayati Kasih Allah itu dengan menaruh
kepercayaan kepada-Nya serta mampu merefleksikan imannya itu dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini sesuai dengan fungsi pendidikan Keagamaan sebagai termuat
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 yang
menyebutkan,”fungsi Pendidikan Keagamaan adalah mempersiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran
agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama”.[4]Pendidikan
keagamaan, termasuk Pendidikan Agama Kristen tidak hanya berfungsi untuk
memberi pemahaman tentang ajaran agama kepada siswa-siswi, tetapi sekaligus
menuntut mereka untuk mampu mewujudnyatakan silai-silai ajaran agamanya itu
dalam kehidupan sehari-hari ditengah-tengah masyarakat yang pluralis.
Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan C.Rukantari yang menyatakan bahwa “fungsi PAK di
sekolah adalah menumbuhkan sikap dan perilaku manusia yang berdasarkan Iman
Kristen dalam kehidupan sehari-hari serta membentuk manusia Indonesia yang baik
dan bertanggung jawab, yang dapat hidup berdampingan dan menghargai agama
lainnya dengan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945“.[5] Rukantari menekankan bahwa siswa-siwi khususnnya yang beragama Kristen
harus diajak dalam iman Kristen sehingga mereka dapat hidup dan berperilaku
yang baik dalam masyarakat yang majemuk.
Menurut
Robert R, Boehlke, seorang Guru PAK dalam melaksanakan peranannya demi mencapai
fungsi tersebut di atas, Ia harus meneladani Yesus Kristus sewaktu Ia berada di
dunia ini. Ia adalah seorang Guru Agung. Yesus disebut sebagai”Rabi”, suatu
gelar yang tidak dipakai sembarangan dalam pembicaraan menurut tradisi Yahudi.[6]
Rabi berarti Guru, tetapi gelar ini merupakan gelar kehormatan dan dikenakan
kepada Yesus karena kefasihan dan kewibawaan-Nya dalam mengajar. Ia tidak hanya
mengajar melalui perkataan, tetapi juga dengan sikap dan perilaku-Nya yang
sesuai dengan perkataan-Nya. Ia mengajar dalam segala ruang dan waktu, baik di
Bait suci, padang
gurun, tepi pantai dan segala tempat. Hal ini yang seharusnya ditransformasikan
oleh guru PAK di sekolah sebagi lembaga pendidikan formal.
Keberadaan
seorang Guru PAK mencerminkan diri sebagai seorang pelayan yang melayani semua
orang. Ia melayani siswa-siswinya dengan penuh kasih. Guru PAK harus memiliki
rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya. Kesungguhan mengajar, mendidik
dan menuntun para siswa dengan pelayanan yang penuh kasih agar menghasilkan
perubahan hidup para siswanya. Mereka menjadi senang, rindu untuk mendengar
firman Allah serta berkeinginan untuk melakukan nilai-nilai kristiani yang
diajarkan kepadanya, karena didorong oleh pelayanan guru PAK yang lemah lembut,
adanya kesungguhan dan kesetiaan mengajarkan Firman
Allah sekaligus menjadi contoh, panutan atau “model” yang harus diteladani.
Aktifitas ini tentu tidak hanya berlangsung di sekolah saja melainkan dalam
seluruh aktifitas Guru PAK kapan dan dimana saja ia berada.
Guru PAK adalah
seorang yang memiliki kualifikasi artinya memiliki kualitas hidup yang patut
diteladani. Kualifikasi dimaksud menyangkut kesehatan jasmani dan rohani,
moral yang baik, watak dan temperamen
yang patut ditiru, intelektual yang tinggi, motifasi pelayanan yang setia,
memiliki talenta (kemampuan) mengajar, bertanggung jawab dan jujur, loyalitas
pada tugas yang telah dipercayakan.
Selain hal
tersebut di atas, harus disadari bahwa menjadi guru PAK adalah suatu tugas
panggilan dari Allah. Oleh Robert R.Boehlke, Iris V.Kully, B.S.Sidjabat,
E.G.Homrighausen dan I.H. Enklaar menyatakan bahwa menjadi guru PAK adalah
memenuhi panggilan Allah untuk menyatakan Injil-Nya yang menyelamatkan.
Kesaksian Alkitab menyatakan bahwa Allah sendiri yang telah menjadi pendidik,
pengajar dan penuntun bagi manusia. Pengajaran tersebut telah dimulai Allah
sejak Ia menempatkan manusia pertama yakni Adam dan Hawa di Taman Eden melalui
Firman-Nya dan perbuatan-Nya. Pengajaran tersebut kembali dilanjutkan oleh
Yesus Kristus yang memperkenalkan kerajaan Allah kepada manusia.
Mengajarkan PAK
adalah melaksanakan Amanat Agung Allah. Dalam
Kitab Perjanjian Lama, Allah sendiri yang mengamanatkan tugas mengajar itu.”Apa
yang Kuperintahkan kepadamu haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun”,(Ulangan 6:6-7). Allah menghendaki supaya setiap orang mengenal, memahami dan menyadari
bahwa hanya kepada satu-satunya tujuan hidup. Ia yang telah mengajarkan kepada
kita nilai-nilai yang seharusnya kita anut dan lakukan. Dan kemudian tugas
mengajar itu diteruskan-Nya kepada orang yang telah mengenali dan menaruh
imannya kepada Allah, sehingga melalui Dia semua orang diselamatkan.
Amanat Agung
tersebut kembali disampaikan oleh Yesus Kristus kepada murid-murid-Nya ketika
Ia naik kesurga kata-Nya :”karena itu, pergilah jadikan semua bangsa murid-Ku,
dan baptislah mereka dalam Nama Bapak, Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka
melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah Aku
menyertai kamu senantisa sampai pada akhir zaman”,(Matius 28 :19-20).
Dari kedua
perikop di atas sangat jelas bahwa Allah sendiri yang memberi tugas mengajar,
dan Ia juga sekaligus menjadi inti dari pengajaran tersebut. Pendidikan Agama
Kristen tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, melainkan disegala tempat: di
rumah, di sekolah, di gereja atau di alam bebas sekalipun, PAK harus
diberitakan. Juga dalam segala waktu : baik pada waktu pagi, siang, sore
ataupun malam, keadaan suka cita atau duka cita, Pak harus diajarkan, sehingga
dengan demikian, maka menurut E.G.Homrighousen dan I.H.Enklaar menyatakan bahwa
arti terdalam dari PAK akan tercapai yakni bahwa dengan pendidikan itu, maka
segala pelajar, tua dan muda memasuki persekutuan yang hidup dengan Tuhan
sendiri yang oleh-Nya dan di dalam Dia mereka terhisap pula pada persekutuan
jemaat-Nya yang mengakui dan mempermuliakan nama-Nya disegala waktu dan tempat.[7]
Bagi Homrighausen dan Enklaar tidaklah cukup jika seseorang hanya mengakui iman
kepada Tuhan tetapi juga
harus mampu merefleksikan imannya itu dalam perilakunya disegala tempat dan
waktu .
Dari uraian di atas nyata bahwa PAK di sekolah
sangat berperan dalam pembinaan iman dan perilaku siswa-siswi, disamping
pembinaan pemgetahuan dan nilai-nilai- Kristiani, yang kemudian akan dianut
oleh siswa-siswi. Dengan PAK siswa-siswi akan mengenal siapa Allah dalam
kehidupannya dan mengapa ia harus mengimaninya serta bagaimana ia harus berperilaku. Peranan ini sangat penting
diperhatikan oleh guru PAK. Berdasarkan hal tersebut penulis ingin melakukan
penelitian ilmiah dengan judul :” Pentingnya Pengajaran Pendidikan Agama Kristen Pada Pertumbuhan Iman Siswa Kelas VIII di
SMP Negeri 4 Afulu T.A 2016/2017”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah penelitian, maka masalah penelitian ini dapat di identifikasi dalam
beberapa bagian antara lain :
1. Minimnya pemahaman siswa tentang pentingnya Pendidikan Agama Kristen
2. Rendahnya kualitas pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen
bagi anak
sehingga pertumbuhan iman siswa kelas
VIII SMP Negeri 4 Afulu masih rendah
3. Orangtua masih jarang
meletakkan dasar-dasar pendidikan yang baik terhadap anak sebagai bekal untuk
memperoleh pendidikan di luar keluarga, sehingga tingkat pertumbuhan iman mereka masih rendah.
C. Rumusan
Masalah
Masalah yang dikaji dalam penelitian
ini harus dirumuskan sebagai berikut:
1.
Bagaimana
Pemahaman siswa tentang Pendidikan Agama Kristen disekolah?
2.
Bagaimana
penerapan Pendidikan Agama Kristen bagi anak sehingga pertumbuhan iman siswa
kelas VIII SMP Negeri 4 Afulu bisa bertumbuh kembali?
3.
Bagaimana tata cara orangtua meletakkan dasar-dasar pendidikan yang baik terhadap anak sebagai bekal untuk memperoleh pendidikan di luar keluarga?
D.
Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis membatasi masalah yang
akan diteliti, yakni : pentingnya pengajaran Pendidikan Agama Kristen pada pertumbuhan iman siswa
di kelas
VIII SMP Negeri 4 Afulu dengan jumlah keseluruhan? 30
orang TP.2016/2017.
E. Tujuan Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan dengan tujuan:
1.
Untuk
mengetahui sejauh mana peranan PAK dalam membina pertumbuhan iman dan perilaku siswa.
2.
Untuk
mengetahui bagaimana peranan guru PAK dalam membina pertumbuhan iman dan perilaku siswa melalui mata pelajaran
pendidikan agama kristen.
3.
Untuk
mengetahui kesulitan yang dihadapi oleh
Guru PAK dalam membina pertumbuhan
iman dan perilaku para siswa melalui mata pelajaran PAK di sekolah serta cara
penyelesaiannya.
F. Manfaat Penelitian
Dengan
pelaksanaan penelitian ini, penulis mengharapkan akan memperoleh hasil-hasil
penelitian. Dengan adanya hasil yang diperoleh maka akan berguna bagi
pengembangan pengetahuan. Selain itu, Manfaat yang diharapkan dalam penelitian
ini adalah :
1. Manfaat teoritis yaitu :
a.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam
memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan
materi pembelajaran
b.
Sebagai bahan masukan bagi peneliti untuk melakukan variasi mengajar pada mata
pelajaran pendidikan agama kristen (PAK) dimasa mendatang
2.
Manfaat praktis
yaitu :
a.
Sebagai bahan
pertimbangan bagi guru mata pelajaran PAK khususnya di SMP Negeri 4 Afulu
b.
Sebagai bahan masukan bagi guru mata pelajaran PAK tentang pentingnya melakukan variasi mengajar
yaitu dengan menerapkan metode
pembelajaran dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
c.
Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti berikutnya dalam
melakukan penelitian lanjutan yang relevan dengan penelitian ini.
G.
Sistematika Penulisan
Penulisan proposal skripsi ini akan
disusun secara sistematis untuk mengetahui tujuan yang diharapkan. Untuk
mencapai tujuan tersebut, proposal skripsi
ini terdiri dari: 3 (Tiga) bab, yaitu:
BAB I : Pendahuluan yanng terdiri dari ; latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, pembatasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisan,
hipotesis, metode penelitian, teknik penelitian.
BAB II : Pendidikan Agama Kristen merupakan dasar pembinaan pertumbuhan
iman dan perilaku siswa yang terdiri dari ; pengertian pendidikan agama kristen, keluarga, usia
dini, pertumbuhan iman dan perilaku, konteks PAK di sekolah, peranan guru PAK
dalam pembelajaran di sekolah, peranan Pendidikan Agama Kristen dalam membina
iman dan perilaku siswa yang mencerminkan pertumbuhan iman kristen,
BAB III : Metode Penelitian yang terdiri dari ; lokasi penelitian, populasi penelitian, instrumen
penelitian, pedoman wawancara (bagi guru-guru PAK), pedoman wawancara (untuk
siswa-siswi), pedoman wawancara (untuk wali kelas VIII)
Daftar
Pustaka.
H.
Hipotesis
Mohamad Ali mendefenisikan hipotesis sebagai”
rumusan jawaban sementara yang harus diuji melalui kegiatan penelitian”.[8]
Sementara oleh Sumadi Suryabrata mengatakan bahwa hipotesis adalah”Jawaban
sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya diuji secara empiris”.[9]
Lebih lanjut oleh Suharsini Arikunto mendefenisikan hipotesis sebagai “suatu
jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai
terbukti melalui data yang terkumpul “.[10]
Berdasarkan defenisi tersebut, Peneliti
menyimpulkan bahwa hipotesis adalah suatu rumusan jawaban yang sifatnya
sementara dan harus dibuktikan melalui kegiatan penelitian.
Sehubungan dengan hal
tersebut, maka sebagai hipotesis dalam penelitian
ini adalah “Jika Pembelajaran
Pendidikan Agama Kristen berhasil kepada peserta didik, maka peningkatan pertumbuhan iman
dapat tercapai terhadap hasil
belajar anak siswa
kelas VIII SMP Negeri 4 Afulu T.P 2016/2017”.
LANDASAN
TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
A.
Rumusan teori
A.1. Pendidikan Agama Kristen (PAK)
13
|
Menurut Tata Gereja, revisi
"Pendidikan Agama Kristen adalah usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan
kemampuan peserta didik agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan
menghayati kasih Allah dalam Yesus Kristus, dalam kehidupan sehari-hari,
terhadap sesama dan lingkungan hidup".
Dari definisi tersebut dapat
ditarik kesimpulannya Pendidikan Agama Kristen merupakan usaha dalam
menumbuhkembangkan kemampuan siswa melalui tuntunan Roh Kudus agar bisa
memahami Kasih Allah dalam Roh Kudus. Hakikat ini di pusat Pendidikan Agama Kristen SMP
menjadi Yesus Kristus. Sumber dan pokok kegiatan Pendidikan Agama Kristen SMP
dimanapun dan dalam segala rupa Yesus Kristus. Pendidikan Agama Kristen dilakukan dalam rangka
pembinaan agar anak bertumbuh dan berkembang menjadi dewasa dalam imannya,
dewasa dalam gereja dan dewasa dalam bermasyarakat.
Dewasa dalam iman dapat
berarti: orang selalu memiliki hubungan erat dengan Tuhan, menyerahkan diri
kepada Tuhan, bertobat dan percaya, adalah iman yang berasal dari Allah. Dewasa
dalam bergreat berarti: sebagai umat yang percaya harus memiliki keteguhan akan
Yesus Kristus, dasar dan pegangan hidup mereka adalah Kristus, hidup dalam
semangat persaudaraan dan saling mencintai. Dewasa dalam bermasyarakat berarti:
sadar mewujudkan imannya dalam bermasyarakat, ikut serta mengembangkan
masyarakat menjadi terang dan garam dunia, berani memberi kesaksian iman dimana
saja dan pelan-pelan untuk cinta manusia.
Secara khusus tentang istilah pendidikan, dalam
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 disebutkan defenisi pendidikan
sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar perserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat bangsa dan negara”.[12]
Dari defenisi tersebut terkandung suatu makna adanya kesediaan bagi seseorang
untuk melakukan tindakan mendidik dan juga adanya orang yang mau di didik.
Pendidik dalam kegiatan pendidikan berupaya untuk mengembangkan potensi yang
dimiliki oleh peserta didik dan mendewasakannya.
Selain defenisi tersebut diatas, oleh para ahli
mendefinisikan Pendidikan Agama Kristen menurut pemahaman mereka masing-masing.
Oleh Dr.E.G homrighausen dan Dr.I.H.
Enklaar mendefinisikan PAK sebagai berikut : “Inilah arti yang sedalam-dalamnya dari PAK, bahwa dengan menerima
pendidikan itu, segala pelajar, muda dan tua, memasuki persekutuan iman dengan
Tuhan sendiri, dan oleh dan didalam dia mereka terhisap pula pada persekutuan
jemaat-Nya yang mengakui dan mempermuliakan nama-Nya di segala waktu dan
tempat.”[13]
“Bagi Homrighausen dan Enklaar, PAK berpusat pada
Allah sendiri. Allah telah melakukan karya penyelamatan bagi manusia sejak penciptaan
hingga manusia didamaikan dengan Allah melalui kematian Yesus Kristus. Kristus
yang mati telah dibangkitkan oleh Allah untuk menyatakan kemenangan-Nya dan
yang juga dijadikan sebagai kemenangan bagi orang Kristen. Dengan penyelamatan
Kristus ini orang diseluruh dunia dituntut untuk hidup seturut dengan keinginan
Kristus, yakni hidup dalam iman pada Kristus, mengakui Allah dalam hidupnya,
dan bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki Allah”.[14]
Sementara menurut Yohanes Calvin, salah seorang tokoh
reformasi gereja pada abad pertengahan yang juga seorang pendidik menekankan
pentingnya PAK bagi setiap orang Kristen. Orang-orang percaya perlu dididik
agar keselamatan yang telah dikerjakan Allah melalui Yesus Kristus dapat
menjadi bagian dalam hidup mereka. Keselamatan itu harus diberitakan bagi semua
orang, supaya mereka atau orang lain mendapat bagian dalam penyelamatan
Kristus. Hal tersebut sangat jelas dikatakan oleh Calvin sebagaimana tertera pada defenisi PAK
yang disampaikan sebagai berikut:
“Pendidikan Agama Kristen adalah pemupukan akal
orang orang percaya dan anak-anak mereka dengan Firman
Allah di bawah bimbingan Roh Kudus melalui sejumlah pengalaman belajar yang
dilaksanakan gereja, sehingga dalam diri mereka dihasilkan pertumbuhan rohani
yang bersinambung yang di ejawantahkan semakin mendalam melalui pengabdian diri
kepada Allah Bapa Tuhan kita Yesus Kristus berupa tindakan-tindakan kasih
terhadap sesamanya.”[15]
Hal yang sama dikatakan oleh Kadarmanto Hardjowasito
dengan mangatakan bahwa PAK berintikan penyelamatan Allah di dalam Yesus
Kristus sebagaimana disaksikan oleh Alkitab supaya orang percaya memperoleh
keselamatan dan hidup serta bertingkah laku sebagai yang dikehendaki Kristus,
Sang Penyelamat. Hal tersebut dapat kita lihat pada defenisi PAK yang disampaikan
sebagai “cara pertumbuhan iman Kristen guna membaharui kehidupan bersama dari
generasi yang satu kepada generasi berikutnya. Sebagai para pengikut Kristus,
pusat pengajaran kita ialah : Kisah hidup, kematian dan kebangkitan-Nya, dan
mengajarkan perintah-Nya menurut Alkitab yang memberikan kesaksian tentang iman
serta pengharapan kita”.[16]
Dari defenisi tersebut di atas, maka penulis
menyimpulkan bahwa Pendidikan Agama Kristen adalah tugas panggilan Allah bagi
setiap orang percaya untuk memberikan keselamatan bagi manusia yang telah
dikerjakan Allah di dalam Tuhan kita Yesus Kristus sehingga mereka menaruh iman
kepada-Nya dan hidup seturut kehendak Allah dengan pertolongan Roh Kudus.
Pemberitaan kita tentang Allah hanya akan berhasil jika oleh Roh Kudus yang
berasal dari Allah sungguh-sungguh menyertai.
Orang Kristen dalam melakukan
aktifitas hendaknya menunjukkkan pertumbuhanistiknya sebagai pengikut Kristus,
yakni hidup sebagaimana yang dikehendaki Kristus. Hal tersebut sangat ditegaskan
dalam rumusan tujuan PAK yang telah disusun oleh Dewan gereja-gereja di
Indonesia sebagaimana dikutip oleh Daniel Nuhamara mengatakan bahwa tujuan PAK sebagai berikut:
“Tujuan PAK adalah mengajak, membantu, menghantarkan
seseorang untuk mengenal Kasih Allah yang nyata dalam Kasih Yesus Kristus,
sehingga dengan pimpinan Roh Kudus Ia datang kedalam suatu persekutuan hidup
dengan Tuhan. Hal ini dinyatakan dalam kasih terhadap Allah dan sesamanya manusia, yang dihayati dalam
kehidupan sehari-hari, baik dengan kata-kata maupun perbuatan selaku anggota
tubuh Kristus yang hidup”.[17]
Berdasarkan tujuan PAK yang disampaikan oleh dewan
gereja-gereja di Indonesia di atas nyata bahwa Pendidikan Agama Kristen tidak
hanya mengajarkan orang percaya untuk beriman kepada Allah, melainkan
juga menguraikan tentang Pola hidup, tindakan, perbuatan, tingkah laku seorang
Kristen kepada Kristus.
Hal yang
sama juga disampaikan oleh Marthin
Luther sebagaimana dikutip oleh Robert R. Boehlke mengatakan :
“Tujuan Pendidikan Agama Kristen ialah untuk
melibatkan semua warga jemaat, khususnya yang muda, dalam rangka belajar teratur dan tertip agar semakin sadar akan
dosa mereka serta bergembira di dalam firman Yesus Kristus yang memerdekakan mereka disamping
memperlengkapi mereka dengan sumber “Iman”, khususnya pengalaman berdoa, Firman
tertulis, Alkitab, dan rupa-rupa kebudayaan sehingga mereka mampu melayani
sesamanya termasuk masyarakat dan negara serta mengambil bagian secara
bertanggung jawab dalam perseketuan Kristus, yaitu Gereja”.[18]
Berdasarkan tujuan PAK yang telah
dikemukakan di atas sangat jelas bahwa dengan Pendidikan Agama Kristen maka
semua orang, khususnya anak-anak akan memperoleh dasar Iman kepada Allah serta
mampu mewujudnyatakan imannya melalui tingkah lakunya sehari-hari, baik
terhadap sesama, terhadap lingkungan, terlebih kepada Tuhan .
B.
Dasar-Dasar PAK
PAK dalam alkitab merupakan dasar alkitabiah yang perlu
dijabarkan dan dikembangkan menjadi pusat proses pendidikan. Alkitab menjadi
visi, nilai, dan gerakan dalam kerangka pendidikan. Dengan demikian alkitab
mengalir dalam proses pembelajaran dimana proses itu bisa berjalan dengan baik
bila unsure –unsur yang terkait saling mendukung.
a.
Unsur-unsur dalam Proses Pembelajaran
Unsur-unsur tersebut
menyangkut pendidik, anak didik, kurikulum, tujuan dan metode. Dalam proses
pembelajaran, unsure pokoknya meliputi pendidik, anak didik, dan kurikulum.
Namun unsure lain seperti tujuan, metode, media, lingkungan, sarana dan
prasarana serta manajemen juga mempengaruhi proses pembelajaran. Tidak semua
unsure tersebut diuraikan, tetapi hanya lima pokok komponen yang bisa di
analisis dan dievaluasi sebagai sebagai langkah pengembangan dalam meningkatkan
proses pembelajaran pendidikan Kristen yang lebih baik.Beberapa komponen akan
dibahas lebih rinci yaitu:
1.
Pendidik
Pendidik adalah orang yang
mengajar. Menurut Witherington, mengajar bukan hanya menuangkan materi
pelajaran ke dalam pikiran atau menyampaikan kebudayaan bangsa kepada
anak-anak. Pendidikan adalah hal yang paling utama dan selalu menjadi pendorong
dalam pembelajaran. Jadi murid sudah mendapat dorongan dari guru tidak akan
berhenti belajar, tetapi harus menyelidiki dan memperdalam pengetahuannya.
Selanjutnya menurut H.G.Wells berpendapat bahwa mengajar menjadi tugas guru
adalah ujian manusia yang terbesar. Memang mengajar yang efektif sangatlah
kompleks dan tergantung pada integrasi berbagai faktor. Untuk mengetahui
syarat-syarat mengajar yang baik sejumlah sifat guru dan teknik mengajar
diadakan.[19]
Untuk mempertegas
pembahasan, dalam bagian ini saya akan lebih menekankan penjelasan mengenai
pendidik (guru) Kristen. Hal ini karena proses pembelajaran antara pendidik
Kristen dan pendidik umum sangat berbeda. Istilah pendidik Kristen dapat kita
pahami dari 3 segi. Pertama, pendidik dalam perspektif Kristen. Kedua, pedidik
yang beragama Kristen. Ketiga, pendidik yang berkaitan dengan iman Kristen.
Dengan demikian pendidik (guru) Kristen hanya menunjuk kepada mereka yang
mengajar agama Kristen dan menggeluti bidang pekerjaannya dalam hal
kekristenan.
Untuk menjadi pendidik Kristen, ada persyaratan yang
harus dipenuhi. Persyaratan pendidik umum tentu tidak sama degnan pendidik
Kristen. Persyaratan pendidik umum harus dimiliki pendidik Kristen, tetapi
persyaratan yang dimiliki pendidik Kristen tidak dimiliki pendidik umum.
Persyaratan yang dimiliki pendidik Kristen dan tidak dimiliki pendidik umum
adalah mengenai kerohanian serta persyaratan iman Kristen.
Supaya dapat mengajar dengan lebih efektif, seorang
pendidik harus memiliki persyaratan professional dan persyaratan rohani.
Persyaratan professional meliputi keteladanan (menguasai hal yang dikerjakan),
layanan khas (manfaatnya lebih nyata), serta diakui masyarakat serta
pemerintah. Selain itu juga pada persyaratan administratif akademik dan
keterampilan teknik mengajar. Sedangkan persyaratan rohani seorang guru Kristen
antara lain: lahir baru, dewasa rohani, serta berpegang pada alkitab sebagai
sumber utama pengajarannya. Dengan demikian, seorang pendidik (guru) Kristen
harus memiliki keseimbangan antara persyaratan professional dan persyaratan
rohani.[20]
2. Anak
Didik
Dalam rangka meningkatkan
kualitas proses pembelajaran setiap guru perlu memiliki pemahaman komprehensif
tentang peserta didik. Hal ini sangat penting mengingat pelaku proses belajar
adalah peserta didik itu sendiri. Peseta didik memiliki tanggung jawab belajar
bagi diri sendiri. Materi pengajaran yang baik mendorong terjadinya proses
pembelajaran. Meskipun demikian, guru harus memahami bahwa kemauan setiap anak
didik untuk melakukan pembelajaran berbeda-beda.
Pemahaman terhada anak didik sangat penting bagi
pendidik. Dengan demikian, peran guru adalah membimbing, membantu atau
mengarahkan peserta didik agar dapat bertanggung jawab atas diri dan
kemajuannya sendiri serta mengalami peristiwa belajar yang efektif. Demi
kelancaran proses pembelajaran, guru perlu mengenal latar belakang, tingkat
perkembangan, serta kebutuhan peserta didik. Jjika guru berusaha mengenal
peserta didik, yang akan ia layani, dia akan lebih tertolong dlaam merumuskan
tujuan, sasaran dan materi pengajaran yang relevan dengan kebutuhan mereka.
Menurut B.S. Sijabat,
pemahaman utama mengenai peserta didik yang perlu dimiliki dan terus
ditingkatkan guru adalah tentang kedudukan anak sebagai makhluk religius.
Dengan demikian, guru dalam perspektif pendidikan, Kristen harus yakin bahwa peserta
didik bukan saja sebagai makhluk biologis, psikologis, sosiologis dan cultural,
melainkan juga terutama sebagai makhluk religius. Hal ini sesuai dengan
penjelasan alkitab bahwa manusia diciptakan sesuai dengan gambar dan rupanya
(Kej 1:26-27)[21]
Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi moral
intelektual atau mental keindahan. Allah tidak membiarkan manusia tanpa
perlengkapan atau moral dasar, yaitu potensi, kemampuan, kesanggupan, kekuatan,
dan kuasa. Oleh karena itu, guru harus tetap mengembangkan pandangan positif
terhadap peserta didiknya, yaitu keyakinan potensi manusia. Guru juga bertugas
terlebih dahulu mengakui dan menghargai kekuatan yang dimiliki peserta didik.
Sebagai manusia, guru dan peserta didik merupakan pribadi seutuhnya dengan kata
lain, guru dan peserta didik sekaligus memiliki dimensi lahiriah, atau fisik
(fisiologis) dan dimensi batiniah. Dimensi batiniah meliputi aspek jiwa,
mental, dan roh. Semua unsure tersebut saling berkaitan dalam aktivitas
sehari-hari. Khususnya dalam proses belajar. Dengan demikian, belajar bukan
hanya merupakan tindakan fisik (olah raga), melainkan juga aktivitas emosi
(olah rasa), sikap dan pikiran. Kegiatan belajar akan dapat kita pahami sebagai
kegiatan rohani. Pelajaran agama (iman Kristen) juga tidak terlepas dari
kegiatan rohani
3. Kurikulum
Kurikulum menurut Thomas
Bernard, kurikulum merupakan seperangkat program untuk pengajaran yang menjadi
pedoman pengembangan pendidikan, nasution mengutip pernyataan Esner bahwa
kurikulum dipandang sebagai pengembangan proses kognitif, teknologi,
humanistis, atau aktualisasi peserta anak, rekonstruksi sosial dan akademik.
Kurikulum sebagai alat transmisi kebudayaan, transmisi dengan masyarakat atau
transformasi peserta didik. Kurikulum dapat dipandang sebagai alat untuk
mengembangkan kemampuan intelektual anak khususnya kemampuan berpikir agar ia
dapat memecahkan segala hal yang dipahami. Dalam hal ini, dapat dinyatakan
bahwa kurikulum merupakan seperangkat program pendidikan yang berisi alat,
tujuan, materi, serta berbagai ketentuan lain untuk mengembangkan pendidikan
yang disampaikan pendidik kepada peserta didik dalam proses pembelajaran
sehingga anak didik memahami dan mengaktualisasikan pengetahuan tersebut.
Materi atau isi dalam pendidikan Kristen tentu saja menyangkut isi alkitab
yaitu firman Tuhan yang disampaikan pengajar kepada peserta didik.[22]
Perangkat lain menjadi saran dan penunjang, tetapi
pengajaran adalah kebenaran dalam alkitab yang harus dimiliki peserta didik.
4. Tujuan
Dalam tujuan pendidikan terkandung
unsure individu dan masyarakat. Individu hidup dalam masyarakat,
sedangkan masyarakat terdiri dari individu-individu. Keduanya tidak dapat
dipisahkan. Dalam menentukan tujuan pembelajaran, kita harus melihat setiap
kebutuhan baik peserta didik yang belajar, maupun masyarakat yang menggunakan
produk peserta didik.
Menurut Thomson yang pendapatnya dikutip dari
Witherington, tujuan pembelajaran terdiri dari tujuan umum, tujuan khusus,
tujuan guru, dan tujuan peserta didik. Tujuan umum bersifat umum, seperti
membentuk manusia yang bersusila, demokratis, dan menyampaikan kebudayaan.
Tujuan lainnnya adalah peserta didik menguasai materi pembelajaran sesuai
bidang yang dipelajari. Tujuan umum berbeda dengan tujuan khusus. Masyarakat
mencoba memecahkan tujuan umum dengan berbagai tujuan khusus yang lebih konkret
sehingga mudah dicapai. Dengan mengevaluasi tujuan umum pendidikan Kristen
adalah mengarahkan peserta didik agar bermoral dan berbudi pekerti kristiani
sesuai dengan firman Tuhan. Sedangkan tujuan pendidikan kristiani secara khusus
menyangkut sisi alkitab yang datang ke dunia untuk menyelamatkannya (Yoh 3:16).
Dengan kata lain tujuan khusus pembelajaran dalam pendidikan Kristen mengenali,
mengerti dan menerima Yesus sebagai Juruselamat pribadi.[23]
5. Metode
Metode dapat diartikan
sebagai teknik, cara, atau prosedur. Dalam setiap kegiatan pembelajaran
diperlukan metode yang tepat dan relevan untuk mencapai tujuan. Oleh karena
itu, dalam persiapan mengajar dengan target menghasilkan rencana pengajaran,
pendidik harus memikirkan metode pengajaran secara seksama. Untuk menentukan
metode pengajaran yang tepat, pendidik harus memikirkan hal-hal yang
mempengaruhi proses pembelajaran, karakteistik peserta didik yang dihadapi,
tujuan pembelajaran, seta cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, hal prnsip yang harus menjadi bahan
pertimbangan pengajar dalam menentukan metode pengajaran adalah mengenai
kondisi kelas. Hal ini dimaksudkan agar antara pengajar dan peserta didik
terjadi interaksi dialogis, mengembangkan kreativitas peserta didik, dan
menghubungkan metode satu dengan lainnya sehingga terbentuk metode yang
variatif. Tidak ada metode yang paling baik diantara sekian banyak metode,
tetapi dengan metode yang bervariasi akan menolong anak didik untuk lebih
memahami materi pengajaran yang disampaikan.
Metode merupakan cara untuk memperjelas materi yang
disampaikan. Satu hal yang tidak boleh diabaikan adalah bahwa metode tidak
boleh menjadi hal utama dengan mengabaikan materi pengajaran. Apalagi dalam
pendidikan Kristen, materi yang disampaikan adalah firman Allah. metode
pengajaran yang digunakan seharusnya membuat firman Allah dapat dipahami dan
dimengerti, bahkan diterapkan oleh peserta didik. Bukan sebaliknya, metodenya
bagus, tetapi firman Tuhan yang utama malah belum dimengerti oleh peserta
didik. Ada berbagai metode yang dapat digunakan, antara lain: ceramah,
Tanya jawab, diskusi, dialog, demonstrasi, khotbah, eksperimen, peragaan,
permainan, dramatisasi, dll.[24]
b.
Dasar Pendidikan Agama Kristen
Dasar PAK menurut Louis
Berkhof dan Cornelius Van Til adalah:
1.
Penciptaan : Pendidikan Manusia – Kebutuhan yang Diamanatkan Allah Mungkin tidak ada konsep
pendidikan lain yang dapat dengan tepat menggambarkan keunikan karakter
pendidikan Kristen selain konsep penciptaan. Ini tidak berarti bahwa konsep
penciptaan merupakan konsep dasar dari sistem pendidikan kita; konsep yang
paling dasar adalah konsep tentang Allah. Tetapi, gagasan tentang penciptaan
lebih aplikatif untuk digunakan sebagai parameter pengukur dibandingkan dengan
konsep tentang Allah. Konsep penciptaan langsung berhubungan dengan
konsep diri kita. Konsep ini berhubungan dengan alam semesta yang tampak.
Serangan terhadap konsep penciptaan lebih bersifat langsung dan terbuka
dibandingkan dengan serangan terhadap konsep Allah.
Jika seseorang mempertahankan konsep penciptaan, orang
tersebut langsung dianggap sedang mempertahankan konsep yang kini tidak lagi
dianut oleh orang banyak. Sebagai pendidik Kristen, kita melihat segala sesuatu
secara utuh dan jelas, kita tidak perlu membuat pembelaaan ketika mendidik
anak-anak dengan otoritas. Kita juga tidak perlu takut kepada para pengkritik
alkitab dan para evolusionis yang akan dapat meletakkan kita pada posisi sulit.
Kita tidak akan terlampau kepada perkembangan ilmu pedagogi dan psikologi. Apa
yang bisa kita ajarkan dan bagaimana kita bisa mengajar jika bukan dengan
otoritas dari Allah dan Kristus?[25]
2.
Kovenan : Kovenan Anugerah
Untuk mendapat pemahaman
yang tepat tentang kovenan anugerah, sangat penting bagi kita untuk memiliki
beberapa konsep mengenai ide kovenan secara umum. Sulit untuk lolos dari
perhatian mahasiswa teologi bahwa, sekalipun elemen-elemen penting dari kovenan
anugerah telah ada dalam protevangelium (protevangelium adalah pemberitaan
pertama dalam sejarah penebusan mengenai kabar baik keselamatan dalam Kristus,
dimana Allah mengatakan bahwa keturunan dari perempuan itu atau Hawa akan
memerangi dan mengalahkan tujuan-tujuan jahat iblis: “maka berfirmanlah Allah
kepada ular itu: Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara
keturunanmu dan keturunannya, keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau
akan meremukkan tumitnya’Kej 3:14-15”), namun secara formal, penegasannya baru
diperkenalkan dalam sejarah pewahyuan. Setelah hampir 20 abad berlalu setelah
penciptaan dunia ini, baru Allah secara resmi masuk dalam relasi kovenan dalam
Abraham dan keturunannya. Dan terdapat suatu alasan yang benar-benar baik untuk
penundaan ini dalam metode relasi ilahi secara umum, dimana yang alami
mendahului spiritual, dan realitas spiritual dilahirkan dengan bentuk yang
diturunkan dari dunia alami. Dibawah pemeliharaan Allah dari berbagai bentuk
kehidupan, dari berbagai interaksi dalam kelompok sosial dan dari perkumpulan
diantara manusia, pertama kali telah dikembangkan di dalam kehidupan alami
manusia, dan kemudian digunakan oleh Allah sebagai sarana bagi wahyu khusus
Allah. Jadi manusia harus menyesuaikan diri dengan ide persetujuan kovenan
dulu, sebelum Allah memanfaatkan ide tersebut dalam penyingkapan
kebenaran-kebenaran kekal dari kovenan anugerah.
Oleh karena itu, di dalam kovenan anugerah, kita
menemukan dua pihak yang tidak setara: Tuhan yang tidak terbatas, Pencipta alam
semesta mulia karena kekudusanMu menakutkan karena perbuatanMu yang mashyur
(Kel 15:11),dan manusia yang terbatas, makhluk hidup dari debu, penuh dosa dan
cemar. Tuhan adalah pemilik yang kaya atas semua hal, termasuk manusia. Sedangkan
manusia adalah seorang pelayan yang dipercaya mengurus hartaNya. Tuhan memiliki
hak untuk menuntut kehidupan, milik, waktu dan pelayan ciptaanNya dan tidak
berkewajiban apapun kepada mereka. Sementara manusia berkewajiban untuk
memberikan semuanya kepada Tuhan dan tidak berhak menerima upah apapun. Tuhan
dapat memberikan kekayaan dan kehormatan dan sukacita yang tidak tertandingi,
sementara manusia tidak dapat menawarkan apapun juga bahkan kehidupannya yang
hancurdan sering kali disebutnya sebagai miliknya.
Anugerah dari kovenan juga terlihat sangat jelas dari
segi lain dalam setiap perjanjian terdapat dua elemen, janji dan syarat; dan
hal ini juga berlaku pada kovenan anugerah. Elemen-elemen ini menemukan
ekspresinya dalam ungkapan yang sering diulang-ulang yaitu: aku akan menjadi
Tuhan mereka dan mereka akan menjadi umatKu. Tetapi meskipun ada tuntutan dalam
kovenan anugerah, ada banyak janji yang melatarinya: faktanya, semua
tuntutannya juga diselubungi dengan janji-janji sorgawi. Dengan kesadaran akan
kenyataan yang menyenangkan ini, augustinus berdoa: “Tuhan, berikanlah apa yang
Engkau perintahkan, dan perintahkanlah apa yang engkau kehendaki.
Janji yang mendasar dari kovenan adalah pengampunan
dosa. Dosa menjadi penghalang antara Tuhan dan manusia, yang harus dihilangkan
terlebih dahulu. Selama penghalang itu tidak dihalangkan, orang-orang berdosa
berada dibawah kutukan, dia tidak mempunyai relasi dengan Tuhan, tidak dapat
mendaki bukit kudusNya, dan tidak dapat berdiri dihadapanNya. Persekutuan
dengan Tuhan sama sekali tidak mungkin. Tetapi ketika dosa diampuni, kutukan
diangkat, jalan ke pohon kehidupan dibuka, dan orang-orang berdosa mendapatkan
lagi ketenangan dalam pelukan Bapa di sorga.
Hal yang tidak dapat dipisahkan berkenaan dengan
anugerah pengampunan Allah adalah anugerah adopsi. Allah mengadopsi orang-orang
berdosa ke dalam keluargaNya sendiri, tentu saja hal ini secara tidak langsung
menyatakan bahwa pada natur nya mereka ini bukanlah anak-anak Allah. jika
mereka adalah anak-anak Allah maka adopsi sama sekali tidak perlu. Orangtua
dapat mengadopsi seorang anak, tetapi mereka tidak mengadopsi anak mereka
sendiri. Ini adalah berkat yang dibicarakan Yohanes ketika ia berkata: “tetapi
semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah,
yaitu mereka yang percaya dalam namaNya. (Yoh 1:12). Ini adalah berkat yang
membuat Paulus bersukacita, “sebab kamum tidak menerima roh perbudakan yang
membuat mereka takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu
anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru : “ya Abba, ya Bapa” Rom 8:15. Dengan berkat pengadopsian,
berkat lain berjalan bersamaan. Orang-orang berdosa dijadikan anak Allah, bukan
hanya secara pengertian hukum dengan cara adopsi, tetapi juga dalam pengertian
rohani yaitu lahir baru dan penyucian. Allah melakukan jauh lebih banyak dari
pada yang dapat manusia ingin lakukan ketika mereka mengambil seorang anak
kedalam keluarganya. Orangtua dapat mengadopsi anak, tetapi mereka tidak dapat
merubahnya. Mereka tidak dapat merubah sifat dasar anak, tidak dapat menanamkan
cirri bawaan mereka dan tidak dapat membuatnya menyerupai mereka. Allah tidak
hanya dapat melakukan ini degnan mudah, tetapi benar-benar dapat
menggenapkannya, Ia lebih dulu mengirim Roh AnakNya ke dalam hati para pendosa,
yang berseru, “Abba, Bapa”. Ia memulihkan gambar Allah di dalam mereka,
memperbaharui hidup mereka dan menciptakan roh ketaatan yang baru di dalam
mereka, sehingga sebagai anak-anak yang sesungguhnya mereka jadi ingin bahkan
sangat ingin untuk melakukan kehendak Bapa.[26]
3.
Iman
Kita telah melihat masa
lampau. Kita telah melihat bahwa Allah telah member manusia program yang
harus dikerjakan. Kita juga telah melihat masa sekarang. Kita telah melihat
bahwa program ini sedagn direalisasikan sekalipun dosa yang telah masuk ke
dalam dunia. Sekarang secara singkat kita harus melihat masa depan dalam rangka
melihat bahwa program yang terlihat sangat lambat di dalam realisasi sekarang,
nantinya akan secara utuh direalisasikan.
Kita telah melihat ketaatan dan ketekunan iman, sekarang
kita harus melihat penglihatan iman seperti Abraham dengan ketaatan iman
meninggalkan Ur-Kasdim menuju ke tempat tinggal yang tidak pernah diketahuinya
secara pengalaman, dan dia tinggal di tanah perjanjian sebagai pendatang di
tanah asing, tidak memiliki sejengkal tanahpun. Seperti inilah kita memandang
program kita. Kita sudah menerima perintah Tuhan untuk maju. Terhadap perintah
tersebut kita sudah taat. Tetapi pengalaman menunjukkan tidak terlihatnya hasil
yang besar dalam waktu singkat. Buah yang diharapkan sejauh ini terlihat sangat
kecil. Tetapi kita harus terus maju. Kita semua seperti Abraham yang tidak
hanya memanifestasikan ketaatan iman dan ketekunan iman, tetapi juga
pengharapan iman.[27]
4.
Otoritas
Secara umum, dapat kita
katakan bahwa otoritas adalah hak untuk memerintah dan menuntut ketaatan, atau
membuat suatu keputusan berkenaan dengan masalah-masalah yang menjadi
perdebatan. Seorang jendral dilapangan menyatakan otoritas, ketika ia
memerintah pasukan dan mengatur pergerakan tentaranya, jaksa dalam pengadilan,
ketika ia menjatuhkan hukuman pada narapidana yang dibawa kepadanya, dan
seorang ahli di suatu bidang pekerjaan, ketika pertanyaan yang sulit diajukan
kepadanya berkenaan dengan bidang yang digelutinya. Dengarkanlah sedikit
kata-kata bijaksana yang tertulis dalam kitab Amsal: “orang baik meninggalkan
warisan bagi anak cucunya tetapi kekayaan orang berdosa disimpan bagi orang
benar; tetapi siapa mengasihi anaknya menghajar dia pada waktunya” (13:22,24) ;
“Hajarlah anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau mengingini
kematiannya” (19:18) Tetapi guru harus senantiasa sadar bahwa otoritas hukum yang
dimilikinya tidak melekat pada orangnya. Dia tidak pernah dapat bertindak
seperti autokrat. Seluruh otoritas hukum diturunkan dari Allah dan harus
dilaksanakan secara harmonis sesuai dengan kehendak Allah seperti yang
diungkapkan dalam firmanNya. Sangat penting bagi guru untuk bukan sekedar
mengakui fakta ini dan membiarkan dirinya diatur menurut prinsip disiplin dalam
firman Allah, tetapi juga menyampaikan kebenaran yang penting ini kepada
murid-muridnya sebagaimana tugasnya untuk melaksanakan disiplin dalam ketaatan
kepada Tuhannya. Dia tidak boleh berpuas diri dengan mengatakan pada
murid-muridnya bahwa dia mengatur atas nama Tuhan, melalui sanksinya dan
tuntutan-tuntutannya, tetapi dia juga harus membuat murid-muridnya merasakannya
ketika ia menghukum yang tidak benar. Hal ini mencegah anak-anak menuduhnya
bertindak sewenang-wenang dalam hati mereka.
Dalam menjalankan otoritasnya, guru harus bertindak
sesuai dengan firman Allah. hak orangtua dan guru atas anak-anak mereka itu
tidak absolute, tetapi dibatasi oleh hak Allah yang lebih tinggi. Hal ini
dinyatakan dalam alkitab. Karena itu, alkitab merupakan standar yang harus
mereka pakai untuk memimpin anak-anak yang dipercayakan kepada mereka.
Guru harus mengajar anak-anak untuk taat pada otoritas
dan menanamkan di dalam diri mereka kasih akan kesucian moral dan kebenaran
umum. Dia mungkin telah lama menderita dengan sangat sabar sehingga ia mungkin
mengacukan tugas penting yang dipercayakan kepadanya dan hasil kerjanya
terbukti berbahaya bagi kehidupan sosial dan kehidupan masyarakat. Mungkin ada
beberapa hal yang patut dihargai dalam cita-cita modern untuk mendidik
anak-anak supaya mandiri, tetapi pelaksanaannya yang ekstrim mungkin menjadi
sumber bahaya yang tidak terhingga. Guru harus bersikap tegas dalam
kepemimpinan dan disiplinnya. Kita tidak berdalih untuk menggunakan cambuk
tiada henti-hentinya, tetapi kita berpendapat bahwa disiplin adalah sah
di sekolah sama seperti di rumah. Ketika disiplin ditemukan disiplin harus
ditegakkan, namun tentunya dengan hati-hati dan bijaksana. Mari kita menjadi
lebih bijaksana dari apa yang tertulis dalam firman Allah yang dibuktikan
melalui pengalaman selama berabad-abad. Sekarang disiplin ini sangat diperlukan
supaya anak-anak taat pada otoritas yang dikehendaki Allah untuk mengatur
mereka.[28]
5.
Kehidupan kekal
Harga yang harus dibayar
untuk ide pertumbuhan itu adalah keheningan dan perhentian kekal. Anda tidak
pernah atau tidak akan pernah memiliki sesuatu yang menyerupai kehidupan yang
penuh. Kita sadar bahwa jika kita harus menjadi harmoni dengan Dia menurut
caraNya. Karena itu kita yakin bahwa kita mempunyai dan akan mempunyai
kehidupan yang penuh.[29]
c.
PAK dalam Perjanjian Lama
Setiap manusia pada dasarnya
mempunyai kesadaran religius bahwa ada sesuatu kodrat ilahi di atas realitas
dunia, dan dalam berbagai agama. Pendidikan dimulai ketika agama mulai muncul dalam
kehidupan manusia. PAK berpangkal pada persekutuan umat tuhan dalam perjanjian
lama. Bangsa yahudi adalah bangsa yang kecil, tetapi kuat, sedikit, tetapi
menyebar
ke seluruh dunia, tetapi kemurnian mereka terjaga. Mereka kadang tidak memilki tanah air dan raja,
tetapi selalu menonjol dan member pengaruh kuat kepada dunia. Mereka adalah
bangsa yang memiliki identitas yang kuat. Mereka merupakan penganut agama
yudaisme yang mementingkan ketaatan kepada hukum agama. Mereka menjaga
kemurnian pengajaran dari generasi ke genarasi untuk memberi dasar yang teguh
setiap tingkah laku dan tindakan.
Hal yang paling mengesankan
dalam budaya yahudi adalah perhatian mereka terhadap pendidikan. Pendidikan
menjadi bagian utama dan terpenting dalam budaya yahudi. Semua budaya diarahkan
untuk menjadi tempat mendidik para generasi muda yang kelak akan member pengaruh
besar. Objek utama dalam pendidikan adalah mempelajari taurat. Allah
menggunakan taurat sebagai media pengajaranNya; pertama-tama Allah
memperkenalkan diriNya, menyatakan pekerjaan yang telah Dia lakukan keudian
mengarahkan pengajaranNya kepada hubungan Allah (pribadiNya) dengan manusia
sebagai umatNya,serta manusia denagn manusia selaku umat yang telah dibebaskan
dan diselamatkan.[30] Sebagai
penyelidikan terhadap alkitab, kitab perjanjian lama menjelaskan secara khusus
perihal komponen pembelajaran. Hal yang terkait dengan komponen pembelajaran
adalah pendiaik, yaitu para pemimpin Israel yang turut berperan dalam
pendidikan, pesera didik,yaitu umat Israel yang menerima pendidikan, kurikulum
yaitu materi atau isi pendidikan yang mencakup ketetapan dan peraturan (Ul.
6:1) atau taurat tuhan. Sedangkan komponen pembelajaran yang lain adalah tujuan
dan metode.
Sebagaimana diuraikan
sebelumnya mengenai berbagai komponen proses pembelajaran secara umum, berikut
akan dijelaskan pandangan alkitab terhadap berbgai komponen proses
pembelajaran, yaitu pendidik, peserta didik ,materi atau isi, serta tujuan dan
metode.
Tujuan semua komponen
tersebut berdasarka visi Allah, yaitu menyelamatkan bangsa bangsa di dunia
melalui keteladanan hidup orang ibrani. Semua ini diekspresikan dalam misi
allah, pendidik harus dapat mejadi saluran bagi bangsa- bangsa lain selama
mengajarkan hukum hukumNya. Dengan demikian, pendidikan bertujuan agar umat
Israel takut akan tuhan, tetap memegang ketetapan dan peraturan Allah.
1.
Allah sebagai Pengajar
Alkitab memberikan kesaksian
tentang hal itu dari awal sampai akhir. Para bapa leluhur bangsa Israel,
seperti abraham, ishak,dan yakub menjadi pemimpin dan pegajar umat tuhan. Musa
pemimpin pengajar umat. Musa menjadi pemimpin yang masyur, dan ia juga
mengangkat para penatua bagi umat Israel selanjutnya yosua dan para hakim,
beberapa putra harun dan suku lewi,yang dalam pangkat dan fungsinya
masing-masing telah ditentukan tuhan menjadi pemimpin umat Israel. Para
pemimpin semakin banyak dibutuhkan ketika ada kebaktian dalam bait Allah untuk
menyelenggarakan kurban persembahan, untuk musuk dan nyanyian jemaat serta
mengajarkan undang undang agama kepada umat Israel. Selanjutnya ada sejumlah
rumah sembahyang atau sinagoge juga membutuhkan pemimpin dan pengajar.
Pengajar dalam perjanjian lama sangatlah kompleks,
artinya orang yang berperan langsung sangatlah berbeda. Dalam perjanjian lama,
pribadi yang termasuk pengajar adalah Allah sendiri para nabi, hakim, dan
pemimpin lainnya. Sebagai sumber dasar dan perinsip kehidupan kristiani, akitab
menjelaskan bahwa dalam membimbing manusia untuk lebih mengenal Dia, Allah
telah berperan sebagai pendidik. Sebagai pendidik, Dia aktif memberitahukan
kebenaran. Kebenaran itu adalah pribadiNya, firmanNya, bahkan perbuatanNya. Dia
telah dan sedang berkomunikasi kepada manusia dengan berbagai cara dalam
sepanjang sejarah (Ibr 1:1-2).
Kitab ayub mengemukakan bahwa Dia adalah pendidik yang
tiada taranya (Ayub 36:22), dan tidak ada yang dapat mengajariNya (Ayb 21:22;
Yes 40:1-4). Sebaliknya, Dia mengajari manusia supaya berpengetahuan (Mzm
94:10), termasuk cara bertani (Yes 28:24-26). Pengajaran Allah dalam sepanjang
sejarah manusia dapat kita telusiri sebagai berikut:
a.
Allah mengajar Adam dan Hawa di taman eden (Kej 1-2)
b.
Allah mengajar generasi berikutnya, Kain dan Habel, serta keturunan
Adam lainnya (Kej 5:22-24)
c.
Allah mengajar Nuh beserta keluarganya sekalipun ada tantangan dan
kejahatan manusia yang parah. Sebagai akibatnya, akhirnya manusia dimusnahkan
dengan air bah (Kej 6-8). Lalu Allah memberikan pendidikan dan perjanjian baru
bagi Nuh dan keturunannya (Kej 9:1-17). Allah mengajar generasi berikutnya
sesudah Nuh sekalipun akhirnya ereka memberontak, dengan klimaksnya mendirikan
menara babel (Kej. 11:4)
d.
Allah mengajar Abraham (Kej 12-22)
e.
Allah mengajar umat Israel sejak di Mesir dan dalam perjalanan menuju
kanaan, dengan memilih dan mempersiapkan pemimpin dan pendidik, yaitu musa,
harun, miriam, yosua, dan kaleb
f.
Allah mengangkat para hakim dan imam sebagai pendidik umat
g.
Allah mengajar umatNya melalui para nabi untuk menyampaikan
kehendakNya.
Pengajaran Allah disampaikan dalam berbagai bentuk, baik
melalui perkataan, penglihatan, mimpi atau penampilan nyata yang dapat
disaksikan. Allah menyatakan kehadiranNya dengan berbagai cara. Dia berbicara
dan manusia menanggapinya, manusia mengeluarkan isi hatinya dan Dia menjawab.
Sebagai pengajar atau pendidik, Allah juga memberikan batasan gerak dengan
memperingatkan manusia, hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia,
tetapi Allah juga memberikan wewenang dan kebebasan kepada manusia sebagai
umatNya.
Sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling mulia, manusia
adalah makhluk bertanggung jawab yang diciptakan pada hari terakhir dan dalam
kapasitas “imago dei” (gambar Allah). Jadi, manusia sebagai peserta didik atau
murid bertanggung jawab atas hal yang ia lakukan. Dalam perjanjian lama, Allah
bukan hanya sebagai guru yang mendidik dan melindungi, melainkan juga
menyelamatkan. Kitab keluaran 15 merupakan pasal pertama yang mengungkapkan
tindakan penyelamatan Allah dalam sejarah Israel.
Seluruh taurat ditulis sebagai pendidikan dasar yang
diperlukan umat Allah. Dalam kitab ulangan, seluruh
pendidikan yang disampaikan Allah kepada Musa diulangi secara singkat, dan
menyampaikan kembali kepada umat Israel sebelum mereka masuk tanah kanaan.
2.
Para Nabi sebagai Pengajar
Menurut Yudas 1:14, daftar para nabi dimulai dari
Henokh, keturunan ketujuh dari Adam, yang mengumumkan peringatan mengenai
hukuman yang akan datang, mungkin peristiwa air bah. Nubuat ini mungkin
digenapi hingga pada hari penghukuman terakhir bila Tuhan kita Yesus Kristus
kembali untuk menghukum segala bangsa. Selain itu, dengan jelas Musa ditunjuk
sebagai nabi (Ul 18:17-18). Atas perintah Allah, ia telah menulis taurat bagi
orang israel. Dalam tulisannya terdapat sejumlah nubuat yang hidup mengenai
masa depan. Begitu juga dengan Samuel, hamba Allah yang kuat pada masa hakim-hakim.
Ia menjadi pelihat (1 Sam 9:9) sekitar tahun 1000 SM. Samuel memiliki hubungan
yang sangat dekat dengan Allah sehingga ia dapat menangkap maksud ilahi bagi
bangsa Israel. Samuel juga dianggap sebagai nabi. Pada zaman Samuel sejumlah
nabi menjadi besar dan Samuel diakui sebagai pemimpinnya (1 Sam 10:5-11;
19:2-14). Sebelum zaman kerajaan, seorang nabi biasanya mempunyai jabatan
sebagai pemimpin (Musa) atau hakim (Samuel). Kegiatan utama mereka berhubungan
dengan kepemimpinan, tetapi pada awal masa kerajaan, nabi tidak langsung
menjadi pemimpin kerajaaan, tetapi sebagai suara Allah.
Pada awal abad 9 SM, Elia dan Elisa menjadi nabi dan
pemimpin besar di Kerajaan Israel (utara), yang pada masa pergolakan
penyembahan abad ke-9 hingga penghabisan abad itu. Ia melihat bangsa itu berada
di bawah penghukuman Allah. Dengan bersemangat ia mengumumkan pemerintahan dan
berkata tentang hari Tuhan, baik yang akan terjadi segera maupun yang masih
jauh.
Kemudian datanglah nabi yoel, mungkin pada pertengahan
abad
ke-9 hingga penghabisan abad
itu. Ia melihat bangsa itu berada dibawah penghukuman Allah. dengan
bersemangat ia mengumumkan pemerintahan dan berkata tentang hari Tuhan, baik
yang akan terjadi segera maupun yang masih jauh. Kemudian nabi yunus datang dengan berita yang menunjuk
kepada sifat keistimewaan pemerintahan ilahi bagi niniwe dan umat Israel. Ia
menegur sikap fanatik bangsa ibrani yang menyendiri sebagaimana ditunjukkan
dalam dirinya. Pelayanannya berlangsung pada permulaan abad ke-8 SM.
Amos, sekitar tahun 780 SM, sangat menyadari keadaan
rakyat saat itu sebagai suatu bangsa. Ia menyampaikan berita yang menegur
penyembahan berhala di Betel, kerajaan Israel utara, dan mencela dosa-dosa yang
telah menjadi dosa nasional karena pengaruhnya yang tersebar luas. Selain itu,
pertanggung jawaban yehuda dan bangsa di sekitarnya terhadap pemerintahan ilahi
juga ditekan.
Hosea, yang memulai pelayanannya sekitar tahun 745 SM,
menyatakan hubungan Yehowa kepada bangsa Israel dengan pengalaman pribadinya
yang sangat menyedihkan. Ia menekankan ketidaktaatan dan perzinahan rohani umat
Israel dengan gamblang.
Yesaya, nabi “injil” yang besar dan terutama, menjadi
pemberita theokrasi yang melayani yehuda, mungkin sejak 740 hingga 698 SM. Ia
menubuatkan kejatuhan bangsa itu yang tidak sampai menepati perjanjiannya.
Namun, ia juga melihat lebih dahulu pekerjaan penebusan yang mulia dari “hamba
Allah” dan segala kemuliaan kerajaanNya yang akan datang.
Mikha, yang hidup sezaman dengan Yesaya, menyalahkan
para penguasa Yehuda yang curang dan berkhianat. Ia juga mengumumkan pelantikan orang
benar. Zefanya, mungkin merupakan keturunan keempat raja hizkia. Sementara
pemerintahan yosia menyatakan kekerasan dan kebaikan Tuhan, ia melayani dengan
baik sambil menunjukkan bahwa sifat-sifat ini tidak saling bertentangan, tetapi
malah saling melengkapi.
Yeremia (626-585 SM) adalah juru bicara di yehuda pada masa
kesengsaraan dan malapetaka meliputi seluruh bangsa. Sekalipun mengalami
pengasingan, salah paham, aniaya, dan penderitaan jasmani, ia tetap mengumumkan
celaan dan peringatan kepada Yehuda. Dengan gagah berani ia menjalankan
pelayanannya sehingga ia melihat penggenapan berbagai nubuat penghukuman itu. Seratus tahun kemudian,
nahum (625-612 SM) melengkapi berita yang dibawa yunus dan menubuatkan
keruntuhan mutlak niniwe, yang telah dilepaskan dari kebinasaan karena
pemberitaan yunus, nabi yang sempat tidak taat untuk sesaat.
Habakuk (610-605 SM) adalah wakil pada masa penjajahan
kasdim yang hidup sezaman dengan yeremia. Ia sangat dibingungkan oleh berbagai
keadaan pada zamannya. Namun oleh karena Tuhan memperlakukan ia dengan penuh
kesabaran, ia keluar sebagai seorang beriman dan mengumumkan solusi masalah ini
kepada bangsa itu. Obaja, sedikit sukar untuk menentukan tempat obaja menurut perhitungan
waktu. Namun dalam hal ini, kita menggolongkan ia hidup sezaman dengan
Yehezkiel (586). Berita yang ia sampaikan berkaitan dengan sikap bangsa edom
yang suka membalas dendam terhadap Israel. Ia mencela sikap itu dan menubuatkan
penghukuman terhadap bangsa yang tamak. Yehezkiel bernubuat di Babel (593 SM). Ia mengakui
kemuliaan Allah, baik penghukumanNya atas bangsa yang tidak setia maupun dalam
janji pemulihan akhir bangsa Yehuda dan perwujudan seluruh berkat atas kerajaan
theokratis itu.
Daniel (605-536 SM) bernubuat di babel. Daniel adalah
nabi pengharapan dalam masa yang gelap karena orang yehuda telah ditawan di
negri yag jauh dari yerusalem. Namun demikian, nabi Daniel menyatakan
kemenangan dan kemuliaan bangsa Israel dalam masa yang akan datang. Kedua hal
ini menggairahkan pembangunan kembali bait Allah. Namun pewahyuan Allah kepada
Zakaria meluas ke berbagai peristiwa tentang hari-hari terakhir masa
kesengsaraan Israel dan pemulihannya yang terakhir. Maleakhi, suara nabi yang
terakhir dalam perjanjian lama, mencela keburukan dan kemunafikan agama yang
penuh dengan mencela keburukan dan kemunafikan agama yang penuh dengan upacara,
tetapi tidak mempunyai kuasa. Beritanya berakhir dengan nubuat tentang
kedatangan “surya kebenaran” yaitu Mesias. Seseorang dapat menjadi nabi melalui panggilan Allah,
tanpa membedakan suku. Ada orang yang mempunyai panggilan jelas untuk
melaksanakan tugas sepanjang hidupnya, seperti Elisa, Yesaya, Yehezkiel, dan
Yeremia. Namun adapula nabi yang mungkin hanya sesekali bertugas. Seorang imam
juga dapat menjadi nabi, misalnya Yesaya dan Yehezkiel. Ada juga nabi yang
menjadi seorang raja, seperti Daud yang dipakai Tuhan untuk menyampaikan
firmanNya, hal ini terutama tampak dari kitab Mazmur. Kuasa nabi bergantung
langsung pada hubungannya dengan Allah. Nabi adalah suara Allah. Orang yang
menghargai Tuhan akan menghargai nabi tersebut. Namun ketika seorang nabi harus
menghadapi seorang raja yang jahat, hanya Tuhanlah yang akan melindungi mereka.
Oleh karena nabi ada di luar sistem pemerintahan, ia sering dipakai Allah untuk
mengkritik kelakuan raja dan para imam.
Lima pengajar yang menjadi bagian penting dalam staf
sinagoge dan yang mengklasifikasikan kewajiban guru adalah :
1.
Ahli taurat, yaitu orang yang mempelajari taurat musa dari hari ke hari
dan mengajarkan kepada rakyat umum. Mereka sangat disegani rakyat. Mereka
dianggap sebagai utusan Allah, “orang-orang alim” yang dipuji para malaikat di
sorga
2.
Rabi, yaitu para mahaguru termasyhur, dipuji sebagai orang-orang alim
yang sempurna.
3.
Orang bijaksana, contoh nya Salomo.
4.
Para imam
5.
Kaum pria dewasa
A.2. Pertumbuhan Iman dan Perilaku
Pertumbuhan iman adalah
suatu proses dimana seseorang sudah menerima Yesus sebagai Tuhan dan
Juruselamatnya (Yohanes 1:12), diberi kuasa jadi anak Allah, lalu rindu
mendengar, menerima dan memahami kebenaran Firman Allah dalam hidupnya setiap
hari (1 Korintus 10:17), selanjutnya di dalam diri orang tersebut, kebenaran
Firman Tuhan mengakar dan bertumbuh hingga dapat menghasilkan buah yang sesuai
dengan kehendak Allah (Matius 3:8). Nacy Poyah mengatakan dalam bukunya
bahwa:“Hidup di dalam iman kepada Kristus bagaikan tunas yang baru, terus
bertumbuh dan berbuah. Bertumbuh dalam pengenalan yang benar akan Allah,
sehingga hidup umat berkenan kepada Allah dalam segala hal dan terus mengarah
kepada Kristus (Efesus 4:13-16). Berbuah dalam kesaksian hidup yang baik, untuk
memuliakan namaNya (Yohanes 15:7; Efesus 2:10)”.[31]
Menurut J.
Fowler Ada empat
(4) tahap pertumbuhan iman anak menurut usianya masing-masing antara lain :
Usia 0-3 tahun
ialah tahap kepercayaan elementer awal. Kepercayaan pada tahap ini belum
terdiferensiasikan, Karena diposisi preverbal si bayi terhadap lingkungannya
belum dirasakan dan disadari sebagai hal yang terpisah dan berbeda.
Usia 4-6 tahun
disebut kepercayaan intiutif-proyektif. Pada tahap ini daya imajinasi dan dunia
gambaran sangat berkembang, walaupun si anak belum memiliki kemampuan operasi
logis yang mantap.Daya imajinasi dan gambaran-gambaran tersebut dapat
dirangsang oleh cerita, gerak, isyarat, upacara, simbol-simbol dan kata-kata.
Kemampuan untuk membedakan prespektif diri sendiri dan prespektif orang lain
sangat terbatas.
Usia 7-12
tahun, pada usia ini disebut kepercayaan mistik harafiah. Imajinasi dan
gambaran masih berpengaruh kuat, namun mulai muncul operasi-operasi logis yang
melampaui tingkat perasaan dan imajinasi sebelumnya. Mulai membedakan
prespektif diri sendiri dan prespektif orang lain, serta memperluas
prespektifnya dengan mengambil alih prespektif orang lain.
Usia 13-17 tahun disebut kepercayaan sintesis-konvensional.
Pada tahap ini si anak mulai berpikir abstrak. Remaja biasanya mengalami suatu
perubahan radikal dalam cara memberi arti. Remaja mulai mengambil alih
pandangan pribadi orang lain menurut pola pengambilan prespektif antar pribadi
secara timbal balik. Remaja berjuang menciptakan suatu sintesis dari
berbagai keyakinan dan nilai religious yang dapat mendukung proses pembentukan
identitas diri
No
|
Usia
|
Tahap
|
Perilaku/uraian
|
1
|
0-3 tahun
|
Belum dapat
membedakan
|
-
|
2
|
4-6 tahun
|
Proyeksi dan intuitif
|
- Gabungan imajinasi
pengalaman dan belief.Cerita-cerita
dari orang tua, membentuk gambaran tentang Tuhan (irasional)
|
3
|
7-12 tahun
|
Mistik harafiah
|
- Cerita-cerita ajaib
digunakan untuk menyampaikan makna spiritual (mulai rasional). Kisah-kisah
agama ditafsirkan secara harafiah
- Simbol-simbol
mempunyai arti yang khusus
|
4
|
13-17 tahun
|
Tiruan dan konvensional (sudah mulai berpikir abstrak)
|
Imannya
menyesuaikan diri dengan iman orang lain
- Penyesuaian diri
tersebut membentuk perilaku
Fokus masa ini adalah
hubungan dengan orang lain
|
Menurut Rudolf H. Pasaribu, iman
adalah “ Sikap atau respons manusia terhadap perbuatan Allah dan firman-Nya
yang ditandai dengan kesetiaan, kesungguhan dan ketetapan hati. Menurut
Pasaribu, Iman hanya terarah pada Allah yang intinya menerima dan mengakui
keMahakuasaan Allah yakni karya penyelamatan Allah sepanjang sejarah,
sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab.[32]
Pengakuan dan penerimaan tersebut adalah berasal dari hati nurani yang ditandai
dengan kesetian, kesungguhan, kebulatan tekad untuk mengakui Allah sebagai
pencipta dan penyelamat dunia walaupun banyak hal yang merintangi.
Menurut K. Rieder, iman adalah
kepercayaan akan seluruh karya penyelamatan Allah yang sungguh diluar batas
jangkauan manusia .[33]
Lebih lanjut oleh Dr. Dieter Becker
mengatakan bahwa iman adalah “kepercayaan dan pengharapan,[34]
suatu hal yang benar mengikat pemikiran”. Allah adalah pencipta dunia dan
segala isinya. Ia telah memilih bangsa Israel menjadi bangsa pilihan-Nya.
Ia telah menyertai dan menyelamatkan mereka. Karya penyelamatan Allah tersebut
terus di kerjakan-Nya melalui Yesus Kristus yang mendamaikan seluruh manusia
kepada Allah. Seluruh karya penyelamatan Allah ini dikerjakan-Nya jauh sebelum
kita lahir. Namun hingga kini kita masih
mengimani berita tersebut, kita harus mempercayai walaupun hal itu secara
logika sulit diterima, kita harus sungguh-sungguh mengakui semuanya sebagai
pekerjaan Allah dalam kekuasaan-Nya.Hal itu tidak hanya mengikat pemikiran kita
melainkan sikap kita, respon kita terhadap Allah yang kita imani.
Sementara menurut Gerard O’Collins dan Edward G.
Farrugia menjelaskan bahwa iman adalah kebenaran objektif, yang diwahyukan,
yang dipercaya atau penyerahan diri secara pribadi pada Allah.[35] Lebih lanjut dijelaskan bahwa dengan iman kita
meyakini kebenaran mengenai pewahyuan ilahi yang definitif dalam diri Kristus
(Yoh.20:31;Rom.10:9),dengan taat mengikatkan diri kita (Rom.6:8;Ibr.11:1). Hal
yang sama dikatakan oleh Dr.R.Soedarmo dengan mengatakan bahwa iman adalah
percaya, dan percaya merupakan karunia yang dari Allah .[36] Oleh
sebab itu, oleh R. Soedarmo menjelaskan bahwa kepercayaan merupakan dasar dari
segala sesuatu yang kita harapkan dan
bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibr 11:1). Lebih lanjut
Soedarmo menjelaskan bahwa kepercayaan tidak hanya mengetahui melainkan juga
menyerahkan diri kepada Yesus Kristus dan mengikuti Nya. Iman harus disertai
dengan perbuatan.
Berdasarkan defenisi tersebut di
atas, maka dapat dikatakan bahwa iman merupakan keputusan seseorang yang keluar dari lubuk hati yang
dalam untuk percaya dan berpengharapan teguh kepada Tuhan serta berperilaku
sesuai dengan kehendak Tuhan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Dr. Harun
Hadiwijono dengan mengatakan bahwa iman artinya memegang teguh.[37]
lebih lanjut oleh Harun Hadiwijono menjelaskan bahwa dalam Perjanjian Lama
orang Israel telah menaruh iman kepada Allah, yakni berpegang teguh pada janji
Allah, yakni keselamatan. Dengan iman, orang Israel mengimani dan mempercayai
segala janji Allah. Sementara dalam Perjanjian Baru, menurut Harun Hadiwijono,
Iman merupakan kepercayaan orang kristen untuk mengimani dengan segenap
kepribadian dan cara hidupnya kepada janji Allah bahwa ia di dalam Yesus
Kristus telah mendamaikan orang berdosa dengan diri-Nya sendiri sehingga
segenap hidup orang beriman dikuasai dan
dikendalikan oleh keyakinannya itu.
Sebagaimana kita ketahui bahwa janji Allah tidak
hanya sebatas hidup di dunia ini melainkan meliputi kesudahan dunia yaitu menyangkut masa depan manusia untuk
selama-lamanya. Oleh karena itu, beriman kepada Allah berarti mengimani,
tidak hanya dengan akal atau dengan
kata-kata, melainkan dengan segenap kepribadian dan cara hidup. Yang diimani
adalah segala janji Allah yang telah dinyatakan-Nya. Hal ini secara tegas
dikatakan oleh Harun Hadiwijono dengan mengatakan :
“Barangsiapa yang beriman dengan segenap hidupnya
dikuasai oleh janji-janji Allah. Hal itu umpamanya tampak di dalam hidup
Abraham. Tuhan Allah berjanji bahwa ia akan dijadikan berkat bagi para bangsa. Ia percaya dan mengimani janji Allah itu. Karena itulah ia pergi meninggalkan
orang tua dan tanah airnya ke negeri yang ia sendiri belum mengetahuinya, untuk
hidup seluruhnya di bawah naungan kuasa janji itu”.[38]
Berdasarkan defenisi iman yang dikemukakan di atas,
maka penulis menyimpulkan bahwa iman merupakan suatu respon manusia atas karya
penyelamatan Allah bagi semua orang. Dengan iman orang dapat mengakui bahwa
Allah mampu bertindak dalam hidupnya. Oleh sebab itu, maka dapat dikatakan
bahwa orang benar akan hidup hanya karena imannya. Iman memegang peranan
penting dalam hidup manusia.Ia sendiri pengendali, pengarah dan yang memotivasi
manusia untuk bertindak. Iman memiliki tempat yang sangat sentral dalam hidup
manusia. Oleh karena itu, iman perlu dibina bagi setiap orang Kristen sejak
dari usia dini hingga pada akhir hayat supaya ia dapat berakar, bertumbuh dan
berubah dalam iman. Keberadaan tersebut ialah adanya pengertian yang jelas bagi
seseorang tentang imannya. Ia memiliki dasar iman yang jelas. Karenanya, ketika
ia ditantang oleh berbagai pengertian dan pemahaman yang berbeda, ia dapat
teguh dalam imannya. Karena keteguhannya dalam iman, maka segala aspek
perilakunya mencerminkan bahwa ia adalah seorang Kristen.
A. 3. Perilaku
Dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi kedua
dikatakan bahwa perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap
rangsangan atau lingkungan.[39]
Dari defenisi tersebut, perilaku dianggap sebagai segala sesuatu oleh individu
atau pribadi manusia akibat rangsangan yang timbul baik dari dalam dirinya
maupun dari lingkungan. Rangsangan yang menyebabkan perilaku yang berasal dari
dalam diri dapat berupa motif atau motifasi. Menurut M. Ngalim Purwanto, motif
adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan
sesuatu.[40] Lebih
lanjut dikatakan bahwa motif dalam diri setiap manusia mempunyai fungsi
sebagai berikut:
a.
Mendorong
manusia untuk berbuat dan bertindak.
b.
Menentukan arah
perbuatan.
c.
Menyeleksi
perbuatan.[41]
Sementara tentang perilaku, Oleh Ngalin Purwanto mendefenisikannya sebagai segala kegiatan, tindakan, perbuatan manusia
baik yang kelihatan, yang disadari maupun yang tidak disadari. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa perilaku tersebut mencakup cara berbicara, berjalan, berpikir
atau mengambil keputusan, caranya melakukan sesuatu, caranya bereaksi terhadap
segala sesuatu, baik yang datang dari luar dirinya maupun dari dalam dirinya
sendiri.[42]
Perilaku manusia bersifat dinamis, akan tetapi untuk
mengubah perilaku seseorang membutuhkan suatu proses yang lama. Malary M.
Collins dan Don H. Fontenelle mengatakan bahwa “perilaku dapat berkembang
secara bertahap melalui proses yang berlangsung selama berminggu-minggu,
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.[43]
Karena itu dalam proses modifikasi perilaku berlaku pada proses yang sama,
perbaikan akan terjadi melalui proses
yang bertahap. Perilaku dapat berubah jika ada sesuatu yang mempengaruhi
individu tersebut. Manusia dapat mengubah caranya berbicara, caranya berpikir,
dan caranya bertindak jika ada yang memotifasi dan yang mendorongnya untuk
berubah.
Oleh Oemar Hamalik mengatakan bahwa
perilaku manusia terdiri dari dua unsur, yaitu: Pertama: Objek dan kedua,
unsur subjektif. Lebih lanjut dijelaskan bahwa unsur objektif merupakan unsur
motorik atau jasmaniah, kelihatan melalui gerak tubuh, aktifitas setiap saat;
sedangkan unsur subjektif merupakan unsur rohaniah, berhubungan dengan suasana
hati dan pikiran seseorang yang pada
hakikatnya mempengaruhi unsur objektif. Oemar Hamalik juga mengatakan bahwa
perilaku manusia adalah hasil belajar. Manusia dalam hidupnya senantiasa
belajar, Baik dari orang lain, informasi (buku-buku, majalah,
media informasi) maupun dari pengalaman.
Setelah manusia melakukan proses belajar maka ia menghasilkan suatu tindakan
baru sesuai dengan yang telah ia
pelajari.[44]
Hal yang sama juga dikatakan oleh
Dr. Dimyati dan Drs. Mudjiono dengan mengatakan bahwa “perilaku merupakan hasil
proses belajar”.[45] setiap
orang akan terus-menerus belajar dan juga memperbaiki hasil belajarnya yang
mana hal itu dapat terlihat dari perilakunya. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar kita dapat temukan dalam
berbagai aspek kepribadian, seperti pengetahuan, pemahaman, kebiasaan, keterampilam,
apresiasi, gerak, dan sebagainya. Namun apabila dalam hasil belajarnya terdapat adanya hal-hal yang
mendukung perilakunya sebelum ia belajar, maka perilaku tersebut akan terus
dipertahankan, dikembangkan sehingga menjadi kebiasaan dan budaya sendiri atau
menjadi ciri pertumbuhanistiknya.
Lebih lanjut oleh Dr. Oemar Hamalik
mengatakan bahwa ada beberapa unsur yang menjadi ciri setiap perubahan perilaku
sebagai hasil belajar , yaitu:
1. Tingkah laku dimotivasi. Seseorang perlu dibuat
sesuatu karena ada tujuan yang hendak dicapainya. Perubahan perilaku tersebut
dimulai dari dalam diri pribadi yang bersangkutan yakni adanya kebutuhan yang
memotivasinya untuk bertindak.
2. Tingkah laku bermotivasi adalah tingkah laku yang
sedang terarah pada tujuan. Setiap perilaku
yang bermotivasi akan diarahkan pada pencapaian tujuan, sehingga akan
menimbulkan kepuasan dan kesenangan.
3. Tujuan yang
disadari oleh seseorang mempengaruhi tingkah lakunya dalam upaya mencapai
tujuan tersebut. Seseorang melakukan suatu tindakan hanya untuk mencapai
kebutuhannya, kekurangannya yang disadari setelah ia belajar.
4. Lingkungan menyediakan kesempatan untuk bertingkah
laku tertentu. Hal ini berarti bahwa lingkungan merupakan unsur yang harus
diperhatikan untuk membentuk perilaku seseorang. Pembinaan yang telah dilakukan
baik melalui pendidikan setelah untuk membina perilaku. Seseorang harus terus
dibina sebab bisa saja berubah karena hasil belajarnya dari lingkungan.
5. Tingkah laku dipengaruhi oleh proses-proses dalam
organisme. Persepsi, pengalaman, dan konsepsi yang dimiliki seseorang dapat
dipengaruhi perilakunya terhadap aspek-aspek tertentu dari lingkungannya.
6. Tingkah laku ditentukan oleh kapasitas dalam diri
seseorang. Kapasitas perkembangannya.
Lebih lanjut Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku,
yaitu:
1. Perubahan
yang disadari dan disengaja (intensifional). Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar
dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasil,
individu yang saling terkait dalam dirinya sudah terjadi perubahan, misalnya
pengetahuannya bertambah bertambah atau cara meningkatkannya, bandingkan
sebelum dia sedang belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang
psikologi pendidikan. Dia sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Begitu
juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia eksis dalam dirinya telah
terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh nilai pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang berhubungan dengan psikologi pendidikan.
2. Perubahan
yang berkesinambungan (kontinyu). Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki
pada suatu kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah terjadi
sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah
berkembang itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan
guru berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan
tentang "Hakekat Belajar". Ketika dia mengikuti perkuliahan
"Strategi Belajar Mengajar", maka pengetahuan, sikap dan
keterampilannya tentang "Hakekat Belajar" akan dilanjutkan dan dapat
dimanfaatkan dalam pembelajaran perkuliahan "Strategi Belajar
Mengajar".
3. Perubahan
yang fungsional. Setiap perubahan perilaku yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang
bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa depan. Contoh:
seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan
keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mengenalkan
dan mengembangkan perilaku diri sendiri serta membuat dan mengembangkan
perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.
4. Perubahan
yang penting positif. Perubahan perilaku yang
terjadi normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa
sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan dalam bahasa Prosa Belajar
Mengajar tidak perlu dipikirkan perbedaan-perbedaan individu atau perkembangan
perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran
psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip -
prinsip perbedaan individu maupun Prinsip-prinsip perkembangan individu jika
dia kelak menjadi guru.
5. Perubahan
yang penting aktif. Untuk menghasilkan perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif
melakukan perubahan. Misalnya, siswa ingin mendapatkan pengetahuan baru tentang
psikologi pendidikan, maka mahasiswa yang aktif melakukan kegiatan membaca dan
mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang
psikologi pendidikan dan sebagainya.
6. Perubahan
yang tidak pemanen. Perubahan perilaku yang dihasilkan dari proses belajar dan menetap
menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, siswa belajar mengoperasikan
komputer, maka penguasaan komputer komputer tersebut akan menetap dan melekat
dalam diri mahasiswa tersebut.
7. Perubahan
yang wajib dan terarah. Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan
yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka panjang maupun jangka
panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang
ingin dicapai dalam jangka pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan,
sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam
bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sementara tujuan jangka panjang dia
ingin menjadi guru yang kuat Yang sedang tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai
aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
8. Perubahan
perilaku secara keseluruhan. Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar
mendapatkan pengetahuan semata, melainkan termasuk pula dalam sikap dan
keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang "Teori-Teori
Belajar", disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang
"Teori-Teori Belajar", dia juga memberikan sikap terhadap guru
"Teori-Teori Belajar". Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam
menerapkan "Teori-Teori Belajar".
Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan
perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk:
1.
Informasi verbal ; Yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik
secara tertulis maupun tulisan, misalnya nama-nama terhadap suatu benda,
definisi, dan sebagainya.
2.
Kecakapan intelektual ; Yaitu melatih individu dalam melakukan interaksi
dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan
simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan
dalam membedakan ( diskriminasi ), pengertian konsep konkrit, konsep
abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam.
3.
Strategi kognitif ; Kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan
pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran,
strategi kognitif yaitu cara mengendalikan ingatan dan cara - cara berfikir
agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada
hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada proses
pemikiran.
4.
Sikap ; Yaitu hasil pembelajaran yang merupakan kecakapan
individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain
Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan
dalam hal suatu benda atau peristiwa, didalamnya ada unsur pemikiran, perasaan
yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
5.
Kecakapan motorik ; Lah hasil belajar yang sedang kecakapan pergerakan
yang dikontrol oleh.
Sementara itu, Moh. Surya
(1997) mengemukakan hasil belajar akan tampak dalam:
1.
Kebiasaan; Seperti: peserta didik belajar bahasa berkali-kali
memanfaatkan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia
terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
2.
Kata; Seperti: menulis dan perawatan raga yang mana sifatnya motorik,
keterampilan-latihan itu butuh koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang
tinggi.
3.
Pengamatan; Proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan
yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu
mencapai pengertian yang benar.
4.
Berfikir asosiatif; Berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan
yang lain dengan menggunakan daya ingat.
5.
Berfikir rasional dan kritis menggunakan prinsip-prinsip dan
dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan seperti "bagaimana"
( how ) dan "mengapa" ( mengapa ).
6.
Sikap yang cenderung menetap dengan cara yang baik atau buruk terhadap
orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.
7.
Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
8.
Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu).
9.
Perilaku afektif perilaku yang berhubungan dengan perasaan takut,
marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, sudah-adalah dan sebagainya.
Sedangkan menurut Bloom,
perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dari perubahan dalam kawasan
(domain) kognitif, afektif dan psikomotor, bisa dicermati aspek-aspeknya.
Dari uraian di atas nyata bahwa perilaku seseorang
dipengaruhi oleh “nilai-nilai” yang dianut oleh seseorang. Nilai-nilai tersebut
diperoleh sebagai hasil belajar sehingga dapat memungkinkan untuk berkembang
menjadi tradisi atau kebiasaan, Berubah kearah
yang lain sesuai dengan keinginan atau kebutuhannya. Perilaku seseorang
dikendalikan oleh motif-motif tertentu yang lahir dari dalam diri seseorang.
B.
Konteks
PAK Di Sekolah
1. PAK di Sekolah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Kedua dikatakan bahwa sekolah artinya, pertama bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta
tempat menerima dan memberi mata pelajaran, kedua,
waktu atau pertemuan ketika murid-murid diberi pelajaran, ketiga, usaha untuk menuntut ilmu kepandaian atau ilmu pengetahuan.[1]
Sementara oleh Iris V.Cully mengatakan bahwa” Sekolah adalah lingkungan dimana
anak-anak dari setiap generasi diajarkan tentang apa yang diharapkan dan
dituntut oleh suatu kebudayaan “.[2]
Dari kedua pendapat tersebut nyata bahwa sekolah merupakan tempat
berlangsungnya proses belajar mengajar antara guru dan siswa. Sekolah menjadi
salah satu wadah untuk membimbing, mendidik, melatih, membina setiap generasi
untuk berkembang sesuai dengan harapan masyarakat, keluarganya dan sekaligus
mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh masing-masing individu.
Di Sekolah seseorang dibina, dididik
dan diarahkan untuk mengenal dan betindak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut
masyarakatnya. Harus diakui bahwa masyarakat mempunyai suatu sistim nilai yang
tertinggi dan harus dikatakan sehingga seseorang harus
dapat hidup dengan damai dalam memperoleh pendidikan yang cukup lama mulai dari
Taman Kanak-Kanak hingga perguruan tinggi. Juga dalam sekolah seseorang akan
memperoleh berbagai materi pelajaran yang begitu banyak sesuai dengan tingkah
pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini sangat ditegaskan oleh Daniel Nuhamara
dengan mengatakan bahwa” peranan yang khas dari sekolah adalah tempat dimana
proses belajar mengajar dalam arti formal terjadi secara sistimatis dan dalam
waktu yang cukup lama”.[3]
Dari uraian di atas nyata bahwa
sekolah mengajarkan berbagai bidang pelajaran bagi para siswa sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Dalam konteks kita di Indonesia, salah satu kebutuhan
masyarakat yang sangat penting adalah kehidupan keagamaan. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga hal
ini sangat memungkinkan pelaksanaan pendidikan agama di sekolah sebagai
kegiatan resmi. Salah satu pendidikan agama yang diajarkan di sekolah adalah
pendidikan Agama Kristen. (Bandingkan dengan BAB I huruf A)
Dengan pelaksanaan PAK di sekolah
sangat membantu perkembangan pengertian, pemahaman siswa akan ajaran Agama
Kristen. Sekolah tidak hanya sebagai tempat mengajarkan berbagai jenis ilmu
pengetahuan, tetapi juga tempat dimana peserta didik memperoleh pendidikan
tentang ‘takut akan Tuhan’. Apabila jika ditinjau dari segi waktu pendidikan
sekolah, sangat memungkinkan PAK
diajarkan
dengan baik, terencana, terarah, dan sistematis, sehingga siswa dapat mengerti
dan memahami secara sadar dan bertanggung jawab.
Menurut Homrighausen dan Inklaar,
pelaksanaan PAK di sekolah memiliki dampak positif yaitu:
1. Dengan jalan ini gereja dapat menyampaikan Injil
kepada banyak orang. Sekolah dijadikan sebagai lapangan penginjilan .
2. Anak-anak dapat menerima PAK di sekolah akan
menyadari bahwa pendidikan umum dan Pendidikan Agama Kristen di sekolah
bukanlah dua hal yang bertentangan, tetapi sebalikya keduanya saling terkait.
3. Dapat membantu gereja untuk mewariskan nilai-nilai
kristiani kepada peserta didik tanpa mengeluarkan biaya yang besar dari gereja
untuk menyelenggarakan pendidikan sendiri.
4. PAK dapat membantu Negara dalam membina warga negara
untuk beriman dan bertagwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.[4]
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka dapat
dikatakan bahwa pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen di sekolah adalah untuk
membantu para peserta didik bertumbuh dalam iman, memiliki pengetahuan dan
pemahaman tentang iman kristiani yang dipercayainya secara baik. Selain siswa
diajarkan berbagai bidang ilmu pengetahuan, juga diajar tentang relasinya
dengan Tuhan , sesama dan alam sekitarnya.
2. Peranan Guru PAK Dalam Pembelajaran di
Sekolah
Dalam kegiatan pembelajaran di
sekolah terdapat dua kelompok manusia yang saling berperan yaitu guru dan siswa
atau peserta didik. Guru merupakan salah satu faktor utama dalam kegiatan
belajar mangajar. Guru sebagai pelaksana kegiatan mengajar di sekolah. Hal ini
menunjukkan bahwa memegang peranan penting untuk memberhasilkan kegiatan
belajar mengajar. Menurut B.S.Sidjabat ada 3 (tiga) tanggung jawab seorang guru
yang bertindak sebagai pengajar yaitu:
1.
Berupaya untuk
mentrasfer pengetahuan atau pandangan, keyakinan, dogma, dokrin atau teologia
yang dimiliki, kepada peserta didiknya. Guru harus mempunyai pengetahuan yang
memadai, pengalaman yang cukup, ketrampilan mengajar agar ia mampu memberikan
pengajaran dengan baik. Guru dianggap sebagai pengajar yang mempunyai
kompetensi, otoritas dan kemampuan menguasai seluruh materi pelajaran yang
diajarkan .
2.
Berusaha untuk
menolong peserta didiknya sedemikian rupa sehingga dapat menemukan konsep diri
secara benar. Konsep diri yang dimaksud adalah pemahaman seseorang akan
dirinya, hakikatnya sebagai seorang pelajar. Dengan konsep diri yang benar
peserta didik diharapkan memiliki kesadaran diri terhadap kelemahan,
kekurangan, kelebihan, kekuatan atau potensi yang ia miliki.
3.
Berusaha untuk
mengelola atau mengatur situasi sedemikian rupa sehinnga peristiwa belajar
dapat terjadi. Guru dalam hal ini menjadi pembimbing yang memberi dorongan,
semangat, menyiapkan suasana belajar yang bersahabat, tenang, sejuk sehingga
siswa memiliki motivasi untuk belajar.[5]
Dari ketiga tanggung jawab guru
tersebut di atas dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah maka kita dapat
mengetahui bahwa guru sangat memegang peranan penting. Keberhasilan belajar
siswa sangat dipengaruhi oleh peranan guru. Peranan tersebut harus disadari
oleh setiap guru, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung dengan
baik. B.S. Sidjabat mengatakan bahwa berdasarkan ketiga tanggung jawab guru
sebagaimana disebutkan di atas, maka dalam kegiatan belajar mengajar guru
memiliki peranan sebagai berikut:
1. Sebagai seorang ahli
2. Sebagai motivator
3. Sebagai fasilitator
4. Sebagai pemimpin
5. Sebagai komentator dan komunikator
6. Sebagai agen sosialisasi
Lebih lanjut Beliau menjelaskan bahwa peranan guru
sebagai seorang ahli diharapkan untuk memiliki kompetensi mengajar yang baik,
mempunyai pengetahuan yang relatif
banyak tentang apa dan bagaimana materi pelajaran yang diajarkan. untuk itu guru senantiasa meningkatkan kualitas pengetahuan. Guru juga
harus mampu membantu peserta didik untuk belajar maksimal dengan meningkatkan
gaya belajar yang bermotivasi.
Peranan Guru sebagai motivator
sangat membantu peserta didik untuk terus menerus samangat belajar. Guru
berupaya untuk memberi rangsangan, membangkitkan semangat, menggerakkan minat
untuk melakukan perbuatan belajar. Peserta didik harus disemangati supaya ia
tidak pernah merasa bosan, jenuh dan menghentikan kegiatan belajar. Guru
senantiasa menciptakan suasana yang konduktif bagi siswa untuk mendorongnya,
memberi semangat yang tinggi untuk belajar.
Sebagai fasilitator, guru harus
menyiapkan sarana dan prasarana yang menunjang keberhasilan kegiatan belajar
mengajar, menyediakan berbagai media pengajaran, menciptakan kondisi emosional
dan sosial yang bermanfaat bagi kegiatan belajar siswa. Guru juga harus
menyiapkan waktu untuk mengadakan konsultasi dengan peserta didiknya. Dengan
demikian guru berupaya membantu para peserta didik untuk merencanakan kegiatan
belajarnya, membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang merintanginya
untuk belajar.
Guru sebagai pemimpin bertindak
untuk mengelola terjadinya kegiatan belajar mengajar. Guru harus berusaha untuk
menjadikan dirinya sebagai bagian dari kegiatan belajar siswa. Sebagai
pemimpin, ia harus memiliki relasi dan interaksi yang baik dengan peserta didik.
Guru juga merencanakan proses belajar mengajar yang baik, agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Kedua hal tersebut menjadi tanggung jawab guru
dalam perannya sebagai pemimpin.
Peranan guru sebagai komentator dan komunikator
adalah dua hal yang saling terkait. Guru harus mampu memberikan kritik dan
informasi secara tepat dan jujur untuk mendorong siswa memperbaiki cara
belajarnya secara baik. Setiap peserta didik memiliki respon yang berbeda
terhadap setiap kritikan yang diberikan kepadanya. Ada siswa yang menerima dengan senang hati
dan berusaha untuk meningkatkan cara belajarnya sesuai dengan yang diharapkan.
Namun tidak dapat disangkal bahwa masih ada siswa yang tidak senang dengan
kritikan orang lain, sehingga ia merasa jengkel, dan bahkan kehilangan
semangat. Oleh karenanya seorang guru harus komunikator artinya memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik. Guru mampu menyampaikan kritikan dengan
bahasa yang tidak menyinggung, tidak menekan perasaan orang lain sehingga tidak
menimbulkan kebencian bagi yang mendengarnya.
Peranan guru sebagai agen sosialisasi bertujuan
untuk menciptakan interaksi edukatif bagi peserta didiknya. Artinya bahwa
peserta didik harus diajak saling berinteraksi, saling membantu, saling mengisi
untuk menciptakan suasana belajar bersama. Siswa adalah makhluk sosial harus
diberi kesempatan untuk bersosialisasi sehingga mereka merasakan bahwa
masing-masing peserta didik saling membutuhkan, sebagai mitra belajar dan bukan
sebagai saingan yang harus dijatuhkan, dilemahkan dalam kegiatan belajar.
Peranan guru yang lainnya adalah sebagai pelajar.
Setiap guru harus menyadari diri bahwa ia adalah manusia yang memiliki
keterbatasan dan kelemahan. Ilmu yang dimilikinya belum sempurna. Ilmu
pengetahuan harus berkembang. Untuk itu guru harus senantiasa belajar untuk
mengembangkan ilmu pengetahuannya, mengembangkan wawasan dan kreaktifitasnya.
Ia harus tampil dengan kesegaran baru. Kesegaran dalam pengetahuan, kerohanian
dan juga kesegaran fisik.
Ketujuh peranan guru di atas harus mampu diemban
oleh setiap guru, terutama oleh guru PAK. Peranan tersebut sangat mempangaruhi
pencapaian tujuan pembelajaran di sekolah. Setiap guru hendaknya memiliki
kemampuan untuk melaksanakan perannya sehingga kegiatan pembelajaran dapat
berlangsung dengan baik. Akan tetapi menurut
Dr. E.G Homrighausen dan DR. I.H. Enklaar, masih terdapat empat peran
seorang guru PAK dalam kegiatan belajar mengajar dimana hal ini yang merupakan
ciri pertumbuhanistik dari peranan guru PAK.
1. Guru PAK sebagai seorang penginjil.
Guru PAK harus menyadari bahwa tugasnya bukan hanya
untuk mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi memperkenalkan Allah kepada peserta
didiknya. Itulah inti pengajarannya. Allah yang telah melaksanakan karya
penyelamatan bagi manusia dan dunia karena kasih-Nya yang besar menjadi pusat
pengajaran PAK.Guru PAK harus menyaksikan bahwa Allah telah menyelamatkan
setiap orang dari dosa-dosanya melalui Yesus Kristus. Setiap siswa harus
didasarkan akan hal ini sehingga mereka memiliki pengertian, pemahaman dan
kesadaran pribadi bahwa Allah sungguh-sungguh telah berkarya dalam hidupnya,
telah menyelamatkannya dari dosa-dosanya. Ia juga sadar bahwa sebagai seorang
manusia yang telah diselamatkan memiliki tanggung jawab untuk bersikap dan
bertingkah laku sesuai kehendak Tuhan, yaitu hidup dalam kasih.
2. Guru PAK sebagai penafsir pertumbuhan iman
Kristen.
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa inti
dari pengajaran PAK adalah Allah. Allah
yang telah menciptakan langit dan bumi serta segala isinya, yang telah berkarya
melalui Yesus Kristus untuk menyelamatkan dunia karena kasih-Nya harus
ditafsir, didalami, dipahami dengan baik sehingga dapat diajarkan dangan
sistematis, terarah dan dimengerti dengan mudah oleh para peserta didik.
Seorang guru PAK harus memiliki kemampuan untuk menafsirkan iman Kristen
sehingga dapat mengajarkan, menjelaskan dan menyadarkan siswanya akan Allah
yang ia imani.
3. Guru PAK sebagai gembala
Seorang gembala yang baik mengetahui dan mengenal
pengembalaannya, mengasihi dan melindungi mereka, menuntun mereka ketempat yang
menyenangkan, menyejukkan dan membahagiakan. Inilah peran yang penting bagi
seorang guru PAK. Guru PAK harus memiliki kemampuan untuk melindungi, membekali
para siswanya terhadap berbagai ajaran yang menentang pengajaran iman Kristen.
Tidak membiarkan siswa diombang-ombingkan oleh berbagai bentuk pengajaran yang
dapat menggoyangkan imannya, yang menjadikan siswanya berpaling dari Kristus.
Guru PAK harus memberi teladan untuk menolong mereka agar tetap teguh dalam
iman. Membantu para peserta didiknya untuk mengatasi permasalahan yang mereka
hadapi. Memberi berbagai alternatif
yang dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan
persoalan, dan pergumulan mereka.
4. Guru PAK sebagai pedoman.
Peranan garu PAK yang keempat yang
juga sebagai ciri khasnya adalah sebagai pedoman. Guru PAK menjadi seorang
tokoh yang diteladani, seorang pribadi yang menjadi contoh dan panutan. Guru
PAK menjadi contoh dalam pelaksanaan pengajaran, menjadi teladan dalam
berkata-kata, bersikap dan bertindak.Guru PAK tidak hanya memiliki kemampuan
intelektual yang tinggi, tetapi juga mampu memberi contoh tentang apa yang di
ajarkan. Guru PAK dituntut untuk melakukan tindakan kasih. Bagi seorang guru
PAK dituntut adanya kesesuaian antara yang diucapkan dengan perbuatan.
Seluruh peranan Guru PAK sebagaimana telah diuraikan
di atas harus menjadi bagian dari kepribadian seorang guru PAK dalam mengemban
tugas panggilannya Peranannya itulah, yang membuatnya berhasil dalam pengajaran
dan siswanya mempunyai hasil belajar yang baik. Siswanya dibekali dengan
berbagai ajaran iman, diajar tentang pokok-pokok ajaran iman Kristen serta
diberi contoh bersikap dan berperilaku sebagai seorang Kristen melalui sikap
dan perilaku seorang guru PAK. Dengan demikian siswa akan semakin sadar akan
imannya kepada Yesus Kristus, semakin teguh kepada-Nya dan memodifikasi sikap
dan perilaku gurunya serta ajaran guru PAK dalam kehidupan sehari-hari. Imannya
kepada Kristus yang memotivasinya untuk melakukan tindakan kasih baik terhadap
sesamanya, terhadap alam sekitar dan terlebih kepada Tuhannya.Selain
mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, guru PAK juga harus mampu mengajarkan
iman atau keyakinan yang berkaitan dengan perasaan dan penghayatan. Guru PAK
harus memiliki kemampuan untuk menghubungkan ajaran dan kaidah Ajaran Agama
Kristen dengan bidang ilmu yang lain agar keduanya tidak dipertentangkan
sehingga tidak terjadi kesenjangan dalam pemahaman peserta didik terhadap
keduanya melainkan mereka dapat mengembangkan kepribadiannya secara utuh melalui
pendidikan itu sendiri. Hal itu sangat ditegaskan oleh Jedida T. Posumah
Santosa dengan menyatakan bahwa PAK di sekolah memiliki dua fungsi yakni
sebagai suatu ilmu dan sebagai asuhan iman Kristen yang menumbuhkan,
mengembangkan dan mendewasakan iman.[7] Kedewasaan yang dimaksud adalah
kemampuan seseorang untuk mengungkapkan dengan perkataan sendiri, pikiran dan
pengharapannya serta tanpa pengaruh dari pihak lain. Lebih lanjut beliau
mengatakan bahwa kemampuan menghubungkan PAK sebagai ilmu pengetahuan dan sebagai
asuhan iman Kristen ditentukan oleh peranan guru PAK dalam pembelajaran di
sekolah.
C. Peranan Pendidikan Agama Kristen Dalam
Membina Iman dan Perilaku Siswa yang
Mencerminkan Pertumbuhan
Iman Kristen.
Menurut Mohamad Ali, dkk, peranan adalah bagian yang
diperankan, suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa.[8]
Sementara oleh W.J.S Poerwadarminta
mengatakan bahwa kata peranan berasal dari kata dasar “peran” yang artinya
pimpinan atau pemain utama. [9]
Berdasarkan defenisi tersebut maka dalam pembahasan ini, peranan didefenisikan
sebagai tugas dan kewajiban yang terkandung Pendidikan Agama Kristen. Hal ini
dapat kita lihat pada Bab II huruf B tulisan ini bahwa Pendidikan Agama Kristen
selain berperan untuk membekali siswa-siswi dengan pengetahuan Alkitab, juga
berperan untuk menumbuhkan dan mendewasakan iman seseorang sehingga bisa
diwujudkan dalam hidup sehari-hari melalui perilaku.
Hal seirama diungkapkan oleh B. Samuel Sidjabat
dengan mengatakan bahwa: “Dalam membicarakan peranan
PAK pertama sekali kita harus memahami pendidikan agama Kristen sebagai pendidikan yang berarti.
Sebagai suatu usaha sadar untuk membimbing dan memperlengkapi individu dan
kelompok menuju kearah kedewasaan, khususnya dalam pikiran, sikap, iman dan
perilaku. Dengan demikian Pendidikan Agama Kristen menurut pemikiran dan
pemahaman serta pengelolaan oleh guru PAK (Bdk. Kolose 1:28-29). Pendidikan
Agama Kristen harus hadir secara imperative apabila ia ingin memberi kontribusi
bagi peningkatan kwalitas manusia Indonesia”.[10]
Berdasarkan pendapat Sidjabat tersebut di atas, maka
dapat dipahami bahwa dalam rangka mewujudkan peranan PAK bagi siswa-siswi tidak
terlepas dari pengelolanya yaitu Guru yang membidangi mata pelajaran Pendidikan
Agama Kristen itu sendiri. Pendapat ini dapat diterima secara positif, sebab
walau bagaimanapun siswa mempunyai motivasi belajar tetapi jika guru tidak
menyajikan dan mengajarkan PAK, maka hasilnya tidak memuaskan. Namun jika guru
memainkan perannya, maka PAK dapat berperan dalam diri para siswa.
Pendidikan Agama Kristen pada
dasarnya bersumber dari Alkitab, maka peranannyapun tentu untuk menggenapkan
Firman Allah. Pendidikan Agama Kristen merupakan pendidikan yang harus diemban
dan terapkan kepada setiap siswa yang beragama Kristen di sekolah. Bagi
Homrighausen dan Enklaar, Alkitab yang adalah sumber Pendidikan Agama Kristen merupakan
“Firman Allah yang tertulis, laporan pengantar-Nya dalam sejarah, sumber
pengetahuan kita akan hidup dan pengajaran Yesus, dasar mutlak bagi segala
kemajuan rohani dan ukuran yang secukupnya bagi kepercayaan dan kelakuan
Kristen, serta mengandung azas-azas susila bagi hidup manusia.[11]
Hal ini menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Kristen tidak hanya berperan untuk
menumbuhkan, mengembangkan dan mendewasakan iman orang percara, melainkan juga
menumbuhkan dan membina perilaku. Hal tersebut dipengaruhi oleh karena Alkitab
mengandung azas-azas susila bagi hidup manusia, menjadi dasar dari perkembangan
rohani dan kelakuan. Jadi kelakuan didasarkan Pada ajaran Alkitab, maka dengan
sendirinya kelakuan tersebut dikendalikan oleh iman seseorang. Bertolak dari
pendapat tersebut, maka yang menjadi tujuan pelaksanaan PAK disekolah menurut
Homrighausen dan Enklaar adalah :
1.
Memimpin murid
selangkah demi selangkah kepada pengenalan yang sempurna mengenai
Peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam Alkitab dan pengajaran-pengajaran yang
diberikan olehnya.
2.
Membimbing
murid dalam cara menggunakan kebenaran-kebenaran Asasi Alkitab itu untuk
kesalamatan hidupnya.
3.
Mendorong Dia
(para siswa-siswi) untuk mempraktikan asas-asas dasar Alkitab, supaya membina
suatu perangai Kristen yang Kukuh.
4.
Meyakinkannya
Supaya mengakui bahwa kebenaran-kebenaran dan Azas-azas Alkitab menunjukkan
jalan untuk pemecahan masalah-masalah Kesusilaan, Sosial dan politik di dunia
ini [12]
Pelaksanan Pendidikan Agama Kristen di sekolah
merupakan usaha yang ditunjukkan kepada Pribadi Siswa. Meskipun pengajaran itu
diberikan serentak kepada sekelompok atau sejumlah Orang, tetapi tujuannya
adalah supaya masing-masing pelajar akan menyambut pengajaran itu secara
perorangan. Pengajaran PAK itu dapat meyakinkan Peserta didik akan pokok-pokok
iman Kristen. Segala sesuatu yang diberitakan dalam Alkitab tentang karya
penyelamatan Allah adalah Sungguh–sungguh terlaksana, sehingga tumbuhlah
kepercayaannya kepada Kristus, sang jurus selamat. Karena pengajaran tersebut disampaikan secara
berkesinambungan, maka siswa akan semakin sering mendengar dan semakin banyak
mengetahui dan memahami kebenaran Alkitab, sehingga imannya terus berkembang
kearah kedewasaan. Hal itu juga yang akan memotivasinya untuk berperilaku yang
baik, dan bertanggung jawab.Dengan Pendidikan Agama Kristen di sekolah akan
terjadi perubahan tingkah laku siswa.Perubahan tingkah laku tersebut timbul
sebagai renpons mereka akan pengajaran guru PAK di sekolah.Tujuan perubahan tingkah
laku tersebut adalah sesuai dengan inti pengajaran PAK itu sendiri, yakni
supaya setiap orang semakin teguh dalam iman kepada Allah yang telah berkarya
untuk menyelamatkan dunia ini melalui Tuhan kita Yesus Kristus dan berperilaku
sesuai dengan iman yang diyakininya itu. Hal tersebut sangat ditekan oleh W.P.
Napitupulu dengan mengatakan bahwa pendidikan adalah “usaha yang dijalankan
secara sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah tingkah laku
manusia kearah yang diinginkan.”[13]
Hal tersebut berarti bahwa PAK dapat
berperan untuk mengubah perilaku siswa. Perubahan tingkah laku sebagai hasil
belajar PAK dapat terjadi baik karena materi pengajaran guru maupun karena
keteladanan yang diberikan oleh guru PAK. Dengan berbagai bentuk dan metode mengajar,
guru PAK berusaha untuk meyakinkan siswa akan kebenaran imannya dan mendorong
perilaku siswa kearah
yang diharapkan oleh Kristus Sang Guru
Agung. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Iris V. Cully yang mengatakan
bahwa:
“Tujuan Pendidikan Kristen berkembang dari penegasan
tentang Allah yang diperkenalkan melalui Yesus Kristus dalam Alkitab. Pekerjaan
asuhan kristen adalah menjelaskan kabar baik tentang kasih Allah di dalam
Kristus dalam cara yang begitu rupa sehingga mereka yang lahir dalam iman ini
akan mengenalnya dalam hidup mereka sendiri, dan mereka yang menjawab dalam
iman dapat memahaminya. Maksud asuhan kristen adalah menolong orang dalam
hubungan mereka yang berkembang dengan Allah di dalam kristen sehingga mereka
hidup dan memuliakan Dia serta secara efektif melayani orang lain dalam jaminan
bahwa mereka ikut serta dalam kehidupan kekal kini dan selamanya”.[14]
Berdasarkan pendapat Iris V. Cully di atas maka
semakin jelas bahwa PAK dapat berperan untuk membina iman seseorang. Dengan
pengajaran PAK para siswa tertolong untuk memahami dan menghayati imannya.
Meneguhkan para siswa akan Kristus yang dia imani, sehingga tidak menimbulkan
keraguan, kekuatiaran dan penolakan dalam dirinya. PAK itu juga dapat berperan
untuk membina perilaku siswa, yakni suatu perilaku yang berdasarkan “kasih”dan
bertujuan untuk memuliakan Dia, yaitu Tuhan.
Setiap orang Kristen bertanggung jawab untuk membina
hubungan pribadi yang harmonis dengan Allah, yang tidak hanya mencari manusia
yang telah berdosa, tetapi juga menyelamatkan manusia dari dosa. Pekerjaan
penyelamatan Allah itu telah dikerjakan-Nya dalam diri Yesus. Itulah Injil yang
harus diberikan dan disaksikan oleh setiap orang Kristen dalam
segala aktifitasnya setiap hari, baik dengan perkataan, sikap maupun perilaku
sehari-hari. Setiap orang percaya kepada Yesus Kristus dipanggil untuk
menyaksikan keselamatan yang telah Allah kerjakan dalam dirinya, diutus kembali
untuk memberitakan injil kepada orang lain, agar orang lain juga dengan
pertolongan Roh Kudus turut memperoleh keselamatan dalam diri Kristus.
Keselamatan adalah anugerah Allah bagi setiap orang.
Agar anugerah tersebut menjadi milik setiap orang, maka kepada masing–masing
pribadi harus menyambutnya dengan iman. Dengan iman dapat mengenal, memahami
dan menerima Allah dalam Yesus Kristus, Sang Penyelamat. Sebagai orang-orang
yang telah diselamatkan oleh Allah, maka orang Kristen harus hidup dalam
persekutuan dengan Allah, hidup sesuai dengan kehendak Allah yang telah
menyelamatkan setiap orang. Iman tidak hanya sebatas kata-kata, pengenalan dan
pemahaman akan Tuhan, melainkan juga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Hal yang sama disampaikan oleh Paulus kepada
Timotius dengan mengatakan “segala tulisan yang diilhamkan Allah memang
bemaksud untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan
dan untuk mendidik orang dalam kebenaran”, (2 Timotius 3:16). Di sini Paulus
menegaskan bahwa tulisan yang diilhamkan Allah yaitu Firman yang tertera dalam
Alkitab untuk memperbaiki kelakuan, tingkah laku dan mengajarkan tentang
kebenaran Allah, dan karya penyelamatan-Nya. Segala sikap dan tindakan orang
Kristen harus mencerminkan imannya. Atau dengan kata lain setiap orang Kristen
harus mampu mengejawantahkan iman kekristenannya dalam hidupnya sehari-hari,
baik dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan sesamanya manusia maupun dalam
hubungan lingkungan sekitarnya. Hubungan yang baik dengan Tuhan dapat terwujud
dalam keaktifan beribadah, kesediaan dan semangat untuk mempelajari Firman
Tuhan, dan sebagainya. Dalam hubungan dengan sesamanya ialah kesediaan untuk
mengasihi, membantu teman yang kesulitan, tidak memilih-milih teman dan
sebagainya. Sementara dalam hubungannya dengan lingkungan, ia bersedia untuk
menata lingkungan, membersihkan lingkungan dan sebagainya.
Pernyataan Paulus kepada Timotius di atas
menunjukkan betapa pentingnya Alkitab bagi setiap orang percaya. Dengan Alkitab
orang kristen memperoleh hikmat dan menuntun setiap orang kepada keselamatan.
Alkitab diilhamkan Allah agar bermanfaat bagi setiap orang yang percaya
kepada-Nya. Manfaat tersebut menurut Dr. R. Budiman
terdiri dari dua segi, yaitu pertama:
segi ajaran, dan kedua: segi kelakuan
.[15]
Dari segi ajaran dengan jelas kita lihat melalui kata-kata Paulus yang
mengatakan untuk mengajar”, yakni segala ajaran tentang keselamatan yang telah
dikerjakan Allah,” untuk menyatakan kesalahan”, yang menolak ajaran-ajaran yang
sesat, menentang segala kesalahan. Dan dari segi kelakuan dengan jelas kita
melihatnya melalui kata-kata Paulus yang mengatakan “untuk memperbaiki kelakuan
“, adanya keinginan untuk mengubah perilaku dari kebiasaan yang salah, segala
perilaku yang tidak mencerminkan seseorang sebagai pengikut Kristus, dan pernyataan Paulus yang mengatakan “untuk mendidik orang dalam kebenaran
“, yakni supaya orang yang beriman kepada Kristus hidup sesuai dengan kehendak
Allah.
Dengan demikian maka PAK yang diajarkan harus mampu
memberi manfaat bagi setiap orang. PAK dapat dijadikan sebagai wadah pembinaan
orang menuju kepada kedewasaan iman. Dengan PAK setiap orang akan memperoleh
pengajaran yang benar tentang keselamatannya yang telah diajarkan Allah dalam
diri Yesus Kristus, memiliki acuan berperilaku sesuai dengan kehendak Allah.
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan
untuk memperoleh data dan untuk memecahkan suatu masalah tertentu. Muhammad
Nazir (1998:15), mengatakan bahwa “penelitian adalah suatu masalah.”[16]
Berdasarkan pendapat
tersebut di atas, jelaslah bahwa penelitian adalah merupakan penyelidikan yang
terencana, teratur dan kontinuitas serta dilaksanakan dengan hati-hati dan
kritis untuk mencari fakta dan memecahkan masalah.
A. Metode
Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan dengan metode :
a.
Penelitian
kepustakaan melalui buku-buku yang ada.
b. Penelitian lapangan dengan teknik wawancara dan
observasi .
Penelitian
lapangan dilaksanakan di SMP Negeri 4 Afulu khususnya siswa-siswi kelas VIII yang beragama Kristen Protestan yang merupakan
populasi penelitian dengan jumlah 30 orang. Semua
siswa tersebut sekaligus menjadi sampel penelitian ini. Selain itu, penulis
juga akan mengadakan wawancara dengan guru PAK di SMP Negeri 4 Afulu tentang
pelaksanaan PAK di sekolah, dan juga kepada guru wali kelas VIII untuk
memperoleh informasi tentang perilaku siswa, khususnya yang beragama kristen
protestan .
77
|
B. Teknik
Penelitian
Pendidikan ini menggunakan teknik wawancara dan
observasi. Seluruh data yang diperoleh, dianalisa dan diolah dengan menggunakan
pendekatan kualitatif, yakni dengan mendeskripsikan seluruh data-data hasil
penelitian dalam bentuk penjelasan.
C.
Lokasi
Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 4 Afulu, Kecamatan
afulu, Kabupaten Nias Utara. Sesuai dengan judul penelitian, maka metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan melalui buku-buku
sebagaimana tertera dalam daftar pustaka, kemudian dianalisis dan dilakukan
pendekatan secara wawancara sehingga dapat diambil suatu kesimpulan yang
ilmiah.
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 4 Afulu Kabupaten Nias Utara. Adapun alasan
peneliti memilih lokasi ini adalah:
1. Lokasi penelitian mudah
dijangkau oleh peneliti.
2. Peneliti ingin
menghadirkan dan menerapkan pengajaran Pendidikan Agama Kristen pada pertumbuhan iman
anak siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Afulu.
D. Populasi Penelitian
Dalam melakukan penelitian,
populasi sangat penting sekali karna merupakan sasaran yang akan diteliti.
Menurut Suharsimi Arikunto (1991:102) menatakan bahwa “populasi adalah
keselurahan objek penelitian.”[17]
Berdasarkan kutipan tersubut, maka yang menjadi populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh siswa kelas VIII tahun pelajaran 2016/2017 di SMP Negeri 4 Afulu. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
TABEL 1
DATA
POPULASI SISWA KELAS VIII TAHUN PELAJARAN 2016/2017 DI SMP NEGERI 4 AFULU
NO
|
KELAS
|
JUMLAH
|
1
|
VIII
|
30
|
TOTAL
|
30
|
6.
Instrumen
Penelitian
Untuk menjaring data
dalam penelitian ini, bentuk instrumen yang digunakan yaitu teknik wawancara dengan guru PAK dengan siswa SMP Negeri
4 Afulu.
7.
Pedoman Wawancara (Bagi Guru-guru PAK)
1. Bagaimana pelaksanaan PAK di SMP Negeri 4 Afulu ?
2. Bagaimana Bapak/Ibu mengajar PAK bagi siswa-siswi?
3. Apa saja kegiatan yang dilakukan selama proses
belajar mengajar PAK berlangsung ?
4. Apa yang diharapkan oleh Bapak/Ibu dari siswa-siswi
dengan pengajaran PAK?
5. Bagaimana cara/upaya yang Bapak/Ibu lakukan untuk
mencapai tujuan pembelajaran dengan baik
?
6. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh Bapak/Ibu untuk
membina siswa-siswi melalui mata pelajaran PAK?
7. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh Bapak/Ibu untuk
membina pertumbuhan perilaku
siswa-siswi melalui mata pelajaran PAK?
8. Dengan memperhatikan keberanekaragaman Agama yang
dianut oleh siswa-siswi, apakah Bapak/Ibu mengalami kendala untuk membina pertumbuhan Iman dan perilaku siswa-siswi, serta apa upaya yang dilakukan untuk mengatasinya.
8.
Pedoman Wawancara (Untuk Siswa-Siswi)
1.
Menurut
pemahaman saudara siapakah Allah itu ?
2.
Bagaimana
saudara mengenal, dan memahami Allah ?
3.
Apakah saudara
percaya dan beriman kepada Allah yang telah berkarya untuk menyelamatkan dunia
ini ? Mengapa ?
4.
Apakah Saudara
memiliki tanggung jawab sebagai seorang Kristen yang beriman kepada Allah ?
5.
Apa yang
saudara lakukan sebagai orang beriman kepada Allah ?
6.
Bagaimana
saudara melakukan kehendak Allah dalam kehidupan sehari-hari, baik dirumah
(keluarga), sekolah, gereja maupun dalam masyarakat.
9.
Pedoman Wawancara (Untuk Wali Kelas VIII)
1.
Bagaimana
pelaksanaan pendidikan Agama bagi siswa-siswi Kelas VIII di SMP Negeri 4 Afulu TP 2016/2017...?
2.
Apa upaya yang
dilakukan sekolah untuk mensukseskan pelaksanaan pendidikan Agama, khususnya
pendidikan Agama Kristen...?
3.
Bagaimana
Pembinaan Iman (spritualitas) Siswa-siswi Kelas VIII di sekolah?
4.
Bagaimana
pembinaan pertumbuhan serta perilaku Siswa-siswi Kelas VIII di sekolah?
5.
Menurut
pengamatan Bapak/Ibu, bagaimana perilaku Siswa-siswi Kelas VIII khususnya yang beragama Kristen Protestan...?
6.
Menurut
pengamatan Bapak/Ibu, apakah kegiatan belajar mengajar khususnya PAK dapat
berlangsung dengan efesien dan efektif, di SMP Negeri 4 Afulu...?
[31]Nacy Poyah
dan Bentty Simanjuntak, Bahan PA Mengenai Allah, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2004), h. 30
Langganan:
Postingan (Atom)
PROFIL
Nama : Ratali Zega, S.Pd TTL : Dahadano, 15 Maret 1990 Jenis Kelamin : Laki-Lak...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan saat ini, Pendidikan Agama Kristen tela...
-
Berikut Link Blog Terlengkap bergabungcom.blogspot.com